13. PROBLEM

14 8 0
                                    

"not everyone will understand what we feel right now."
.
.
.
Happy reading💛
.
.
.
______________________________________________

Kania pagi ini tengah bergegas bersiap-siap menuju sekolah nya. Meskipun ada sedikit rasa takutnya memasuki ruangan sekolah, tetapi Kania harus tetap pergi ke sekolah. Mau bagaimanapun teman-temannya membully nya, Kania harus tetap bersekolah. Karena baginya pendidikan itu sangat penting.

Ketika memasuki gerbang sekolah, dari gerbang sampai koridor kelas, sangat banyak sekali siswa-siswi yang memperhatikan Kania. Bahkan, ada yang sampai menggunjingkan tentangnya.

"Pagi Kan." Sapa Widya yang baru saja datang di koridor menyusul langkah Kania.

"Pagi wid. Orang-orang sensi banget ngeliatin Kania. Kania sebenernya males ke sekolah." Keluh Kania sembari melambatkan langkah nya.

"Hm, udah kan biarin aja. Lagian Kania gak salah kan?. Biarin aja." Ucap Widya menenangkan Kania.

"Gini ya kan, Kania jangan pernah selalu ngerasa sendirian. Inget kan, Kania masih punya gw. Punya Varo juga kan?." Tanya Widya sembari merangkul bahu Kania.

"Hm, iya juga sih. Widya gak bareng sama Aryo?." Tanya Kania basa-basi.

"Bareng sih. Tapi, Aryo ada urusan dulu sama temen basket nya di lapangan. Kania sendiri gak bareng sama Varo?." Balas tanya Widya.

"Kania di anterin mama tadi." Jelas Kania.

***

Perasaan tak enak pun, mulai terasa ketika Kania memasuki kelas nya. Ruangan kelas terasa sangat tak mengenakkan hati. Kania begitu sangat canggung ketika melangkahkan kakinya di depan pintu kelas nya.

Apalagi, Evan yang tengah berdiri di pintu kelas, terus-terusan memperhatikan Kania dengan tatapan jahat. Membuat Kania semakin ragu untuk memasuki kelas.

"Permisi." Ucap Kania ketika ia melalui Evan. Tatapan lelaki itu masih sama, tak berubah. Evan terus memperhatikan Kania. Sama sekali tak berpaling.

"KANIA! Tunggu." Sahut Evan memanggil Kania. Ketika Kania melangkah menuju bangku nya.

Kania hanya menoleh tidak menjawab.

"Lu punya bukti apa? Kalo emang lu beneran gak nyuri hp nya Alin?." Tanya Evan sembari berjalan mendekat ke arah Kania.

"Tanya aja sama Romy. Pas Kania buka tas, tiba-tiba langsung ada hp nya Alin. Kania gak tau apa-apa. Pagi kemaren, Kania sama sekali nggak ketemu Alin." Jelas Kania.

"Lo udah salah, malah ngeles lagi. Haha.. parah sih." Celetuk Evan sembari tertawa jahat.

"Kania udah jujur. Its oke kalo Evan gak percaya gapapa. Kania gak pernah minta simpati Evan buat percaya sama Kania." Jelas Kania.

"Ihh udah dong. Jangan pada berantem." Ucap Widya sembari menghalangi tubuh Kania dari hadapan Evan.

"Gua benci sama lu kan. Lu tuh terlalu busuk buat jadi temen gw." Ucap Evan.

"Kania gak peduli." Tatapan wanita ini berubah menjadi sangar.

"DENGERIN GW VAN! Dari dulu gw sama sekali nggak pernah minta di temenin sama lo. Lu sendiri yang selalu bilang sama gw, kalau lu bakalan terus nemenin gw. Gw salut sama sikap lu Van." Ucap Kania sembari menunjuk Evan. Nada bicara Kania pun, jelas semakin berbeda. Kania tak biasanya menggunakan logat kata lo-gw. Memang, Widya saja memperhatikannya dengan sangat heran.

|| KANIA LOVE STORY ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang