Hail, the Queen (Last)

683 112 57
                                    

Jeongin berubah akhir-akhir ini. Dalam pandangan Hyunjin, ratunya tak lebih dari sosok pencemburu yang gemar menghukum simpanannya.

Ia adalah Raja para dewa, kedudukannya yang agung akan malu jika ia hanya setia pada satu dewa sepanjang keabadian—pikirnya, melupakan fakta bahwa salah seorang saudaranya hanya menggenggam satu tangan sepanjang hidup.

Oh, berbicara mengenai Changbin, dewa kelam penguasa underworld dan kisahnya yang magis bersama Felix, dewa musim semi yang kini menjadi Ratu di dunia bawah.

Hyunjin akan menganggapnya sebagai cerita konyol, memalukan. Tapi bagi Jeongin, itu mengingatkannya bagaimana cinta seharusnya.

Dan Hyunjin sudah jelas tidak mencintainya.

Ratunya berubah akhir-akhir ini. Jeongin tak lagi marah ketika ia pergi seharian—bahkan tidak pulang. Jeongin tak lagi menghukum simpanannya, ia membiarkan anak-anak setengah dewa lahir tanpa kutukan.

"My dear,"

Hyunjin tersenyum sebelum mengecup pelan punggung tangan ratunya. Tapi Jeongin tak memberikan respon berarti, hanya seulas senyum pada wajahnya yang dingin.

"My King."

Alis Hyunjin mengekerut dalam ketika ia melihat Jeongin hendak melangkah pergi, meninggalkannya tanpa kata pun argumen seperti hari-hari sebelumnya.

"Kau tidak ingin bertanya dimana aku seharian ini?"

Pertanyaannya berhasil membuat langkah Jeongin terhenti. Sang dewa pernikahan berbalik menghadapnya dengan raut datar.

"Bersama simpananmu, kan?"

Hyunjin tiba-tiba kesusahan menelan ludahnya yang terasa pahit karena perkataan Jeongin luarbiasa benar adanya. Tentu saja, kemana lagi ia akan berada selain mencari sosok yang bisa ia tiduri.

"Y-ya."

Hyunjin tak bermaksud demikian, tapi entah mengapa suaranya tercekat ketika berhadapan dengan paras ayu Jeongin yang tak berekspresi—bahkan marah pun tidak. Pria itu hanya mengangguk singkat, sebelum kembali membawa langkahnya pergi.

"Tunggu!"

Langkah Jeongin harus kembali tersekat, kali ini karena tangan suaminya mencengkram erat pergelangan tangannya.

"Ada yang salah, Hyunjin?"

"Kau tidak marah?"

"Apa?"

"Kau biasanya marah!"

Raja para dewa kini terlihat bodoh ketika ia meminta ratunya untuk marah. Tentu saja, biasanya ia sendiri yang akan melangkah pergi ditengah raungan amarah Jeongin.

Tapi kali ini ia memohon untuk setidaknya setitik ekspresi, perasaan, bahkan walau itu amarah untuk Jeongin tampilkan padanya.

Tapi Jeongin tak memberikan apapun. Wajahnya tetap tenang seperti biasa. Hyunjin membencinya.

"Apa setelah sekian milenia kau akan berubah karena amarahku?"

Hyunjin tertegun dengan netra membola. Apa-apaan ini? Jeongin menyerah terhadapnya?

Haha, tidak mungkin.

"I'm sorry, my King. Masih ada banyak doa di kuil yang harus aku kabulkan."

Jeongin berhenti mencintainya.

Hyunjin mulai ketakutan.

.

Pada malam ketika rembulan naik menghias awan dan mereka akan terlelap, Hyunjin dengan sengaja mendekap Jeongin erat-erat di dadanya. Kendati ratunya tidur dengan wajah menghadap arah lain.

"Aku mencintaimu."

Sang Raja berbisik manis, menggelitik telinga pasangannya. Jemarinya yang besar mengusap jari Jeongin yang lebih ramping—tergeletak di depan perut sang ratu. Memberikan usapan-usapan lembut yang tak pernah ia berikan sebelumnya.

Jeongin hanya mengangguk.

Hyunjin merasakan sebagian hatinya ikut hancur.

Jeongin pergi pada pagi harinya.

Selesai.

Masih ada spesial part untuk kalian di bawah 😉

Haii! Udah selesai yaa Hail, The Queen. Kali ini ga sesuai mitologi karena kenyataannya Hera ga pernah ninggalin Zeus.

Fyi, kalian tau ga si ada salah satu hukuman paling kejam di mitologi Yunani. Dimana orang itu diikat di roda api yang berputar selamanya. Namanya Iksion, dan itu terjadi karena si Iksion ini nafsu sama Hera.

Si Zeus tu ya giliran istrinya dipengenin org lain dia ngamuk padahal sendirinya, ah sudahlah 😒

Oh ya part ini terinspirasi dari stung by the light of the sun oleh fishlette di FFN. Serius ceritanya bagus banget!

Thanks for reading! Jangan lupa tinggalkan komen dan vote yaa ❣

Jeongin bertemu lagi dengannya pada ujung dunia. Ketika peradaban mulai runtuh dan olympus berakhir menjadi keping-keping nostalgia.

Wajah sang Raja tampak lelah seiring dengan raut angkuh yang memudar pada parasnya yang tanpa cela.

"Olympus terasa berbeda tanpamu."

"Begitukah?"

Jeongin mengulas senyum kecil ketika melihat percikan pada manik Hyunjin yang sebelumnya mati.

"Ya. Semua terasa lebih berat semenjak kau pergi."

"Aku tersanjung mendengarnya, King."

Oh, betapa menyenangkannya jika hal itu diungkapkan ketika Jeongin masih menjadi Hera, sang dewa pernikahan, istri dari Zeus.

Namun kini segalanya telah berubah. Jeongin adalah dirinya sendiri, bukan Hera, bukan milik siapapun.

"Aku selalu berharap bahwa kau bisa kembali padaku."

Jeongin membiarkan harapan tumbuh pada diri laki-laki di hadapannya. Sebelum mengangkat dagu tinggi-tinggi, seperti yang selalu ia lakukan. Memandang Zeus yang begitu rapuh di hadapannya.

"Tidak."

Jeongin nenyaksikan harapan jatuh pada wajah Hyunjin sebagaimana bumi meluruh disekitar mereka.

Sampai pada akhirnya, Jeongin tak pernah tunduk pada siapapun.

Ia menang.

Real End.

Buat yang ga paham kalimat terakhir, di part sebelumnya Jeongin bilang kalau dia lagi-lagi kalah.

Selama jadi istri Zeus, dia selalu jadi nomor sekian. Zeus slalu milih mistress2nya ketimbang Hera, tapi kali ini dia yang menang. Dia buat sosok raja para dewa kehilangan harapan cukup dengan penolakannya.

Haduhh 3 part isinya sad2 an doang ahahahah. Yukk chap depan balik nulis manis-manis 🤧🤣

A Night Full Of StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang