The Only Flower of Underworld (1)

867 134 57
                                    

.

.

.

Hwang Hyunjin as Hades

Yang Jeongin as Persephone

.

.

.

(i)

Jeongin pikir cupid pasti membencinya. Dewa dengan paras serupa bayi bersayap itu membuatnya jatuh cinta pada pemilik dunia bawah, Hades.

Oh, prianya bahkan tak mampu menyebut namanya dengan benar. Dalam hari yang ia jalani dengan dipanggil hey atau kau, Jeongin tak mampu menahan diri untuk mengandai—apakah, sekadar nama saja telah ia lupakan?

Penyandang status ratu dunia bawah itu kini terlihat melangkahkan kaki menuju elysium, menjumpai jiwa orang mati di tempat paling layak di underworld.

"Hey."

Oh, tanpa menoleh pun Jeongin tahu pasti siapa yang memanggilnya. Tentu saja siapa lagi selain pemilik dunia bawah, pula laki-laki yang Jeongin yakini telah melupakan namanya.

"Yes, My Lord?"

Jeongin tersenyum secantik mungkin. Dalam dadanya ada letupan yang tak pernah berubah ketika melihat paras tampan suaminya.

"Sedang apa?"

Jeongin mengerutkan kening tak mengerti. Suaminya ini tak pernah menanyakan kabarnya. Bahkan ia harus rela tidur berpunggung-punggungan kendati raganya ingin sekali berada dalam dekapan hangat Hyunjin.

"Hanya berkunjung, mi Lord."

Jeongin lihat prianya mengangguk kecil sebelum secara diam-diam mengambil posisi disebelahnya untuk mengitari elysium.

Jeongin menahan senyum ketika pria malam disebelahnya sedapat mungkin berusaha terlihat tak peduli.

"Sesuatu menganggumu?"

"Besok awal musim semi."

Ah, Jeongin mengerti. Besok ia harus kembali ke dunia atas. Kembali menjumpai ibunya pun padang bunga yang ia rindukan.

Tapi sejujurnya, ia ingin bersama Hyunjin sedikit lebih lama. Menikmati hangatnya tatapan pria itu sedikit lebih dekat, membuat pria itu mencintainya sedikit lebih dalam.

Tak masalah, Jeongin masih punya waktu setidaknya selamanya untuk berusaha membuat Hyunjin menyebut namanya.

"Ya."

"Dan kau akan pergi."

"Ya."

Ah, Jeongin ingin tertawa. Ekspresi tertahan dalam wajah Hyunjin adalah sesuatu yang patut untuk diapresiasi.

"Hati-hati."

"Apa?"

"Di dunia atas, berhati-hatilah."

Kali ini, bukannya ingin tertawa, dada Jeongin malah ingin meledak oleh perasaan. Suaminya dan perhatian-perhatian kecil yang ia berikan tak pernah gagal membuat ia kembali jatuh.

"Kau juga."

"Aku kenapa?"

"Banyak nymph cantik di underworld."

Wajah Hyunjin berubah menjadi kerutan tidak suka. Ia mendengus kecil sembari menyugar rambut hitam panjangnya ke belakang dengan lirikan sinis.

"Aku tidak seperti Zeus."

Mengulum senyum, Jeongin lantas menjawab. "Aku tahu."

.

Waktu bahkan belum sempat menarik nafas sedari Jeongin pergi meninggalkan underworld ketika guncangan besar terjadi.

Gempa disertai suara gemuruh yang pekat mengingatkannya akan awal pertemuan dengan Hyunjin.

Mungkinkah, kali ini Hyunjin pula yang akan nampak di hadapannya?

Tapi tidak demikian.

Yang Jeongin temukan adalah kilau dari lembaran perkamen yang terbang dari celah di ujung padang, dekat sungai yang mengalir deras.

Satu lembar jatuh tepat di samping kakinya. Membuat rasa penasaran tak ayal melingkupi hati Jeongin.

Ia memungutnya dengan hati-hati, membaca untaian pena yang tergores pada lembar putih. Kertas itu hanya terdiri dari satu kata—nama yang ditulis berulang-ulang.

Persephone

Netra Jeongin membola seketika. Satu perkamen kembali ia ambil, tetapi isinya pun tetap sama.

Per-se-fo-nie

Seolah sang penulis sedang mengejanya berulang-ulang. Seolah sedang menyimpan sang pemilik nama dalam-dalam di hatinya.

"Hey!"

Jeongin menoleh untuk menemukan Hyunjin dengan ekspresi panik yang tak pernah ia tunjukkan sebelumnya. Pria itu mengusap wajah dengan sebelah tangan, kentara sekali ia sedang berusaha menyusun frasa—alasan, apapun untuk ia berikan pada Jeongin.

"Aku—"

Tapi Hyunjin bahkan tak sempat menyelesaikan kata-katanya ketika Jeongin menariknya dalam sebuah ciuman hangat. Disertai lumatan yang terkesan buru-buru dan berantakan.

"Sebut namaku."

Adalah kalimat pertama yang Jeongin ucapkan ketika mereka melepas ciuman—masih dengan nafas terengah-engah. Tapi binar pada matanya, cantik sekali, layaknya gemerlap langit malam.

"Apa?"

"Sebut namaku."

Kemudian Hyunjin tersenyum. Membawa permaisurinya sedikit lebih dekat dengan tarikan lembut pada pinggang, sebelum berbisik pada telinganya.

"Jeongin, Persephoneku."

Sialan.

Hari itu, dewa musim semi menangis dalam pelukan suaminya. Mendekap pria kelam itu erat-erat di tengah padang bunga yang nenyaksikan awal rajutan benang merah keduanya—yang kini menyaksikan pula bagaimana kata cinta tak henti mengalun walau bibir terkatup rapat.

Cupid berhasil dalam permainan takdir.

Selesai.

Haloo maaf kalau kurang memuaskan 🥲 ini kebagi jadi 2 part. Ini Jeje side brti part depan Hj side gtuu

Thanku for reading! Jangan lupa tinggalkan vote dan komen yaa❣

Target lagi deh ya 75 votes buat part selanjutnya 🙏 (sengaja tinggi soalnya part 2 blm slese) 🥲

A Night Full Of StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang