From Jen To Ji (Memories)

2.1K 167 99
                                    

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Ranauva's present

Tribute for our eternal friend, Yuahnm_

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Happy reading😊

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Jeno berjalan gontai di hamparan hijau dengan batu-batu nisan yang berjejeran rapi di sepanjang langkahnya. Sebelah tangannya, ada sebucket bunga lily putih dalam genggamannya. Wajah tampan itu hanya menyuratkan raut datar bak patung berjalan. Mata itu memandang lurus ke depan tanpa binar.

Hingga pada akhirnya kaki jenjang sang pria terhenti pada salah satu nisan yang berdiri kokoh tepat di depannya. Di sana tertulis sebuah nama yang merupakan belahan hatinya. Belahan jiwanya. Dimana sang pemilik nama telah rusak raganya menyatu dengan tanah.

Jung Jisung

Begitulah pelafalan dari jejeran huruf yang merangkai sebuah nama.

Jeno menatap sayu batu nisan yang kini mulai kusam dimakan usia. Tangan yang menggenggam lily putih itu terulur menuju rumah terakhir sang pujaan hati. Kemudian meninggalkan bunga yang bermakna dalam itu bersandar di sana.

Setelah itu, pria paruh baya itu menyatukan kedua telapak tangannya. Memohon doa kepada yang Kuasa untuk yang bersemayam di dalam sana.

"Hai, Jie... Apa kabar?" sapa Jeno setelah selesai berdoa.

Hanya keheningan yang menjawab sapaan hangat seorang Jung Jeno. Namun pria itu tak terganggu sama sekali. Biarkan saja dia seperti orang gila yang berbicara sendiri. Karena Jeno yakin, Jisung tetap akan mendengar dari kejauhan sana.

"Tak terasa ya... Lima tahun sudah berlalu," setetes mulai mengalir dari sang netra.

"Sudah lima tahun sejak kamu melahirkan Nana, buah cinta kita."

Dan tetesan-tetesan lain pun menyusul.

"Maafkan aku, dulu aku sering menyia-nyiakan kamu."

"Maafkan aku yang sering mengingkari janjiku sendiri."

"Maaf karena di sisa hidupmu, terlalu banyak air mata yang kamu keluarkan hanya untuk pria brengsek sepertiku."

Angin berhembus begitu kencang dari hulu ke hulu. Bahkan terlalu kencang hingga mampu menumbangkan pria bermata samoyed di hadapan sang batu nisan. Tidak, itu memang karena ototnya terlalu lemas menahan duka bertahun-tahunnya.

Jeno bersimpuh dan menangis di hadapan sang istri yang sudah lama berpulang. Istri? Bahkan di akhir hayatnya pun, tak ada kata rujuk di antara mereka. Semua berlalu begitu saja.

.
.
.
.
.

Na Jisung...

Itulah nama lahirnya. Sekaligus nama setelah resmi berpisah bertahun-tahun yang lalu.

𝙹𝚒𝚜𝚞𝚗𝚐 𝚗𝚘 𝙼𝚘𝚗𝚘𝚐𝚊𝚝𝚊𝚛𝚒┋ʙᴏᴛᴛᴏᴍ ᴊɪsᴜɴɢ's ᴏɴᴇsʜᴏᴛsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang