Perjalanan menuju sekolah yang membosankan. Ryu turun dari mobil, dan melangkah menuju gerbang. Masih pagi, tapi suasana sudah tidak menyenangkan.
Segerombolan geng Jungkook sedang mengerumuni salah satu siswa di dekat halaman parkir sepeda. Di sana, ada Jungkook yang sedang menoyor kepala targetnya sambil tertawa. Entahlah, yang Ryu tahu Jungkook ada di sana dengan teman-temannya yang tak kalah merepotkan.
"Pakai kepalamu dengan benar, jangan kelihatan sekali bodohnya!"
Sekilas begitu yang didengar oleh Ryu.
Ryu memilih untuk mengabaikan keberadaan mereka dengan berjalan ke lain arah. Meskipun sedikit lebih jauh, Ryu lebih baik menghindar. Dia malas berurusan lagi dengan si mulut menjengkelkan—Jungkook.
Ryu tahu Jungkook dan teman-temannya bukan pembuli biasa, mereka kaya dan punya banyak tim sukses di mana-mana. Teman mereka bahkan dari kelas dua belas yang memiliki kekuatan tidak biasa.
Diam-diam Ryu mencari tahu soal itu.
Tapi Ryu tetaplah Ryu. Gadis yang tidak takut apa pun itu, tidak pernah merasa di zona berbahaya.
Sebelum kakinya melangkah lebih jauh, Ryu mendengar satu kalimat yang cukup membuat telinganya panas.
"Serahkan uangnya, atau kuberikan foto telanjangmu pada gadis yang kau suka?" Tepatnya adalah suara Jungkook.
Pembuli sialan. Batin Ryu.
Ryu tidak mempermasalahkan lagi jika harus berbalik ke hadapan mereka. "Bukankah kau adalah orang kaya? Kenapa masih meminta uang? Sial, ini masih pagi."
Jungkook menghela. Bukan hanya Ryu yang kesal, tapi Jungkook juga. Masih pagi katanya? Dia juga sama. Masih pagi, tapi mengurusi urusan orang lain. "Urus dirimu sendiri." Jungkook mencoba mengabaikan.
Ryu diam sejenak, kemudian menarik laki-laki yang dirundung tadi secara paksa. Ryu bahkan menepuk-nepuk bagian dada siswa itu dengan kedua tangannya. "Kau laki-laki, lawan mereka, jika kau mau."
"Sialan, apa kau ibunya?" Jungkook benar-benar tidak suka diperlakukan begitu. Dan sekarang gadis itu— ah dia cari mati.
Sekali lagi. Ryu bukan gadis penakut. Dia kembali membalas ucapan Jungkook. "Apa kau anaknya? Kenapa kau meminta uang pada dia?"
"Jung kurasa kita harus kembali, bel sudah berbunyi." Mingyu mencoba melerai dengan santai. Inilah alasan kenapa dia tidak suka setiap kali Ryu dan Jungkook dipertemukan. Benar-benar akan runyam.
Pun, Mingyu tidak suka dengan keberadaan Ryu. Auranya tidak seperti gadis lain.
Beberapa detik Ryu dan Jungkook bertatap mata. Seolah mengirimkan sinyal kebencian lewat tatapan mereka.
Kepergian Jungkook dan teman-temannya membuat Ryu sedikit lega. Siswa laki-laki tadi menunduk dalam-dalam. Bisa dipastikan bahwa siswa itu takut pada Jungkook dan Ryu di saat yang bersamaan.
"Jika kau ingin bicara denganku, simpan saja niatmu. Aku tidak suka bicara pada orang asing," ucap Ryu final.
Siswa laki-laki itu menganga tidak percaya. "Mereka meminta uang padaku karena aku meminjamnya beberapa saat lalu."
Langkah ryu terhenti saat hendak pergi.
Sial, sial, sial. Jadi, siswa ini berhutang? Ryu tidak tahu itu. "Bayar. Apa susahnya?" setenang mungkin, Ryu membalas ucapan siswa tadi. Bukan salahnya karena telah menolong, lagi pula, cara Jungkook memang tidak mengenakkan untuk dipandang.
Ryu sudah sering mengalami hal yang seperti ini. Jadi ... agak sudah biasa saja. menjadi wakil ketua osis gantian memang tidak semudah yang Ryu bayangkan. Sesekali dalam beberapa waktu tertentu, teman sebayanya atau yang lebih muda bahkan yang lebih tua sekali pun tidak bisa diatur dengan benar. Taehyung terlalu baik hati sehingga dia tidak melarang beberapa perilaku tidak terpuji di sekolah.
Ryu juga paham mengapa Taehyung memilihnya, itu pasti karena dirinya yang sangat pantas menyeimbangkan rasa "ya sudahlah" Taehyung dengan baik.
Bel sudah berbunyi, langkah Ryu terus bergerak menuju ruangan kelas. Kalau bukan karena insiden yang menyebalkan tadi, Ryu mungkin bisa datang lebih cepat untuk setidaknya membaca buku. Begitulah pikirnya.
Belum sampai dia menginjakkan kaki di dalam kelas, Yami sudah berlari ke arahnya dengan semangat. "Ryu!"
"Iya?"
Sambil menarik tangan Ryu, Yami tersenyum dengan lebar. Ada kilat cahaya di matanya, seolah sesuatu sedang terjadi dengan sangat baik. "Ada apa? Kau aneh," tanya Ryu.
"Duduk dulu, duduk dulu." Kali ini Yami mempersilakan Ryu untuk duduk di kursinya secara dramatis. Seolah sedang menyuruh tuan putri untuk duduk. "Jadi begini, aku ...."
"Iya? Kau kenapa?" Sembari bertanya, Ryu mengambil alat tulisnya di tas.
"Jangan bergerak dulu, ini penting!" Yami terlihat antusias sekali.
"Ini tentang apa?"
"Tentangku!" Yami mengambil napas panjangnya, kemudian menutup mata sebentar. Ini lebih seperti adegan ingin mengakui kejahatan. "Tadi pagi aku mendapatkan surat dari seseorang."
Ryu sebenarnya tertarik jika Yami menceritakan sesuatu, tapi matanya menunjukkan sebaliknya. Namun, kali ini, Ryu harus menunjukkan ketertarikan, agar Yami semakin semangat menceritakannya. "Surat apa?" Apa sudah benar caraku bertanya? Ryu benar-benar berusaha keras.
"Kurasa ini semacam surat cinta! Ah! Aku hampir gila jika mengingat isi suratnya!" Yami mulai mengacak asal rambut yang baru saja selesai dia sisir di rumah dengan rapi. Anak itu ... memang begitu anaknya.
"Apa isinya?"
"Dia bilang ingin menemuiku di belakang sekolah setelah seluruh mata pelajaran selesai. Dia tidak ingin aku mengajak orang lain."
Hanya itu? Kukira isinya semacam puisi cinta yang biasa ditulis oleh penyair hebat di luar sana. Ryu hampir saja menghela napas tidak peduli, tapi dia urung niat itu dengan menimpali sekilas. "Apa ada nama pengirimnya?"
"Ehm, kurasa tidak," jawab Yami sambil melihat ke atas, mencoba mengingat sudut-sudut surat itu. Memang tidak ada nama pengirimnya.
"Datang temui orang itu, mungkin dia ingin menyatakan cintanya. Jangan lupa membawa senjatamu. Parfum, dan bubuk cabai. Jika terjadi sesuatu, lemparkan saja ke matanya." Ryu mengulas senyum sekilas.
"Aaaa Ryu ... kau mengkhawatirkan aku, ya? Kau benar-benar romantis!" Tangan yang tadi berada di kepala, kini mulai menjalar ke tubuh Ryu. Yami memuluk Ryu dengan erat, seolah menunjukkan bahwa dia sangat menyayangi temannya yang satu itu.
-
-
-
Seperti yang dikatakan Ryu tadi, Yami pergi dengan membawa segala macam alat pelindung untuk keselamatannya. Dia tidak ingin sesuatu yang aneh terjadi. Lewat surat yag ia terima tadi, Yami senang ada yang memperhatikannya.
Pita merah jambu yang biasa ia pakai sudah hilang sejak kemarin. Ingin membeli yang baru, Yami malah malas keluar rumah. Dan sekarang dia menyesal karena tidak membeli pita baru, padahal Yami ingin pamer pada orang yang mengirimkannya surat. Ya ... setidaknya cari muka. Walaupun nanti orang itu ditolak oleh Yami.
Kakinya terus menyusuri jalanan yang lurus menuju belakang sekolah. Saat tiba di sana, Yami tertegun melihat seseorang sedang memainkan ponsel, dengan satu kancing terbuka di bagian paling atas.
"Kau?!"
Yami nyaris terjatuh saat melihat siapa orang yang sedang mendongak ke arahnya.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy is Here
Fanfiction❝Menjadi baik sepenuhnya, membuatmu jadi orang yang celaka,❞ ujarJungkook di persimpangan koridor. Dia menjadi berandal bukan karena keinginannya sendiri.