ROUND 18: Pertemuan Pertama

35 7 0
                                    

Umur Tara 19 tahun, meninggalkan kecelakaan kakaknya tiga tahun yang lalu. Keluarganya berangsur tertata lagi dan membaik.

Arum yang paling cepat pulih dari keadaan itu. Dia mulai membangunkan anggota yang lain untuk berangkulan kembali dan bersiap untuk hari esok. Sosok ibu yang lembut, tetapi tegas akan prinsipnya.

Tidak boleh terlalu lama berenang dalam kesedihan.

Arum adalah orang pertama yang berani menguatkan diri dan yang lain. Mengajak mereka untuk tidak menyesali apa pun keadannya saat ini.

Semuanya sudah dilakukan dengan baik. Dallan sudah menyelesaikan tugasnya sebagai seorang kakak, anak, dan manusia dengan baik.

Dia harus tenang di alam sana.

Maka sebagai balasan karena telah terdiam selama sebulan, Tuan Abdurrahman melakukan pergerakan besar-besaran dalam bisnisnya. Dia perlahan meninggalkan bisnis haramnya seperti toko prostitusi dan klub malam, tapi tidak meninggalkan kasinonya.

Dia perlahan bergerak ke arah yang lebih mumpuni dan lebih menguntungkan dalam meraup banyak uang.

Las Vegas yang bertempat di Nevada, Amerika Serikat, dijuluki sebagai Kota Dosa. Kota yang memiliki berbagai jalur penyimpangan untuk manusianya. Seperti, judi, taruhan, kemudahan menikah, kemudahan bercerai, kejahatan terorganisasi, kabaret, klub malam, prostitusi, dan penjualan minuman keras 24 jam sampai mendapat slogan: "What happens in Vegas, stays in Vegas.

Kota ini dulu juga dikenal karena banyak kejahatan terorganisasi dan korupsi politik dan korupsi polisi.

Itu dulu. Sebagian keuangan yang didirikan Tuan Abdurrahman juga tidak jauh dari itu semua, tetapi semenjak menikah dengan Arum, istrinya ... dia perlahan mengubah haluannya.

Ditambah dengan kematian Dallan, putera pertama yang sebentar lagi akan menggantikan posisinya.

Tuan Abdurrahman merasa itu seperti hukuman padanya karena telah menciptakan pasar tidak pantas bagi masyarakat dan dunia. Dia harus kehilangan orang paling berharga karena raupan uang biadab itu.

Maka ketika kesadaran merasuki jiwanya, Tuan Abdurrahman berputar haluan. Dia akan menjalankan bisnis raksasanya ke jalan yang baik. Dia akan membawa nama marga Syah semakin benderang dengan tidak perlu lagi ada korban dalam keluarganya.

Dia banyak menjalin kekuatan dengan keluarga lain dari berbagai belahan benua. Merajut kerja sama dan kontrak kerja dengan pemikiran dan prinsip yang sama.

Salah satunya adalah Sersan Marseille. Seseorang dari Prancis yang berani, cerdas, dan pekerja keras. Dia seorang teman yang setia. Ia memberikan banyak nasehat baik dan sangat bisa diandalkan di masa-masa sulit.

Sersan Marseille mempunyai dua putera yang salah satunya Tara kenal dekat. Lino Marseille namanya.

Tara dan Lino pertama kali bertemu di acara jamuan makan ayahnya.

Acara-acara yang sangat dibenci Tara karena dia tidak kenal siapa pun. Hanya bisa duduk dan menikmati hidangan.

Sangat membosankan.

"Boleh aku duduk di sini?"

Tara menoleh, mengangguk singkat. Meneguk minumannya lagi.

Penampilannya sangat rapi dan terlihat sopan.  Rambutnya sempurna pirang dan terlihat asli. Jarang sekali Tara menemukannya. Lagi, mata lelaki ini berwarna hijau terang. Sangat kontras dengan pakaiannya yang serba hitam.

Meskipun Tara hanya melirik sekilas, matanya sudah merekam secara keseluruhan bagaimana penampilan lelaki tadi. Sikap waspada yang selalu diajarkan ayahnya ketika bertemu orang asing.

Tidak mencurigakan memang. Mungkin dia salah satu anak tamu ayahnya. Juga bosan seperti dirinya.

Tara tidak menghiraukan lebih lanjut lelaki berjas di sampingnya. Semua kursi yang disediakan memang tengah penuh. Mungkin dia hanya ingin duduk sebentar karena terlalu lama berdiri.

Orang asing. Orang sekadar lewat. Tidak perlu dipedulikan.

Lama duduk berdua hanya saling melempar sunyi, sayup-sayup Tara mendengar suara orang bernyanyi. Lirih, tetapi anehnya dapat Tara dengar dengan jelas apa yang dinyanyikannya.

Ini lagu dari Indonesia!

Tara melihat orang di sampingnya yang kini tengah menatapnya. Tara terkesiap. Dia mundur sedikit.

"Kau tau lagu itu juga?"

"Juga?" Dan ya. Dia berhasil memancing Tara berbicara.

"Ya, kupikir siapa juga yang tidak tau lagu ini? Ini sangat terkenal!" Lelaki di sampingnya menjulurkan tangan. "Lino. Lino Marseille."

Demi sopan santun, Tara menjabat tangannya lalu memperkenalkan diri.

"Kau berdarah Indonesia ternyata? Woahh itu hebat. Aku dari dulu ingin mengunjungi negara itu. Ke Sulawesi. Kau tau di mana itu?"

"Tidak juga. Aku tidak ke mana-mana selama di sana."

"Memangnya apa yang kau lakukan?"

"Hanya sekolah."

"Karena Ibumu?"

"Bagaimana kau tahu?"

Lino terkekeh santai. "Bagaimana bisa kami tidak tahu riwayat istri seorang hebat seperti Ayahmu? Beliau itu adalah perwujudan Dewi kemuliaan, kebijakan, dan kecantikan." Lino ekspresif menepuk tangan sekali. "Menyatu dalam satu orang, yang kini dianugerahkan padamu juga."

Tara menggeleng sambil tersenyum malu. Orang ini konyol sekali. Apa katanya? Dewi? Wah, ibunya pasti tertawa mendengar itu.

Musik klasik tiba-tiba terdengar dari lantai satu. Orang-orang serentak menarik pasangannya ke lantai dansa. Ayah dan ibunya bahkan sudah asyik berdansa sambil tertawa.

Tara tersenyum melihat kedua orang tuanya. Senang bisa melihat mereka tertawa lepas seperti itu.

Beberapa yang tidak membawa siapa-siapa memilih duduk di sofa atau pergi ke luar mencari angin.

"Mau berdansa denganku?"

Tara mendongak. Melihat Lino yang mengajukan tangan untuk menyambutnya.
"Aku tidak tau caranya berdansa."

Lino menggedik. "Yah, aku juga tidak. Aku ingin mencobanya denganmu. Kau mau?"

Tara berdiri. Tersenyum lalu menyambut tangan Lino yang menuntunnya ke lantai dansa.

Mereka berdansa sambil menginjak kaki satu sama lain berkali-kali. Tertawa lepas.

Terserah | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang