ROUND 23: Hari Sial

29 6 0
                                    

Disa dan Ima terdiam melihat Al begitu lahap memakan mie ayam porsi jumbo pesanannya. Isi mangkuknya sekarang tinggal setengah.

Mereka ada di kantin yang menyediakan mie ayam. Menu terbarunya, yakni mie ayam jumbo dengan porsi dua mangkuk mie ayam biasa, ditawarkan dengan harga murah. Menariknya ... pelanggan yang tidak bisa menghabiskan mie ayam jumbo harus membayar dua kali lipat.

Al menerima tantangan itu asalkan dia ditraktir. Disa dan Ima menyanggupinya. Mereka pikir Al mungkin akan membayar lebih jika ia kalah kompetisi ini.

Menu ini baru dibuka hari ini, dan langsung diserbu. Namun, benar-benar belum ada yang bisa menghabiskan semangkuk porsi gila itu saat hari mulai terik. Semuanya kalah dan membayar dua kali lipat sungguhan.

Ima mengerjap berkali-kali untuk menyadarkan dirinya. Dia masih menatap Al yang masih menunduk.

"Lo gak engap, Al?" Ima terheran-heran. "Lo gak ngambil nyawa pas makan? Lo mati gue gak tangggung jawab, loh."

Al mendongak. Meminum es tehnya sejenak, melihat Ima datar. "Berisik." Lalu makan lagi.

Disa berbisik pada Ima di sampingnya. Menatap Al horor. "Kayaknya dia sanggup ngabisin, deh. Tinggal setengah. Itu berarti tinggal seporsi."

Ima mengangguk takut. "Beneran perut Gentong kayak yang Lail bilang."

Lail dan V sedang pergi ke perpustakaan untuk persiapan presentasi seminggu lagi. Mereka ingin mengajak Al, tetapi anak itu tidak mau. Alhasil, dia ikut Disa dan Ima ke kantin.

"SELESAI!" teriakan Al membuat dua teman di depannya melotot. Melihat kondisi mangkuk yang kosong melompong seperti mangkuk yang baru diambil dari rak piring.

Kinclong.

Al menutup mulutnya dengan tisu lalu bersendawa, meneguk habis es tehnya.

Pemiliknya datang dengan wajah terkejut. Memberi tepuk tangan dengan senyum terkembang. Orang-orang yang ada di kantin ikut bertepuk tangan. Beberapa bersiul heboh.

"Selamat. Kamu sudah berhasil memecahkan rekor kami dan menjadi satu-satunya orang yang berhasil. Selamat!"

Al menatap jengah orang di depannya. "Gak usah basa-basi, Bung. Mana hadiahnya?"

"Ah, ya." Dia mengeluarkan sebuah amplop dan memberikannya pada Al. "Ini dia."

"Makasih." Al tersenyum miring. Dia mengajak Disa dan Ima meninggalkan kantin.

"Gue gak tau kalau ada hadiahnya," kata Disa.

"Hm. Gue juga enggak." Al membuka amplop lalu mengeluarkan isinya. "Goban." Tangannya memamerkan uang lima puluh ribu pada dua orang di belakangnya.

Al berbalik menghadap Disa dan Ima. Mengambil tangan Ima dan memberikan uang itu padanya. "Buat ganti yang tadi. Makasih. Gue balik dulu. Bye!"

Dua orang itu hanya melongo. Menatap Al dan uang di tangan Ima bergantian. Gadis yang selalu terlihat ceria dan kadang cuek itu berjalan sempoyongan dengan perut kenyang.

Disa mengerjap. "Selain ngeselin, dia baik juga."

"Hm. Gue gak nyangka. Padahal harga mie ayamnya gak sampe dua puluh ribu."

"Ya udah, beli minuman yuk!"

"Woke!"

***

Al adalah manusia alias human yang paling benci mengerjakan tugas kuliah. Terlalu merepotkan dan sangat tidak seru. Apalagi dijalankan secara individu. Uwahh, itu lebih membuatnya muak.

Namun, membuat tugas secara bekelompok sama saja jika anggota kelompoknya salah satu di antara Lail dan V, atau dua-duanya. Alamat semua orang yang menjadi daftar di kelompok disuruh ikut bekerja. Mencari buku atau apalah, sedangkan mereka membuat makalah.

"Ketik dari sini sampe sini," perintah Lail. Kakinya berselonjor di lantai kantin-ini kantin berbeda. Ada banyak jumlahnya di sini. Hanya saja penulisnya sedang malas menyebut merk karena itu merepotkan

Dia lelah habis mencari lima buku sebagai referensi hingga ke lantai tiga. V sedang memesan minuman. Bule satu itu tetap cantik meski peluh menghiasi keningnya.

Al mengetik pelan. Mendesis saat dia berhasil ditarik dua temannya ketika hendak kabur. Sial sekali hari ini. Padahal dia sudah berniat untuk tidur nyenyak di kasur.

Meski mereka bersahabat dan sering melakukan segala hal bersama, Al paling tidak suka jika satu kelompok dengan salah satunya apalagi dua orang rajin ini bergabung dengannya kali ini.

Benar-benar si Arga itu. Mengatur nama kelompok seenaknya saja.

"Ternyata gini rasanya neraka dunia." Al mengeluh.

"Iye, panas." Lail menyahut. Mengipasi dirinya yang banjir peluh.

"Bikin kesel juga." Melirik Lail yang masih tidak peka akan ucapannya. Al menyetop V yang hendak duduk di sampingnya. "Balik sana. Pesenin gue nasi rames sama air dingin."

"Eh? Bukannya lo udah makan tadi sama Disa, Ima?"

"Laper lagi. Ini jam makan siang, Bule Cantik. Dah, pesenin aja."

"Mana uangnya?"

"Kan lo kaya. Bayarinlah!"

"Hh, dasar. Untung gue bawa duit lebih."

"Nice!" Al bekedip. "Thank's, Dude!"

"Pale lo!"

Al terbahak. Kembali menatap laptop, wajahnya berubah masam. Hadoyhh, kapan selesainya ini??

Lail bergerak mendekat. Melihat pekerjaan Al sudah sejauh mana. "Astagaa ni anak satu! Baru satu paragraf doang? Lo ngetik apaan dari tadi, coba?"

Al menghela nafas kesal. "Ya lo ketik aja sendiri, Bocil. Bawel! Mau lo ngetik?"

Lail menatap Al remeh. "Mau nama lo gue hilangin dari daftar kelompok?"

"Ya elah! Ancamannya gituan mulu." Al kembali menghadap laptop. Mengetik bersungut-sungut.

Lail terkekeh di sampingnya. Yaa, meski kuno ... cara itu paling ampuh membuat takluk orang paling malas di kelasnya.

Lail menepuk puncak kepala Al pelan. Dia tersenyum. "Nanti gue traktir, deh."

"Gak usah. Gue tau lo lagi bokek."

Lail ngakak. "Syukur kalo lo paham."

"Nyenyenye."

Lima belas menit yang terlampau seperti dua ribu abad, Al akhirnya menutup buku dan meyerahkan laptop pada Lail. Sohib bertubuh kecil berambut sebahu dan berponi itu mengangguk puas. Pekerjaan Al selesai.

Al menggelesor di lantai kantin untuk melepas lelah. Namun, kepalanya tidak menyentuh lantai, tetapi paha seseorang.

"Huaaa!!" Al seketika bangun, hampir menonjok orang di belakangnya yang memasang wajah datar andalannya.

"Buset! Gue kira hantu dari mana. Eh, tapi mana ada hantu kek cogan gini." Al nyengir. Melihat Arga yang duduk di belakangnya.

Ternyata Arga tidak sendiri. Dia membawa rombongan kacungnya yang lain. Mereka segera duduk di sekitar Al, Lail, dan V. Bi yang datang beberapa detik setelahnya langsung menghampiri Lail dan duduk di sana. Sejoli beda negara.

Ical berada jauh dari V. Berseberangan terpisah meja di tengah, sedangkan yang lain duduk acak.

Al nyengir melihat rombongan gibahnya lengkap. Dia hendak membuka suara saat Lino tiba-tiba menyapa dan menyalami tangannya.

Membuat urusan seketika runyam.

***

Terserah | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang