Tok tok tok
"Abanggg" panggil seorang bocah perempuan dengan kepala yang nongol di balik pintu.
"Apa cii"
"Panggiy bapa curuh mam" Cakra yang mendengar nya menghela nafas panjang.
Tidak ia pungkiri bahwa sedari tadi cacing di perut nya ini sudah pada demo ingin di beri makan.
Namun rasa gengsi memenuhi isi kepalanya,mungkin sekarang sudah saatnya.
"Hm iya Abang turun" Cici masuk kedalam kamar abangnya lalu menghampiri dan memegang tangan yang jauh lebih besar dari tangannya.
"Jomm"ajaknya sambil mengerjapkan matanya lucu.
Cakra terkekeh melihat tingkah Cici.
Adik kecilnya ini memang tidak jauh dari nya sama sama bibit unggul.
"Bang diyeu makan dulu sok mendoan nya masih ada satu lembar, terus Pete nya sebutir"Cakra yang mendengar pernyataan dari ibu nya menatap nanar kearah lauk pauk yang tersisa.
Miris
"Cuma satu Bu?" Tanya nya lagi tidak percaya.
"Iya, udah di perut bapak sisanya"
Cakra menatap sekilas bapaknya yang menampilkan wajah songong dengan tusuk Gigi di mulutnya.
Setelah itu dia membuang wajahnya, Cakra duduk di kursi meja makannya.
Ia mulai memakan,semua makanan yang tersisa untuknya.
"Rasain dapet satu kan" hardik pak Tejo menatap remeh putra sulungnya.
Cakra hanya bisa menye menye sambil mengikuti perkataan pak Tejo tanpa suaranya.
"Aduh bapak gak kuat ih mendoan ibu enak banget"
"Trus pake Pete sambel setan"
"Nikmat Tuhan manakah yang engkau dustakan"
Pak Tejo sengaja memanas manasi Cakra guna balas dendam karna kelakuannya saat di sawah.
Cakra yang mendengarnya mendengus kesal, untung bapak kandung kan bayangin kalo bapak tiri pasti udah langsung di sumbangin ke panti jompo.
Author bilek: Astaghfirulloh ngucap cak, soda:(
"Gimana? ada rasanya gak satu mendoan?" Cakra mengangkat kepalanya lalu menggeleng lemah.
Pak Tejo yang melihat respon dari Cakra berusaha untuk tidak menyemburkan air di mulutnya.
Berusaha menahan tawa yang siap untuk meledak.
Glegg
"Bwahahhahahhahah muka mu itu lo bang kaya orang gak punya harapan lagi"pecah pak Tejo sambil memegang perutnya.
Cakra mencibikkan bibirnya kesal lalu memutar bola matanya malas.
"Gegara bapak lah, rakus banget mendoan nya di makan semua"Sarkas Cakra tidak terima.
"Heh sembarangan lambemu! nyalahin bapak lagi"
"Lah emang iya rakus huuu!!!"
Tak
Pak Tejo menyentil' kuat jidat Cakra, menatap Nyalang putra sulungnya.
Sedangkan Cakra mengelus jidat glowingnya yang mendapat sentuhan kasar dari pak Tejo.
"Ih mas kasar dedek gasuka"
"Pait paitt bukan anak saya"pak Tejo menggelengkan kepalanya melihat tingkah Cakra.
"Buuuuuuuuuuu! bapak gak mau ngakuin Cakra noh"
"Bapak ih kok gitu sama Abang" Cakra tersenyum puas mendapatkan pembelaan dari ibunya.
"Kamu si bang, petakilan gimana mau di akuin sama bapak" Cakra menatap cengo ibunya.
Sedangkan bapak tersenyum mengejek kearahnya.
"Ishhh ibu kok gitu jahat ih" Cakra membuang mukanya.
"Nih" Bu Narsih menyodorkan semangkok Mendoan yang baru saja ia ambil dari dapur.
Cakra yang melihat nya langsung berbinar, lalu mengambil alih mangkok berisi mendoan itu dan memakannya.
Pak Tejo dan Bu Narsih yang melihatnya menggelengkan kepalanya.
"Cii Abang punya mendoan nih banyak mau kagak?"
"Au" Cici menadahkan tangannya ingin meminta.
Sebelum itu Cakra mengkode ke Cici menunjuk nunjuk pipi kanan dan kirinya, Cici yang mengerti langsung mencium kedua pipi abangnya itu.
Cakra tersenyum geli sambil mengacak rambutnya lalu memberikan satu lembar mendoan ke Cici dan langsung di terimanya.
"Heh mo kemana kamu?" Cakra menoleh sekilas lalu melanjutkan perjalanannya.
"Mo main judi pak ikut ga?" Pak Tejo membulatkan matanya.
"Heh murtad kamu!!! Eh musrikkk!!!"Teriak pak Tejo menggelegar di ruang makan.
"Wleeee"
"Hehh jangan lari kamu Cakra!" Pak Tejo berlari mengejar Cakra dan siap memiting leher anak sulungnya itu.
''Iya saya emang petani kecil pak tapi saya gak goblok"
"Kamu nyindir saya ha" pria itu menaikkan satu Oktaf nada bicaranya.