AUL#13

1.3K 122 2
                                    

"Selamat pagi, Papa."

Duo kembar menyapa papanya yang tengah berjalan ke ruang makan, Eris sedikit terkejut melihat anak-anaknya sudah rapi sepagi ini. Eris menghampiri dan berjongkok di depan Vano dan Vino.

"Anak papa kenapa udah rapi pagi-pagi gini?"

"Kata bang Rei, buat nyemangatin papa. Vino udah siapin makanan untuk papa." ucap Vino dengan semangat.

"Ayo, kita makan, Pa." Vano menggenggam tangan Eris dan membawanya ke meja makan diikuti oleh Vino.

Saat sampai di meja makan, Eris melihat Rei dan Vina sedang mempersiapkan makanan. Eris menatap putra sulungnya yang tengah menatapnya juga, Rei tersenyum dan mengacungkan jempolnya pada Eris.

Eris melihat menu makanan yang sudah tersaji di atas meja. Makanan kesukaannya semur ayam kecap dan kentang goreng, Eris tahu persis makanan ini buatan siapa.

"Rei bangun pagi-pagi masakin ini buat papa?" tanya Eris.

Rei duduk di samping Eris. "Iya, Pa. Biar papa semangat ke kantornya. Biar semangat juga buat ngejar tante itu."

Eris tertawa kecil mendengar perkataan Rei yang sedikit menggodanya.

"Kalo gitu papa harus ekstra semangat ini, karna udah di masakin sama putra papa."

"Pa, Vino sama Vano juga bantuin abang Rei tadi. Papa nggak mau puji kita berdua juga?"

Vano mengangguk mengiyakan perkataan Vino. Mereka tidak rela hanya Rei saja yang mendapatkan pujian dari Eris, semua tenaga mereka juga membantu Rei untuk menyiapkan semuanya.

"Emang kesayangan papa tadi bantuin apa aja?"

"Vano bantuin nyusunin piring sama gelas ini tadi di atas meja." ucap Vano.

"Vino tadi nyobain masakannya abang Rei. Takutnya nggak enak, trus papa nggak suka."

Eris, Vina dan Rei tertawa mendengar perkataan Vino. Baginya itu sudah termasuk pekerjaan yang sangat bisa dibanggakan.

"Bilang aja kamu itu suka sama masakan abang, malah ngelak bilangnya takut nggak enak trus papa nggak suka." komentar Rei.

"Abang tu nggak ngerti. Vino udah ngelakuin pekerjaan yang mulia tau." sungut Vino.

"Kamu itu emang malas ngelakuin pekerjaan ringan. Dasar pemalas."

"Papa, liat abang Rei. Masak iya bos besar harus ngelakuin pekerjaan ngangkat piring, sih. Nanti nama Vino nggak bagus lagi."

Vino mengadu pada Eris. Eris tahu, cita-cita Vino itu adalah menjadi bos besar, bos yang menguasai segalanya. Eris saja heran, Vino dapat pemikiran seperti itu entah dari siapa, padahal ia tidak pernah mengajarkannya pada anaknya itu.

"Bos besar apa? badan sekecil itu mana bisa jadi bos, minum susu aja nggak mau." ledek Rei.

"Papa, liat abang Rei. Ngeledekin Vino terus, liat aja kalo Vino udah besar, nggak akan Vino kasih abang uang sedikit pun. Biar abang minta-minta sama Vino."

Vino menyilangkan tangannya di dada, ia berlagak seperti bos yang tengah memarahi bawahannya.

"Udah, ah. Mending makan daripada ngeladenin anak halu kayak kamu, Vin."

"Udah, jangan isengin adik kamu terus Rei."

Eris akhirnya angkat bicara, Rei dan Vino memang sangat suka berdebat. Tidak sama dengan Vano yang hanya bisa mendengarkan pertengkaran abang dan adiknya itu, Vano tidak suka hal yang ribet seperti itu. Entah seperti apa Vano jika sudah besar kelak, kecilnya saja dia tidak suka banyak bicara.

Ayah untuk LisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang