AUL#23

1.3K 121 4
                                    

"Tante minum air dulu, ya." ucap Rei sambil menyodorkan segelas air putih pada Dea. Dea mengambilnya dan meminumnya.

Sudah dua jam semenjak Eris pergi mencari Lisa, belum ada kabar apapun dari mereka. Rei hanya bisa menenangkan Dea, semoga sama papanya bisa cepat membawa Lisa pulang ke rumah.

Rei juga tahu rasanya kehilangan orang yang disayangi, mamanya pergi tanpa meninggalkan sepatah katapun untuk Rei karena terserang penyakit jantung.

"Tante yang tenang, ya. Rei yakin bentar lagi papa sama tante Vina bakalan bawa Lisa kesini." hibur Rei.

Lagi-lagi Dea hanya mengangguk. Ditengah kekhawatirannya, Dea melihat Vano tengah berdiri diatas tangga sambil membawa sebuah boneka teddy bear nya. Dea ingat Vano tengah demam, Dea menghampirinya dan menggendong Vano.

"Vano kenapa keluar?" tanya Dea sambil meraba kening Vano. "Panasnya udah turun."

"Vano tadi mimpi mama, mama suruh Vano bangun dan suruh keluar dari kamar." ucap Vano lemah.

Dea tersenyum. "Yaudah, kita duduk, ya. Vano belum sembuh jadi nggak boleh capek-capek."

Dea membawa Vano ke sofa, ia memangku Vano sambil mengelus-elus rambut Vano. Dengan adanya Vano, ketegangan yang ada didiri Dea sedikit menghilang walaupun fikirannya masih mengkhawatirkan Lisa.

"Demamnya udah turun, Tante?" tanya Rei.

"Udah, paling besok Vano udah sembuh." jawab Dea. "Vino masih tidur?"

Vano mengangguk, mungkin demam Vino lebih parah daripada Vano.

"Vano selalu bawa boneka teddy bear ini kalau dia lagi demam, dia nggak akan pernah lepasin boneka ini dari pelukannya sebelum Vano sembuh."

Rei mulai bercerita, ia ingin mengalihkan sedikit perhatian Dea. Dea melihat boneka yang berwarna coklat tua itu.

"Boneka ini pemberian mama Vano, ya?"

Vano mengangguk. "Iya, kalau Vano pegang boneka ini, Vano akan cepat sembuh."

"Vano sama Vino nggak pernah dapat kasih sayang dari mama, waktu itu umur mereka masih 1 tahun saat mama ninggalin kami. Boneka itu satu-satunya hadiah dari mama yang sampai sekarang masih dibawa-bawa sama Vano." jelas Rei.

Dea berfikir, nasib Lisa dan kedua anak kembar itu hampir sama, hanya saja Lisa tidak pernah tahu siapa ayah kandungnya. Mungkin takdir memang mengkehendaki Dea untuk menjadi keluarga Eris, ia bisa memberikan kasih sayang untuk ketiga anak Eris dan Lisa juga bisa mendapatkan kasih sayang dari Eris.

Dea memeluk Vano. "Kalo Vano nggak keberatan, tante bisa jadi mama Vano."

Vano menengadah dengan mata yang berbinar. "Beneran Tante?"

Dea tersenyum kemudian mengangguk. Vano pun menampakkan deretan giginya yang rapi dengan tersenyum lebar. Rei pun ikut tersenyum.

"Jadi tante udah nerima lamarannya papa?"

"Iya, tante udah yakin sama pilihan tante. Kalau tante terlalu terikat sama masa lalu nanti Lisa yang akan menderita karna tante."

"Rei harap tante juga bahagia sama pilihan tante, memilih itu harus dengan keyakinan kalau kita juga bisa bahagia."

Dea tersenyum, ia tidak menyangka anak berusia 14 tahun ini sudah mengerti tentang hal ini. Entah didikan Eris yang membuatnya seperti ini atau memang Rei adalah remaja yang lebih cepat dewasa dari kebanyakan remaja lainnya, Dea takjub melihatnya.

Saat Rei dan Dea tengah mengobrol, suara derap langkah terdengar menghampiri mereka. Dea dengan cepat menoleh kebelakang, ia melihat Eris tengah menggendong Lisa. Seketika, kekhawatiran yang dipendam Dea di depan Vano lenyap seketika.

Ayah untuk LisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang