AUL#21

1.1K 118 4
                                    

"Jadi kapan lo mau nikah sama Mas Eris?" tanya Vina sambil tetap fokus menyetir.

"Aku belum tau, Vin. Aku emang udah nerima Mas Eris, cuma aku belum tau kapan bener-bener bisa membangun kehidupan baru."

Vina menghela nafas kasar, sahabatnya ini masih saja terlalu berfikir negatif tentang dirinya sendiri.

"Lo itu sempurna, De. Nggak ada yang perlu lo khawatirin, terutama yang bakalan jadi suami lo itu Mas gue. Kalau dia nggak nerima lo apa adanya, dia nggak bakalan ngajakin lo buat hidup bersama. Gue kenal gimana Mas Eris, sekali dia nentuin pilihannya, dia nggak akan pernah menarik kembali pilihannya itu."

Dea hanya mengangguk mendengarkan perkataan Vina. Mungkin benar, tidak seharusnya Dea terlalu memikirkan kekurangannya selama orang di sekitarnya menerima semua itu.

"Mampir ke toko buah sebentar ya, Vin. Aku mau belikan anak-anak buah-buahan."

"Oke."

Vina memutar kemudinya berbelok ke arah kanan, setelah sampai di toko buah, Dea membeli beberapa buah seperti jeruk, apel dan anggur. Setelah membayarnya pada kasir, Dea dan Vina kembali melakukan mobilnya ke sekolah untuk menjemput Lisa.

Vina memarkirkan mobilnya di tempat biasa. Dea turun dari mobil, ia melihat seorang guru tengah mengunci pintu kelas. Dea tidak mrlihat Lisa dimana pun, Dea menghampiri guru tersebut.

"Bu, apa semua anak-anak sudah pulang?"

Ibu guru tersebut menoleh ke arah Dea, ia mengangguk.

"Sudah dari setengah jam yang lalu."

Perasaan Dea semakin tidak enak, tidak biasanya Lisa pergi sebelum Dea menjemputnya ke sekolah. Tapi Lisa tetap berfikir positif.

"Apa Lisa di jemput sama ayahnya Vano dan Vino?"

Bu guru tersebut mengerutkan keningnya, ia berfikir sejenak.

"Saya rasa bukan, Bu. Tadi yang jemput Lisa lebih muda dari Pak Eris, katanya keluarga ibu makanya saya biarin aja Lisa pergi sama mereka."

"Mereka?"

"Iya, tadi yang jemput sepasang suami istri. Saya lupa menanyakan nama mereka."

Dea mulai merasa sangat khawatir, Dea tidak punya keluarga di Jakarta selain bibi nya. Dea juga tidak punya kenalan seseorang yang sudah berkeluarga, ya Tuhan, kemana Lisa pergi.

Melihat Dea yang panik dari kejauhan, Vina merasa ada yang janggal. Vina juga tidak melihat Lisa dimana pun, ia pun turun dari mobil dan menghampiri Dea.

"Kenapa, De? Lisa mana?"

Air bening dari pelupuk mata Dea jatuh begitu saja, ia tidak tahu kemana Lisa pergi dan bersama siapa. Apa Lisa baik-baik saja sekarang, dimana dia sekarang. Pertanyaan itu terus terlontar di pikiran Dea, jika ia tidak menemukan Lisa apa yang akan terjadi pada hidupnya. Ia tidak bisa kehilangan lagi, sudah cukup ia kehilangan cita-cita, jangan sampai Lisa di renggut juga dari sisinya.

"Aku nggak tau. Katanya Lisa pergi sama sepasang suami istri, Vin." ucap Dea dalam isak tangisnya.

Vina menatap nyalang guru yang berada di depannya ini. "Maksud ibu apa biarin Lisa pergi sama orang asing?"

Bu guru yang di tatap dengan amarah ikut merasa khawatir dan takut.

"Sa-saya nggak tau kalau mereka itu bukan keluarga bu Dea. Saya minta maaf."

Vina memijit keningnya. "Ibu, kalau ada orang yang minta izin buat bawa anak-anak jangan di kasih gitu aja dong, liat sekarang keadaannya. Kita nggak tau dimana Lisa sekarang, mau lapor polisi pun masih belum 24 jam."

Ayah untuk LisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang