AUL#22

1.1K 134 9
                                    

Fajar membawa secangkir kopi dari arah dapur menuju ruang keluarga, ia melihat Dina tengah menggendong Lisa yang sudah tertidur pulas. Fajar meletakkan kopi itu di meja dan duduk di atas sofa.

"Capek banget keliatannya, sampai pulas banget tidurnya di pelukan kamu."

Dina menghampiri Fajar dan duduk disampingnya. "Iya ni mas. Dari tadi kerjaannya main terus, sampai lupa sama waktu, anak-anak biasanya kalau sore kayak gini emang waktunya tidur."

"Kamu suka sama Lisa?"

Dina mengangguk dan tersenyum. "Aku suka, Mas. Lisa anak yang baik, penurut dan juga pintar. Aku merasa Lisa memang anak kandungku sendiri, ingin rasanya aku cepat-cepat bisa mengadopsi Lisa."

"Kamu yang sabar, ya. Semuanya butuh proses, apalagi kita akan mengadopsi seorang anak dan tanggung jawabnya itu sangat besar."

"Iya, Mas. Aku janji akan jaga Lisa dengan penuh kasih sayang, kalau dia jadi anak kita, aku nggak akan anggap dia anak adopsi. Dia anak kita, hanya anak kita."

Melihat raut wajah Dina yang begitu bahagia, Fajar tersenyum. Mungkin ini memang jalan yang salah, tapi ia akan lakukan apapun untuk bisa membuat Dina bahagia, walaupun disisi lain akan ada wanita yang menderita karena ulahnya.

"Aku antar Lisa ke kamar dulu, Mas. Kalau dia tidur kayak gini terus nanti badannya sakit-sakit, kalo udah bangun baru kita antarkan dia ke panti asuhan."

Fajar mengangguk. Ia hanya melihat Dina menggendong Lisa dengan penuh kasih sayang menuju kamarnya, Fajar mengambil kopi dan meminumnya.

"Maaf kalo aku harus bohong sama kamu, Din. Aku cuma mau kamu bahagia, selama ini kamu sudah cukup menderita karena ulah mama yang selalu mendesak kamu untuk memiliki keturunan." gumam Fajar.

Drrtt... drrtt...

Ponsel Fajar bergetar, ia melihat nomor telepon kantor menelfonnya. Fajar mengernyitkan dahinya. Ada apa?

"Halo."

"Selamat sore, pak Fajar. Saya mau menyampaikan pesan dari seseorang, dia ingin bertemu dengan bapak sekarang juga."

"Saya kan sudah bilang, hari ini saya nggak masuk kantor. Jadi siapapun yang mau menemui saya batalkan saja, bilang padanya kalau ingin menemui saya besok saja."

"Tapi, Pak. Ini..."

Dengan geram, Vina langsung mengambil telfon itu dari resepsionis.

"Eh, pria brengsek. Tolong kembalikan Lisa pada Dea, apa nggak cukup lo buat Dea menderita selama ini? gue udah pernah bilang jangan pernah ganggu Dea dan anaknya, tapi lo nggak mau dengerin ucapan gue."

"Kamu Vina? apa yang kamu lakukan di kantor saya?"

"Jangan mengubah topik. Lisa ada sama lo kan? Gue yang ke rumah lo sekarang atau lo yang antar Lisa ke hadapan gue?"

Mendengar itu, Fajar sedikit panik. Jika mereka benar-benar datang ke rumah, Dina akan mengetahui semuanya. Untuk saat ini hanya ada satu pilihan, ia akan membawa Lisa kembali pada mereka.

"Oke, saya akan bawa Lisa. Kamu tunggu saya di kantor." Fajar mematikan sambungan telfonnya.

Ck. Fajar berdecak. Ternyata rencananya tidak berjalan lancar seperti yang ia inginkan. Fajar berjalan menuju kamarnya, ia melihat Dina tengah mengusap-usap punggung Lisa.

"Mas mau bawa Lisa pulang ke panti sekarang."

"Loh? kenapa tiba-tiba sih, Mas? tunggu Lisa bangun dulu baru kita antar dia. Kasihan kalau tidurnya keganggu nanti."

Ayah untuk LisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang