AUL#08

1.6K 143 6
                                    

"De, gimana sama mas gue? lo tertarik nggak?" tanya Vina.

Dea tidak menjawab pertanyaan Vina dan tetap fokus pada makanannya. Pertanyaan bodoh dari Vina tidak perlu untuk dijawab.

Vina mendengkus kesal, bagaimana caranya supaya Dea mau membuka hatinya kembali untuk seseorang. Vina harus menyusun rencana agar dia bisa berhasil menyatukan kakaknya dengan Dea.

"De?"

"Hmm?"

"Mas gue ganteng nggak?"

Dea menatap Vina tanpa minat, kemudian bergumam sambil mengangguk.

"Berarti lo tertarik, kan sama abang gue?"

Dea menghela nafasnya kasar. Sebelum pertanyaan Vina ia jawab, temannya ini tidak akan pernah menyerah untuk menanyakan hal yang sama berulang kali.

"Kamu mau aku jawab jujur apa enggak?" tanya Dea balik.

"Terserah elo. Gue udah tau jawaban apa yang bakalan lo kasih." jawab Vina enteng.

"Yasudah, aku nggak perlu jawab. Toh, kamu juga udah tau."

Dea kembali melanjutkan makan siangnya. Setelah ini ia akan bekerja kembali demi mendapat pundi-pundi rupiah untuk buah hati yang sangat di sayanginya.

"Nggak asik banget, sih."

Vina juga melanjutkan makan siangnya, sahabatnya ini sangat menyebalkan. Vina memperhatikan Dea, ia tidak tahu harus memasang perasaan seperti apa. Vina sangat merindukan sosok Dea yang dulu, yang selalu ceria dan heboh sekitarnya.

Vina tidak bisa berbuat apa-apa. Andaikan saja dulu ia memaksa untuk mengantarkan Dea pulang ke rumahnya, kejadian seperti dulu itu tidak akan pernah terjadi.

"Ngapain kamu liatin aku kayak gitu?" tanya Dea yang diperhatikan oleh Vina dengan lekat.

Vina menggeleng."Nggak. Gue minta maaf, De."

Vina mengernyitkan keningnya, tidak mengerti. "Untuk apa? perasaan kamu nggak ada buat kesalahan, deh."

"Ah, udahlah. Gue cuma mau minta maaf doang, emang kalo orang nggak salah nggak boleh minta maaf."

Vina tidak ingin menambah beban fikiran Dea. Ia juga tidak ingin mengingatkan Dea tentang kejadian yang sudah menghancurkan hidupnya itu. Dan Vina tau, sampai detik ini pun Dea tidak pernah bisa melupakan hal tersebut.

"Aneh kamu. Cepat habisin makanannya, aku mau balik ke kantor. Habis ini aku ada pekerjaan sama pak Eris tentang iklan yang akan aku buat."

"Iya, iya."

Setelah selesai makan siang, Dea dan Vina kembali ke kantornya.

"De, besok, kan libur, nih. Gimana kalo kita pergi main." Vina memberi pendapat.

"Mau main kemana?" tanya Dea.

"Gimana kalo ke taman bermain. Lo bawa si imut Lisa, nanti gue bawa ponakan gue. Si kembar minta pergi liburan, katanya Lisa harus ikut sama mereka."

"Iya, aku juga pengen ajak Lisa pergi main. Kasian dia nggak ada pergi main, dia juga masih anak-anak." ucap Dea.

"Oke, kalau gitu besok gue jemput lo ke rumah, ya. Jam 9 pagi. Jangan telat."

"Iyaa."

Dea mengemasi beberapa berkas dan sebuah flashdisk, kemudian ia berdiri dan meninggalkan kubikelnya menuju ruangan atasannya.

Vina tersenyum licik. Ia memangku tangannya di dada.

"Kita tunggu permainan besok." gumamnya.

****
Dea mengetuk pintu beberapa kali. Setelah ada suara yang menyuruhnya untuk masuk, Dea membuka pintu ruangan atasannya. Dea melihat Eris tengah berbincang dengan sekretarisnya, Dea tidak ingin menganggu dan duduk di atas sofa sampai atasannya itu selesai berbicara.

Ayah untuk LisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang