Rain

37 5 0
                                    

(Rain)
"Banyak kata indah yang terinspirasi oleh hujan, tetapi tidak denganku yang mulai membencinya. Rindu dan kenangan selalu berhasil mengalir bersama air mata yang berusaha tertahan"
_________________________

 Rindu dan kenangan selalu berhasil mengalir bersama air mata yang berusaha tertahan"_________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

****
Malam disela rintik gerimis yang kian menderas. Aku terjebak dihalte bus. Senyap, lindap dan langit kian mengelap oleh mendung yang menyergap.

Hampir jam 11 malam, namun hujan belum juga mereda. Angin kian mempercepat tiupanya di antara daun pucuk merah yang gugur. Hal yang paling menyebalkan, aku lupa membawa mantel dan jaketku tertinggal. Ini terlalu dingin untuk diterobos. Setidaknya aku sadar kondisi tubuhku tidak sesehat dulu lagi. Tiba-tiba aku merasa ingin hidup lebih lama, sebuah hal yang aku ingin cepat mengakhirinya beberap waktu belakangan ini.

Waktu berlalu namun hujan enggan pergi. Tolong mereda lah lima menit saja, aku bosan disini terlalu lama. Disaat yang tepat ponselku juga batrainya tinggal 2 persen.

"Kalau gak berenti dalam beberapa menit, gue terobos aja kali ya"

Ucapku sedikit menggigil.

"Bodo amat lah mau sakit juga, toh udah terbiasa disakiti"

Itu gak curhat, aku biasanya kuat kok hujan-hujanan. Beberapa bulan sebelum aku di vonis mengidap satu penyakit yang membutaku down dan disaat yang tak berselang lama, aku kehilangan seseorang yang dulu sempat berarti bagiku. Aku sudah melupakanya, namun hatiku masih sedikit sakit olehnya. Iya raga dan jiwaku sakit disaat bersamaan. Itulah kenapa aku menjadi agak aneh dengan memilih berteduh daripada menatang hujan.

"Fiuhhhh, hujan dan semua kenangan nya"

Tetes hujan terakhir kini menerpa atap halte yang menaungiku lebih dari satu jam. Hanya sisa-sisa air yang menetes pelan disela atap berangka besi itu. Aku mendekap hangat dadaku dan menghela napas pelan lalu melanjutkan perjalanan.

"Wussssh.."
Angin segera meresap sedemikian dalam di tubuhku yang hanya menggunakan kemeja putih berbahan tipis. Gigiku beradu cepat menahan dingin yang kini mengetarkan tubuhku secara perlahan.

****
23:59
Rumah hening yang asri karna dikelilingi hutan bambu rimbun disekitarnya.

Suasanaya cukup mencekam dan terletak sekitar beberapa kilometer dari pinggir jalan utama. Untuk sekarang sepertinya hanya aku yang ada disini, maksudku yang benar-benar manusia. Semua penghuni telah pulang kampung untuk menyambut puasa bersama keluarganya. Aku juga sebanrnya bisa, tapi gak tau kenapa lebih nyaman disini saja.

"Fiuhhhh, seperti biasa, suasana yang gak pernah berubah, mau rame atau gak, tetap aja gue merasa kesepian"

"Kreeek.."
Suara pintu kamarku yang kubuka perlahan setelah mengunci gerbang dan masuk kedalam.

"Dingin banget. Gue keknya bakal demam, mana besok kerja lagi"

Sembari melempar ranselku ke atas kasur dan menuju kamar mandi untuk mengisi bathup dengan air hangat.

Virtual (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang