Unbelievable thing

69 35 8
                                    

Nggak kok, saya mau abandon yang lain dulu

WP LEBIH MENGGIURKAN UNTUK DIGANTUNG

HAHAHHAHA

Saat Nilam sedang melangkahkan kakinya dengan pelan menuju ranjang rumah sakit, mata perawat itu langsung menoleh kearahnya dan mengecek keadaan.

Dan sesuai yang diduga, badannya penuh dengan darah.

"Darimana kamu? Kenapa badanmu penuh darah dan... Hngghh, bau amis. " kata sang perawat yang memandang Nilam dengan tatapan tajam, karena hidungnya sudah tak nyaman dengan bau yang sudah menusuk hidungnya berkali-kali.

"Hmmm, aku dari... " ucap Nilam sambil meletakkan jari jari Mungilnya di dagu.

"Kamu darimana? Cepat jawab atau saya mandikan kamu di kamar mandi ujung. " ucap suster dengan senyum yang lebar, selebar wajahnya seakan ingin berkata. "CEPAT PERGI DAN MANDI, Atau kubunuh kau! " Mungkin itulah yang ingin dikatakan dengan ekspresi wajahnya.

"Jalan-jalan kok sus, gak kemana- mana. "

"Beneran? Awas kalau kamu bohong ya, saya... "

"A-ADUHHHHH, SUSTERRRR... Pe-perut saya sakit banget. Boleh ambil air panas gak suster? " ucap Nilam sambil memegang perutnya yang seperti diaduk-aduk.

"I-iya deh, tunggu dulu. " ucap suster itu yang langsung beranjak dari sekitar ranjang Nilam dan pergi keruang kerja.

Setelah beberapa lama suster itu pergi, Nilam memandang kesekitar sambil kedua tangannya langsung ia rentangkan dan ia tutupi.

"Ahhhh... Kenapa harus ditanya sih, kan jadi ribet semuanya? " Pikirnya dalam hati sembari bajunya ia buka supaya baju anyir darahnya tak tercium.

"Ah iya... Pak polisi itu gimana ya nasibnya? " tanya Nilam didalam hati, dan baju rumah sakit yang tadinya berbau anyir sekarang sudah cukup wangi.

Walaupun pada dasarnya bau darah karena tubuhnya juga terendam darah lama, itu tidak ia pedulikan. Dan ia langsung pergi untuk membuat suatu hal yang setidaknya bisa melegakan dan mengusir hal-hal yang tak perlu terjadi.

"Dimulai dari... Sini, " tukasnya sembari menunjuk tempat dipeta kecil buatannya yang ada dari darah bekas.

"MARI KITA MULAI!" serunya sambil bangkit dari lantai dan menghapus peta bekas darah itu dengan selimut rumah sakit

------------------------------------

Sementara itu, Terto yang panik dan hilang kendali mulai berjalan tak karuan. Wajahnya yang sudah tak lagi tenang dan keadaan yang tak kondusif membuatnya dalam stress dan depresi.

"PERGI... PERGI KALIAN SEMUA, JIKA KALIAN MENGAMBIL FOTO ATAU DENGAN BERANI MEREKAM KEJADIAN INI DIHADAPAN SAYA. SALAH SATU NYAWA KALIAN, BERSIAPLAH. Akan hilang! " teriak Terto kepada orang-oranv di sekitarnya.

Tetapi orang-orang disana merupakan orang berkepala batu, yang tak mau mendengar perkataan orang lain.

Nafas Terto yang terus berlomba untuk keluar dan masuk semakin membuat pikirannya sempit dan menjadi orang gila.

"AKU BILANG JANGAN MEREKAM! " ucapnya dengan kencang, yang membuat semua orang yang tadinya memegang ponsel menjadi diam dan tak merekam lagi.

"Ahhh, akhirnya dunia ini tenang. " Sembari ia mengatur nafasnya, matanya yang membulat ia tutup dan buka supaya batinnya tidak bergumul dan kacau lagi.

Tetapi saat ia sudah hampir tenang, bunyi sirene mobil terdengar sangat kencang memasuki halaman rumah sakit.

NGIUNGGGG... NGIUNGGGG

"Ya, ada apa pak? " ucap Terto yang langsung merapikan rambut dan pakaiannya, karena pada dasarnya ia memang polisi.

"Selamat siang, saya mendengar tadi ada laporan tentang orang gila yang berkeliaran di rumah sakit. Apakah kabar itu benar? " tanya seorang dari rombongan polisi berbaju abu-abu itu.

"Kabar itu benar pak, dan untungnya saya sudah mengatasi hal tersebut. " ujar Terto yang memasang wajah dan datar, supaya setidaknya dia tidak dicurigai.

"Ah baiklah... Eh, tetapi tunggu dulu. Bagaimana caranya seorang polisi datang, jika mobil polisi tidak ada disini? Coba jelaskan kepada saya, detektif, " tukas sang petugas polisi yang memandang sang detektif dengan tatapan tajam, dan sedikit senyum kecil tercetak di wajahnya.

"Hmmm, saya tadi diantara kesini pak... Menggunakan mobil salah satu teman saya untuk mengecek seorang pasien. " ucap Terto sambil wajahnya tetap datar, tetapi deru nafas dan rima jantung tak akan bisa membohongi.

Jantungnya terus berdetak dengan kencang, rasanya Terto ingin sekali menyuruh jantungnya memelankan detak yang terdengar cepat. Tetapi tentunya itu tak bisa dilakukan.

"Apa boleh saya tau... Anak mana yang bapak tangani?" tanya petugas polisi itu kepada Terto, dan untungnya ia tak sulit untuk menjawab pertanyaan ini. Tetapi petugas itu langsung berdeham panjang.

"Tidak usah dijawab, nanti saya tanya kepada perawat dan dokter didalam. Terimakasih atas laporannya, selamat...siang." ucapnya yang langsung berlalu dan masuk ke dalam rumah sakit untuk menanyai resepsionis tentang orang yang sedang ia tanyai.

"Hahhh...Pergi kalian semua, dan jangan muncul lagi dari hadapanku." dan semua orang yang disana langsung pergi, tetapi dari wajah mereka terlihat seperti mayat hidup.

Mereka masih memiliki hati, tetapi berlagak seperti tak memiliki jiwa didalam dirinya.

"Hahhh, akhirnya mereka pergi dari sini, bisa-bisa aku terkena serangan panik dan... Ya, begitulah. " ucapnya yang langsung menyelaraskan deru nafas dan juga rima jantung yang berdetak lebih dari orang normal.

TRAKKK... TRAKKKK... TRAKKK

"Ahhhh, sepertinya orang berpendidikan tertinggi tak akan bisa melakukan hal ini kepada manusia biasa sekalipun. " ucap seorang pria dari balik kerumunan orang yang berjalan layaknya mayat hidup.

Ia terlihat aneh dengan kacamata hitam, terutama di siang bolong.

"Siapa kau? Apakah kau juga wartawan asing yang menyebarkan berita-berita dan berlagak layaknya reporter profesional? " tanya Terto yang menatapnya dengan tatapan tajam.

"Sepertinya bapak detektif melupakan tentang penyelidikan kasus. Jadi, bagaimana Detektif Terto? " tanya pria dengan wajah datar, tetapi saat kacamata hitam itu dibuka. Terto yang tadinya wajahnya cukup tegang menjadi rileks.

"Ahhh... Bapak rupanya. "

Bersambung

OKE GAIS, MAAPKEUN ISINYA AGAK BEDA SAMA YANG KEMAREN. SOALNYA PARTNYA KEAPUS DARI LAPTOP

NilamWhere stories live. Discover now