06. Bukan yang Pertama

27 21 1
                                    

Jam istirahat kedua, Nusa menyeret Arar dan Risnu menuju kantin dengan segenap perasaan kesal yang meluap-luap. Karena ulah mereka, Nusa yang sebenarnya sudah merasa lapar sejak jam istirahat pertama harus menahan lapar lebih lama hingga jam istirahat kedua tiba. Itu semua karena insiden di depan Lab Biologi.

"Jadi, lo berdua beneran belum ke kantin?" tanya Nusa memastikan, melepas rangkulan di pundak Arar dan Risnu.

Arar menghela napas panjang."Belum, Sa. Setelah bantuin Pak Rejo bersihin lantai bekas tumpahan cat, kita malah jadi harus ngepel sepanjang koridor lab. Biar pun sering bikin lo emosi, kita selalu menjunjung tinggi solidaritas dan setia kawan. Ya, nggak Ris." Arar menoleh sekilas ke arah Risnu yang melangkah di samping kiri Nusa. Kali ini Nusa melangkah di antara keduannya, tidak ingin insiden jilid selanjutnya terjadi.

"Gimana sama murid itu, Sa. Dia nggak papa?" Risnu bertanya penasaran, teringat Nusa yang mendadak menghilang setelah insiden.

Tapi belum Nusa menjawab rasa penasaran Risnu, Arar dengan nada kesal lebih dulu menyahut,"Lo sih enak, Sa. Bisa berduaan sama tuh cewek, lah sedangkan kita, capek karena harus ngepel sepanjang lab." 

Mendengar itu Nusa dengan gerakan tiba-tiba merangkul tubuh Arar dan mencengkeram bahunya kuat-kuat."Siapa suruh bercanda di koridor, sampai bikin gue nabrak Pak Rejo."

Arar melepas cengkraman tangan Nusa di bahunya, menghindar beberapa senti."Ya, itu kan musibah. Siapa juga yang tahu dah siapa juga yang mau."

"Ya, sama kalau gitu. Gue nolongin cewek itu. Ya, itu kan takdir. Siapa juga yang tahu, tapi yang jelas gue sih mau," ucap Nusa membuat Arar mendengus malas.

Tapi sedetik kemudian raut wajah Arar sudah cerah lagi, seperti mendung lalu tiba-tiba panas."Jadi gimana, lo udah kenalan sama dia?" Arar bertanya dengan semangat, seolah lupa jika beberapa detik lalu dia telah di salahkan atas insiden di depan lab.

Kantin terlihat ramai saat mereka tiba, tapi lebih lenggang dibanding istirahat jam pertama. Beberapa siswi, adik kelas sesekali menunduk tersenyum saat mereka melintas. Mereka bertiga berjalan gontai menuju meja favorit di dekat instalasi besi berpola dengan tanaman sulur yang tumbuh merambat.

"Tangan kanannya berdarah, jadi gue bawa dia ke UKS. Kayaknya nggak sengaja kesenggol pengait besi pintu lab. Waktu gue mau beliin seragam rok baru, dia tolak, katanya itu bisa dibersihin." Nusa menjawab pertanyaan Risnu lalu duduk.

"Kaya biasa, Ris." Nusa sedikit berteriak pada Risnu yang sudah melangkah menuju salah satu kios setelah mendengar jawaban Nusa. Risnu tanpa menoleh mengangkat jempol.

Arar yang duduk di depan Nusa masih menunggu. Membuat Nusa yang melihatnya berkerut bingung."Lo gak makan?"

"Jadi, lo kenalan sama dia, nggak? Dia cantik, Sa." Arar menaik turunkan kedua alisnya.

Pertanyaan Arar yang sebenarnya penting tidak penting tapi membuat Nusa sadar, dia tidak mengajak gadis itu untuk berkenalan, dia hanya tahu namanya dari papan nama di seragam yang sebenarnya tidak sengaja dia lihat. Mereka tidak saling berkenalan, jadi Nusa tidak tahu gadis itu ada di kelas apa dan kelas berapa. Tapi Nusa mungkin bisa menebak apa jurusan kelasnya, anak IPA.

Nusa menggeleng sebagai jawaban atas pertanyaan Arar, membuat Arar mendengus lirih.

"Kebiasaan lo, Sa. Nggak gercep." Arar terdengar jengah, menatap keadaan sekitar kantin. Nusa tidak peduli, toh dia sudah tahu nama gadis itu. Masalah sudah selesai, jadi apa yang perlu diributkan atau diharapkan.

Risnu datang membawa nampan dengan dua mangkuk bakso dan satu botol air mineral dingin.

Arar yang melihat itu mendadak memasang raut wajah bingung yang bercampur kesal."Kok cuma dua, gue juga sekalian, RISNU!" Arar gemas sendiri.

Nusa ( N ) TaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang