01. Ingkar Janji

43 25 19
                                    

Minggu, 1 Februari

"Kalian tahu, apa yang membuat Beni selalu ingin pulang setiap kali ingat rumah?" Laki-laki berjaket katun hitam itu bertanya dengan raut wajah cerah, melepas jaket hitamnya sebelum duduk, lalu menyampirkannya di bahu kursi.

Perempuan paruh baya yang tepat duduk di samping kirinya terlihat sibuk mengambilkan nasi ke dalam piring-piring."Pasti Mama, dong."

"Salah, tapi benar. Tapi jawaban itu kurang tepat." Laki-laki bernama Beni itu menggeleng mantap.

"Nusa Putra Bimanyu?" Beni beralih bertanya menatap remaja laki-laki berkaos putih yang duduk tepat di hadapannya-adiknya yang pertama.

Cowok berkaos putih yang dipanggil Nusa terlihat berpikir sejenak dengan kening berkerut."Yang membuat Bang Beni selalu ingin pulang ketika ingat rumah adalah ... Mbak Okta pasti. Penjaga konter Indo Call di depan itu kan? Setiap Nusa ke sana pasti dia nanyain Bang Beni."

Mata Beni melotot lebar mendengar jawaban itu tapi kemudian menggeleng lagi."Salah, mungkin itu ada di daftar paling bawah. Tidak tepat sama sekali."

"Tapi Sa, itu bener dia sering nanyain gue?" Beni memelankan suaranya menatap Nusa, seolah tidak ingin di dengar yang lain.

Empat orang yang ada di meja makan sontak melirik Beni dengan tatapan aneh. Merasa aneh ditatap begitu Beni berdeham pelan lalu dengan cengirannya dia beralih menatap seorang gadis yang duduk tepat di samping Nusa-adiknya yang kedua.

"Tari Putri Bimanyu, punya jawaban?" Gadis berkaos lengan panjang merah maroon itu menatap malas Kakaknya. Dia menerima uluran tangan Ibunya yang menyodorkan sepiring nasi sebelum menjawab.

"Yang membuat Kak Beni selalu ingin pulang ketika ingat rumah adalah pasti cakaran si Belang. Kucing tetangga yang suka masuk rumah karena Kakak prank. Dipus-pusin seolah mau dikasih makan, giliran si Belang datang malah dikasih ketawa. Si Belang marah, dicakarlah Kak Beni terus langsung kicep," jawab Tari tanpa jeda dengan tawa yang tidak bisa dia tahan lagi. Setiap kali mengingat kejadian itu yang hanya dilihat oleh dirinya saja, Tari selalu ingin tertawa.

Beni dengan tampang masam menatap adiknya malas."Disuruh jawab yang bener, malah bongkar aib Kakak sendiri."

Nusa dan kedua orang tuanya hanya menggeleng pelan dengan tertawa lirih.

"Papa Bimanyu, dipersilahkan menjawab." Secepat kilat Beni sudah menoleh dengan raut yang sudah kembali cerah menatap pria paruh baya berkaca mata yang duduk di bagian lebar meja, tempat duduk para pemimpin.

"Itu pasti keluarga. Udah ya, kapan kita makannya. Papa udah lapar nih." Papanya menjawab cepat, kemudian matanya beralih menatap ke aneka masakan di atas meja dengan tidak sabar.

"Nah itu dia!" Semua mata menatap Beni dengan perasaan lega. Tapi kemudian. "Tapi masih kurang tepat," lanjutnya yang sontak membuat Nusa seketika mengangkat sendok, Tari melotot kesal, dan kedua orang tuanya menghela napas panjang.

Beni menyengir."Oke-oke, santai semuanya. Melihat kondisi yang sepertinya tidak kondusif." Beni mengangkat kedua tangannya seolah menenangkan."Jadi, yang membuat aku, Beni Bimanyu selalu ingin pulang ketika ingat rumah adalah ... meja ini. Bukan mejanya, apalagi taplak, tapi apa yang ada di atas meja ini. Yaitu masakan Mama Lestari. Mama selalu memasak setidaknya lima masakan khas Nusantara. Dan itu selalu membuat Beni seperti sedang keliling Indonesia. Tidak ada di mana-mana, hanya ada di sini, di rumah keluarga Bimanyu." Beni tersenyum bangga menjelaskan."Thank you, Ma."

Kali ini semuanya mengangguk setuju, perempuan paruh baya, Mama Lestari di balik semua hidangan di atas meja mengulas senyum dengan sorot mata terharu."Terima kasih, Ben. Selagi Mama sehat, Mama akan selalu menyajikan makanan terbaik, terenak untuk kalian semua."

Nusa ( N ) TaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang