Bona tersenyum lebar menyambut pelototan Nilla dari balik kaca matanya. Nilla tak enak hati karena selalu merepotkan Bona.
"Nggak usah, Bon," tolak Nilla halus.
"Santai, Nill. Ayo, duduk." Bona duduk lebih dulu.
Selalu saja Bona mengulurkan tangan saat ia sendiri atau kesusahan. Entah Nilla yang bodoh atau bagaimana, hatinya tak bergetar dengan semua kebaikan Bona.
Nilla hanya bisa mendesah dan mengikuti di belakang. Matanya tidak bisa lepas dari gerak gerik Bona. Dia duduk di sebelah Violet. Sedang Bona memosisikan diri di depan gadis kecil itu.
"Vio, kenapa nggak dikucir rambutnya seperti biasa? Kamu nggak gerah?" tanya Nilla sambil mengelus rambut anak itu.
Violet menyeka anak rambut yang menempel di pelipis dan dahi karena basah dengan keringat. AC yang berembus di kantin enggan menyejukkan hawa gerah kota Surabaya. "Papi nggak sempet ngucirin. Mbak Des lagi pulang. Oma sakit. Opa nggak bisa." Mulutnya maju ke depan mengadukan semua pada Nilla.
"Sini, Kakak kucirin," kata Nilla sambil mengambil sisir dan pita rambut dari dalam tas yang ia letakkan di kursi sebelahnya.
Bona terkesiap melihat interaksi Nilla dan Violet. Wajah datar itu lenyap berganti dengan senyum manis yang menggetarkan hati lelaki itu. Raut tanpa ekspresi saja sudah mampu membuat Bona deg-degan, apalagi saat Nilla tersenyum manis dengan menggemaskan seperti itu.
Ternyata yang terpesona tak hanya lelaki muda berdarah Batak itu. Dari jauh Bieru yang bergegas menyusul putrinya ke kantin karena hendak diajak pulang, terkesiap. Dosen muda itu memperlambat langkah. Matanya tertuju pada gerak-gerik Nilla yang sedang menyisir rambut.
Jakun Bieru naik turun. Ia menggeleng berulang, menepis rasa terpesona. "Bieru, sadar! Nilla itu sudah seperti anakmu! Mahasiswamu!Jangan jadi pedofilia!"
Mata Violet yang sedang dikucir oleh Nilla melebar melihat sang papi yang berjalan ke arahnya. "Papi!"
Nilla melirik. Ia terkesiap, tapi tangannya terlanjur memegang ujung rambut yang sudah dikepang
Nilla buru-buru menekuk kepangan dan mengikatnya lalu mempermanis dengan ikat rambut berhias strawberry yang belum sempat ia pakai.
Violet melambai, mengajak Bieru duduk bersama. Bieru pun akhirnya berdiri di depan Nilla.
"Papi, lihat kepanganku. Cantik nggak?" tanya Violet memutar kepala untuk menunjukkan kuciran.
"Cantik," sahut Bieru canggung. Dia tidak enak dengan pandangan para mahasiswa yang ada di foodcourt itu. "Ayo, pulang," ajak Bieru kemudian.
"Makan dulu, Pi. Kak Nilla udah mesenin maem."
Bieru melirik ke Nilla yang tampak sibuk memasukkan sisir di tasnya. Awalnya lelaki itu akan memaksa Violet pulang, tapi saat makanan sudah datang, mau tidak mau ia mengurungkan niatnya. Dengan terpaksa Bieru melepas cangklongan tas Frozen dan meletakkan di atas meja. Ia duduk di sebelah Bona.
Mata Violet membulat saat nasi goreng seafood tersaji di depannya. "Papi mau?"
"Vi makan dulu aja." Sebenarnya air liur Bieru terangsang. Tapi sejak menjadi dosen dia jarang menginjakkan kaki di kantin. Ia memilih pesan antar dan memakannya di ruang dosen.
"Dokter nggak makan?" tanya Bona yang kurang nyaman ada dosen killer di sebelahnya.
"Nggak. Kenyang. Kalian makan aja." Bieru berdusta. Padahal perutnya bergolak saat mencium aroma lezat nasi goreng seafood favoritnya di kantin ini.
"Kakak, suapin dong." Violet mengerjap sambil menarik lengan Nilla.
Nilla menatap Bieru meminta persetujuan. Bieru menggeleng tapi anak kecil itu menarik lengan kemejanya. Sementara Bona merutuk dalam hati karena ulah Violet yang manja.
![](https://img.wattpad.com/cover/239996255-288-k545825.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Duren Mateng (Completed-KBM&KK)
Romance"Nill, menikahlah denganku dan jadilah mami bagi Violet." Permintaan Alexander Bieru Sagara itu bagai durian runtuh. Dosen Anatomi yang berpredikat "Duren Mateng"-Duda Keren, Mapan dan Ganteng-dan menjadi incaran para mahasiswi Fakultas Kedokteran i...