⚘17. Lamaran Pagi⚘

1.8K 302 44
                                    

Hayoo, siapa yang nungguin apdet Bieru n Nilla? Othornya terhura karena Bieru n Nilla dicayank reader. Sekali lagi Dee ingetin, klik bintang n kasih jejak cinta kalian ya. Tengkyu zeyenk😘😘

Btw, di KBM dan KK udah tamat🙈

💕💕💕

Bieru masuk ke dalam kamar. Ia berniat melepas gendongan Violet di pangkuan Nilla. Namun, gadis kecil itu menggeliat sehingga Nilla terjaga. Saat itu wajah mereka cukup dekat, karena posisi Bieru membungkuk. Ia bisa memindai mata almond yang terbuka perlahan. Mata cantik yang selama ini tersembunyi di balik kacamata itu ternyata mempesona.

“Sorry, aku mau mindahin Violet.” Tapi, saat Bieru hendak mengangkat Violet, tangan anak itu memegang erat baju Nilla dan mendhusel-dhusel dada Nilla.

“Nggak usah, Dok. Saya gendong aja. Lagian Violet udah pewe.” 

Bieru mengerjap. Mereka saling bertatapan. 

“Atau Dokter mau tidur? Biar saya pindah." Nilla mulai bergerak turun.

“Nggak. Mana bisa tidur kalau Violet sakit.”  Bieru akhirnya menegakkan badan lalu menarik kursi dan duduk di sana.

Bieru duduk dengan canggung. Padahal, kalau dipikir-pikir, kamar itu adalah kamarnya. Suasana semakin janggal karena di atas kepala ranjang tergantung foto pernikahannya dengan Ella sementara ada gadis lain yang duduk di tempatnya tidur.

Bieru mengedarkan pandang. Otaknya berputar mencari topik. Penerangan yang remang-remang karena Aruna memang sengaja menghidupkan lampu tidur agar Violet lekas terlelap itu membuat Bieru merasa tak nyaman. Terlebih ia berada di kamar dengan gadis yang tak ada hubungan apapun dengannya. 

Namun, herannya Nilla seolah tidak terpengaruh sama sekali. Ia masih duduk di tempatnya sambil terkadang memejamkan mata. Sementara tangan kanannya menepuk pantat Violet dan tangan kirinya mengelap dahi putri sang dosen yang berkeringat.

Bieru akhirnya memilih duduk di samping ranjang sementara matanya tetap tertuju menatap sang putri, walau sesekali melirik Nilla yang terlihat mengantuk dan lelah.  

Kesunyian di dalam kamar itu rasanya mencekik jiwa. Bunyi detikan jarum jam itu seperti bunyi detikan bom waktu yang siap meledak. Sekali lagi lelaki itu keheranan karena Nilla bersikap biasa saja. 

“Dokter, istirahat saja. Sepertinya semalam Dokter belum tidur. Biar saya jaga Vio.” Suara Nilla akhirnya memecah keheningan.

Seketika hati Bieru menghangat. Beginikah kalau beristri? Bisa berbagi beban dan kesulitan? Tidak menanggung semua sendiri? 

“Nggak. Justru aku nggak enak. Violet itu anaknya siapa, malah yang repot siapa?” celetuk Bieru membuat Nilla terkekeh. 

Tawa kecil Nilla itu sontak mempercepat degupan jantung sang lelaki dewasa. Tarikan bibir yang mengukir tawa itu membuat wajah Nilla sangat cantik dan manis.

Bieru menggigit sudut bibirnya dan menghela napas panjang untuk menguasai gejolak di dadanya. “Nill, maaf ya. Aku pikir kamu udah pulang tadi. Ehm, aku tadi ke IGD nganter mamanya Ore.” Bieru memijat tengkuknya mengalihkan rasa tak enak hati. Ia juga merasa aneh, kenapa harus menjelaskan semuanya. 

“Nggak papa, Dok. Tadi Tante Aruna udah bilang kalau Mama Mertua Dokter sakit,” jawab Nilla dengan senyuman tipis. 

Bieru mengerjap. Ia merasa akhir-akhir ini wajah datar Nilla lebih sering mengurai senyum. Benar kata Nilla, kalau dia kebanyakan senyum, Bieru akan kelabakan sendiri.

Namun, mendengar kata “mama mertua” dari bibir Nilla, entah kenapa Bieru merasa seperti om-om beristri yang kegatelan. 

“Kenapa kamu nggak pulang?” tanya Bieru iseng dengan suara serak.

Dear, Duren Mateng (Completed-KBM&KK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang