"Nill, menikahlah denganku dan jadilah mami bagi Violet."
Permintaan Alexander Bieru Sagara itu bagai durian runtuh. Dosen Anatomi yang berpredikat "Duren Mateng"-Duda Keren, Mapan dan Ganteng-dan menjadi incaran para mahasiswi Fakultas Kedokteran i...
Bieru masih mengecek proposal penelitian mahasiswanya yang lain, saat pintu ruang dosen terbuka. Deriknya berkumandang di semua sudut ruangan yang hanya dihuni oleh dirinya.
"Papiii!!" Seruan Violet membuat senyuman Bieru terurai. Namun, satu detik kemudian tarikan bibirnya memudar ketika melihat Nilla ada di belakangnya.
Violet berlari menghampiri Bieru. Gadis kecil itu mengernyit dengan bibir mengerucut. "Ih, Papi kok diam aja dipanggilin? Mukanya jelek banget! Mana senyumnya?" Tangan kecil itu menarik pipi Bieru agar bibirnya tertarik membentuk senyuman.
Namun, alih-alih membentuk garis senyum, yang tergambar justru bibir yang mirip boneka Sesame Street yang panjang.
Dosen dan mahasiswa itu bersirobok. Wajah Bieru memerah, sementara Nilla mengerjap melihat wajah aneh karena pipi yang ditarik Violet.
"Vio, jangan begini, ah!" Bieru menepis pelan tangan sang putri. "Besok nggak boleh ikut lagi loh!"
"Lagian Papi ilang senyumnya. Vio nggak suka Papi cemberut, nanti cepet tua. Cepet mati. Nanti Vio sama sapa?" Violet mulai memanyunkan bibirnya.
Nilla mengulum senyum. Dia melipat bibir sambil memalingkan wajah. Tapi, tetap saja matanya dengan nakal melirik reaksi Bieru yang tak berkutik di depan putri cerdasnya.
"Papi kan masih muda. Nggak secepet itu mati. Papi mau nemenin Vio sampai besar."
"Sampai Violet menikah?" Mata Violet melebar. Dia sangat menyukai pernikahan. Otak kecilnya membayangkan upacara pernikahan seorang putri dan pangeran di seri putri-putri Disney.
"Iya. Pastilah!" Bieru melingkarkan tangan kekarnya di tubuh Violet dan menghadiahi gadis itu dengan kecupan di pelipis.
Nilla terkesiap dengan polah ayah dan anak itu. Dia tidak menyangka sosok Bieru yang killer dan tegas pada mahasiswanya adalah tipe ayah penyayang. Seketika gadis itu menggigit sudut bibir kiri dengan meremas map yang ia peluk di depan dada. Matanya di balik kaca mata mengerjap mengusir rasa panas karena teringat dengan bapak yang sangat mengasihinya.
Bieru mendongak. Awalnya dia rikuh karena citranya sebagai dosen killer buyar di depan Nilla. Namun, melihat mata Nilla memerah, ia mengerutkan alis.
"Nill, makasih udah nemanin Violet. Maaf ngrepotin." Bieru bingung mengatur ekspresi. Haruskah dia tersenyum. Atau justru menampakkan wajah datar seperti biasa.
Kala mendengar suara Bieru, Nilla menghirup napas dalam-dalam. Dia menoleh sambil tersenyum tipis. "Nggak papa, Dok. Violet anaknya manis kok. Nggak bikin repot sama sekali."
Mata Bieru tak bisa mengerjap. Senyum tipis di wajah Nilla itu begitu manis di mata lelaki dewasa itu.
"Ehm, proposalmu sudah sempat saya koreksi. Tapi ada beberapa yang perlu diperbaiki. Sepertinya jadwal saya seminggu ini full. Kalau mau konsultasi, kamu bisa ke rumah." Bieru memiringkan badan, merogoh sesuatu dari saku belakang celana. Dikeluarkannya dompet lalu ia menarik sebuah kartu nama.
"Ini kartu nama saya. Ada alamat dan nomor telepon. Kamu bisa ke rumah malam nanti untuk bimbingan. Karena seminggu besok saya ada ngisi pelatihan dengan Cak Kus ke Makassar."
Sebuah kartu nama disodorkan di permukaan meja. Nilla yang masih berdiri, kemudian berjalan mendekat. Ia mengambil kartu nama biru dongker dengan tulisa di atasnya. Matanya menyipit kala membaca kertas berlaminasi glossy itu.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.