Menunggu

99 42 23
                                    

Vote dan Comment ditunggu!!
Penulis perlu diapresiasi :)

Desiran angin berhembus dikala mentari telah bersinar terang. Sepasang remaja kini berjalan berdua, sebenarnya mereka tidak bisa dikatakan pasangan karena tidak ada kejelasan diantara mereka, lebih tepatnya friendzone.

"Vi.. dada lu masih sakit?" tanya Winter khawatir.

"Udah engga kok.. lo gausa khawatir, gue tuh kuat!" ujar Xavier dengan cengiran khasnya.

"Kalau lagi sakit jangan di tahan sendirian. Lu gak usah pura-pura kuat kalau sebenernya lu kenapa-kenapa.. maybe dengan lu cerita sedikit banyak beban lu berkurang.." ujar Winter sambil menatap dalam manik mata Xavier. Dan seketika itu juga mereka bertatapan, namun kemudian Xavier memutuskan kontak mata itu.

Lalu sejenak keheningan terjadi diantara mereka karena Xavier berkutat pada pikirannya saat ini.

"Kenapa lo mesti gini sih, Win? Lo tau gak, kalau ada kupu-kupu yang terbang di perut gue setiap lo gitu ke gue? Gue takut gue gak bisa balas perasaan lo ke gue, karena waktu gue gak akan lama di dunia ini.."

"Vi? Lo gapapa??"

"Hah? Eh iya, gapapa sans aja kali, Win. Gue masih kuat kok.. kan ada lo yang bakal temenin gue jadi no problem." ujar Xavier terkekeh.

"Kalau gue jauh dari lu gimana?" ujar Winter dengan tatapan yang gak bisa diartikan. Suasana pun menjadi sunyi kembali.

"Emang lo mau kemana?" ujar Xavier dengan raut datar. Melihat hal itu, Winter tersenyum tipis.

"Gue mau ke..." Winter sengaja mengantungkan ucapannya, dan dapat dilihat dari wajahnya bahwa Xavier tidak sabar ingin tahu jawaban Winter.

"Gue mau ke hati lu, kapan lu peka sama perasaan gue?" ucap Winter cepat, dan Xavier pun membatu dibuatnya.

"Lo ngomong apaan barusan?" ujar Xavier pura-pura tidak mendengarkan. Winter pun menghela nafas lelah.

"Ah sudahlah, batu akan tetap selamanya menjadi batu." ujar Winter menyindir. Xavier pun tersenyum.

"Kata siapa? Lo tau gak kalau es batu juga bisa mencair? Tapi butuh waktu."

"Sampai kapan?"

"Sampai dia juga sadar kalau sudah waktunya untuk mencair. Dan lo harus nunggu."

"Harusnya Lo tau kalau hati gue juga buat lu, Win. Tapi gue masih ragu apakah gue yang penyakitan begini layak buat dapatin Lo yang sempurna?" ujar Xavier dalam hati.

"Menunggu ya? Lu tau gak kalau orang nunggu itu ada batasnya? Ibaratnya ya.. melepas sulit bertahan juga sakit.." ujar Winter sambil menatap langit.

Xavier yang mendengar itu mengehla nafas, "Gini Win.. buat apa lu nungguin orang yang buat lu menahan sakit lebih lama. Istilahnya, lu jagain jodoh yang belum tentu bener-bener buat lu. Dan ibaratnya tuh gini, lu genggam tali nih ya.. lu genggam erat sampe tangan lu berdarah.. tapi tuh tali lama-lama juga bakal lepas karena dia belum yakin dengan ragunya dia ke lu gitu.. jadi lu mending lepas dia.. dari pada Lo semakin berdarah.. ngerti gak?"

"Jadi lu suruh gue mundur?" batin Winter.

"Iya gue ngerti, tapi enggak. Gue gak mau lepasin dia. Mending gue nunggu karena gue yakin dia juga ada perasaan sama gue." ucap Winter tegas.

"Makasih, Win.." batin Xavier.

"Yaudah kalau itu maunya lu. Tapi kalau emang lu dapet cowo yang lebih baik, jangan disia-siain ya, Win. Kasian.." ujar Xavier sambil tersenyum.

Winter yang mendengar itu pun langsung mendelik dan menatap manik mata milik Xavier. Xavier pun tertawa.

Yah, seperti itulah mereka. Saling memberi kode tanpa memperjelas hubungan mereka.

Tak terasa mereka pun sudah sampai di parkiran, dan mereka masuk kedalam mobil dengan Winter yang mengendarai mobil itu.

"Eh puter lagu dong.." ujar Winter sambil menatap jalan.

"Oke.." ujar Xavier sambil mengaktifkan bluetooth mobil ke ponselnya.

(bayangin aja lagu yang diputer lagu yang aku taruh di thumbnail)

"Ini... suara lu kan??" ujar Winter tak percaya. Tanpa sepengetahuan Winter, wajah laki-laki itu telah menjadi merah seperti tomat.

"Iya."

"Anjir.. keren banget!!"

"B ajee"

"Idih! Lu keren astaga bisa nyiptain lagu sendiri kek begini.. gila.. gue proud banget!!" ujar Winter bersemangat. Sang pemilik lagu kini semakin terbang tinggi.

"Apaan sih? Orang b aja.."

"Lu bilang b aja gue tampol nih ya!!"

Dan mereka berdua pun tertawa bersama. Dan suasana kembali menjadi hening dikala kedua insan menghayati makna lagu itu.

Diam-diam mereka pun tersenyum secara bersamaan, dengan pikiran mereka masing-masing.

Kadang cinta selucu itu ya? Sama-sama saling sayang, sama-sama ingin saling memiliki, tapi sayangnya ada aja yang menghalangi. Entah itu rasa ragu, tidak percaya diri, kasta, agama, bahkan bisa juga orang tua.

Sesampainya dirumah Xavier, mereka berdua pun turun dari mobil dan segera masuk rumah bernuansa putih itu.

"Ayo masuk anggap aja rumah sendiri" ujar Winter mendahului Xavier. Sedangkan yang punya rumah menggeleng sambil tersenyum.

"Harusnya gue yang bilang gitu, ogeb." ujar Xavier terkekeh.

"Oh salah ya?"

"Yeuu!! Dah ah.. gue laper. Bikinin gue sup dong." ujar Xavier sambil melemparkan tubuhnya ke sofa.

"Dih?? Lo kira gua babu lu? Kaga mau!" ujar Winter sambil melemparkan tasnya ke Xavier.

"Tinggal masakin buat makan siang kita apa susahnya sih, Win?" balas Xavier memelas. Melihat wajah memelas Xavier, dirinya memang tidak tega. Bagai melihat anak kucing, begitu katanya.

"Hadeh.. yaudah iya.. apasih yang engga buat lu, Vi? Untung gue baik kalau gak-"

"Kalau engga ya gak mungkinlah gue suka sama lu." potong Xavier tanpa sadar. Sedangkan bola mata Winter sudah mau keluar rasanya.

"Apa? Coba ulangi?" ujar Winter berbinar. Sedangkan Xavier melihat kearah lain sambil menutup wajahnya.

"Bjir! Bego lu Xavier Aarav!! Ngapain coba lo keceplosan kek gini?!" batinnya.

"Apaan dah? Udah sana masak gue mau ganti baju dulu.."

"Engga boleh!! Ulangi dulu Lo bilang apa.." ujar Winter menghalangi jalan Xavier. Mereka pun seperti main kucing-kucingan, hingga nafas Xavier mulai melemah lagi.

"Winter.." panggil Xavier lembut. Mendengar nada Xavier seperti itu akhirnya Winter merelakan Xavier untuk lepas dari genggamannya saat itu.

"Yauda deh lupain aja. Lu ganti baju dulu, terus pake tabung oksigen nya.. nanti baru kita makan"

"Iya.."

Xavier pun berjalan dengan lemah ke kamarnya saat ini, sedangkan Winter mengamati dari kejauhan memastikan bahwa Xavier tidak apa-apa.

"Tuhan apakah aku masih bisa bersama dengan dia? Tuhan engkau tau aku menyayangi dirinya.." batin Winter.

Setelah dirinya melihat Xavier telah memasuki kamar, ia pun segera ke dapur untuk membuat sup kesukaan Xavier.

Akan tetapi belum sampai dapur, bel pintu rumah telah berbunyi. Winter pun segera berbalik badan dan membukakan pintu tersebut.

Namun siapa sangka orang yang ia lihat saat ini malah membuat bola matanya ingin keluar.

"Alexa?!"

"Hai.. Winter."

Secret Between Us (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang