- prologue -

246 14 0
                                    

[ 0 ]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[ 0 ]

--

Rasa lelah melahap tubuh kekar Haruto. Ia melonggarkan dasinya sebelum kemudian nerebahkan diri di atas sofa.

Meeting perusahaan yang nan panjang benar benar menguras habis tenaganya.

"Mas, mau aku buatin teh?"

"Boleh," jawab Haruto singkat. Suaranya parau dan kentara sekali terdapat rasa lelah di dalamnya.

"Haru udah tidur?"

"Udah, baru aja."

Wanita itu menyodorkan segelas teh hangat kepada Haruto sebelum kemudian beranjak duduk di sebelah lelaki itu.

"Gak terasa besok Haru udah mau masuk SD aja ya... Waktu kok cepet banget sih jalannya?" Haruto menatap gelas di hadapannya, namun tangannya berangsur mengulas lembut pucuk kepala wanita di sebelahnya.

Wanita itu hanya tersenyum dengan kepala yang bersender pada dada bidang Haruto. Wanita itu ialah wanita beruntung yang kini telah menjabat sebagai istri seorang Watanabe Haruto sekaligus ibunda dari seorang Watanabe Haru-- malaikat kecil yang selalu mewarnai kehidupan keduanya.

"Gimana tadi kerja? Perusahaan masih kekurangan pegawai kah?"

Haruto menggeleng.

"Udah nggak lagi. Tadi beberapa pekerja magang baru sudah mulai masuk kerja."

Sang istri mengangguk mendengar jawaban Haruto. Terbesit rasa lega sekaligus bahagia mendengar kenyataan bahwasanya sang suami mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan sendirinya.

Lantas, ia kemudian menatap cincin pernikahan keduanya. Cincin emas yang disematkan oleh sang suami, 3 tahun yang lalu. Umur pernikahan mereka memang masih terhitung muda, namun rasanya waktu bergerak begitu cepat sampai sadar tidak sadar, kini sang anak gadis telah tumbuh besar.

"Oh iya, mas. Tadi ada yang kirim seiket surat. Entah apa isinya, aku belum buka. Kayaknya penting, jadi kamu saja yang baca."

"Hmm... Kamu tahu siapa yang ngirim?"

"Nggak, mas. Nggak tercantum nama apa-apa di depan amplop itu. Cuma ada inisial HJ aja."

Haruto mengerutkan keningnya sebelum kemudian beranjak menuju meja ruang kerjanya untuk membaca isi surat-surat tersebut. Mungkin saja penting, pikirnya.

Hingga akhirnya manik mata lelaki yang sudah menginjak umur 30an itu mendapati tulisan tangan yang tak asing lagi baginya.

Tulisan tangan yang kembali membawa ingatannya jauh sebelum hari ini tiba. Sebelum semuanya berubah indah. Sebelum nama itu menghilang dan tidak pernah terdengar lagi.

Balik di saat dimana semuanya begitu sempurna sebelum kata hancur datang menyapa.

"Han Jisoo..."

--

Hi, Ruto | Watanabe Haruto [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang