Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[ 6.5 ]
--
Sakura tidak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat. 2 garis biru.
Dengan mata berkaca-kaca, gadis itu berjalan keluar dari kamar mandi. Rasa haru, bahagia sekaligus takut berkerumun di dalam pikirannya.
"Sayang, kamu gapapa? Tadi kamu muntah?"
Haruto menghampiri sang istri sembari menggendong Haru yang tengah mengunyah makanannya.
Untuk beberapa detik, gadis itu hanya terdiam menatap Haruto.
"Sayang?" Tanya lelaki itu sekali lagi.
"Ruto, aku hamil."
--
Haruto tidak pernah membayangkan jikalau hidupnya akan dipenuhi dengan begitu banyak kebahagiaan. Seperti saat ini.
Hanya dengan kehadiran Haru, Sakura, dan sesosok malaikat kecil yang tengah hinggap di dalam rahim sang istri, sudah dapat membuatnya begitu bahagia-- bak lelaki paling bahagia di dunia.
Entah, Haruto tidak pernah membayangkan akan seperti apa hidupnya jikalau ia tidak bertemu Sakura. Jikalau ia berakhir menikahi wanita lain. Apakah hidupnya akan seindah ini?
Haruto 'tak pernah tahu. Dan 'tak pernah ingin tahu.
Yang ia ketahui sekarang ialah menghabiskan semangkuk sup hangat sembari melepas rindu dengan keluarga kecilnya.
"Sayang, kamu sudah selesai baca semua surat dari Jisoo?"
Ucapan Sakura barusan berhasil membuat Haruto menatap sang istri dan menaruh sendok makannya.
"Kamu tahu Jisoo?"
Sakura terdiam; ia menghela nafas pelan sebelum kemudian mulai berbicara.
"Jisoo itu dulu teman dekatku. Kita selalu pergi keluar bareng dan main bareng. Dia juga yang kenalin aku ke kamu."
Sakura menatap Haruto lekat.
"Jisoo selalu cerita betapa ia sayang sama kamu. Betapa ia nyesel udah ninggalin kamu."
Haruto terdiam. Runtunan memori indah yang pernah ada terputar; namun degan cepat hangus tergantikan oleh sosok sang istri yang lebih berarti di hatinya.
Haruto kemudian tersenyum. Ia mengelus pelan tangan sang istri.
"Kenapa kamu gak pernah cerita, sayang?"
"A-aku takut kalau aku cerita, nanti kamu jadi nyesel dan milih untuk pergi temuin dia. Aku egois ya? Aku minta maaf..."
Kepala wanita itu tertunduk. Berusaha menahan malu sekaligus sesal.
Haruto berdiri, beranjak ke samping sang istri. Ia menarik pelan dagu Sakura sehingga keduanya kini saling bersitatap.
"Sayang, kamu gak salah, jadi jangan minta maaf. Lagipula, sekalipun kamu cerita, aku udah pasti akan tetep milih kamu. Tanpa kamu, aku gak akan bisa punya Haru dan Hamada nantinya. Tanpa kamu, aku gak akan sebahagia sekarang."
Lelaki itu kemudian mengecup pelan bibir sang istri. Kecupan kilas yang nyatanya dapat menyalurkan jutaan kata.
Kalimat yang tak pernah terucap. Kalimat cinta yang hanya keduanya tahu.
Dengan dahi yang masih saling menempel, manik Haruto dan Sakura sama-sama saling menatap.
"Either way, I still love you, Sakura."
("Apapun yang terjadi, aku tetap mencintaimu, Sakura")
"Mama!!"
Momen manis keduanya pun harus terbuyarkan oleh teriakan Haru yang baru saja menjatuhkan sendoknya.
Haruto dan Sakura saling menatap sekali lagi sebelum kemudian memecahkan tawa.
"Anak papa udah bisa makan sendiri ya..."
Haruto dengan cepat mengambil sendok makan baru untuk sang buah hati sebelum kemudian lanjut menyuapi Haru.
Kehangatan yang menjalar di tengah ruang makan itu begitu nyaman. Sampai-sampai Haruto melupakan Jisoo beserta kenangan yang tadi diingatnya. Hidupnya kini terlalu indah; lebih indah dari yang dahulu pernah tergurat.
Sakura yang sedaritadi memperhatikan Haruto menyuapi Haru, seketika tersenyum. Mengumbar senyuman yang selalu bisa membuat sang suami mabuk kepayang.
Wanita itu mengelus perutnya lembut sebelum membisikkan kepada sang calon anak,
"Hamada, tumbuh sehat ya, nak... Tumbuhlah menjadi seperti ayahmu. Lelaki yang selalu bisa membuat ibumu merasa seperti wanita paling beruntung di dunia."
Sakura kemudian kembali tertawa melihat cengkerama ayah-anak di hadapannya itu, sebelum kemudian berucap
"Sayang, kamu mau 'kan jenguk Jisoo suatu hari nanti?"
Haruto menatap sang istri-- dalam dan penuh arti. Lelaki itu pun kemudian tersenyum sebelum mengangguk, melontarkan 'mau' sebagai jawaban.
Dan malam itupun, kehangatan dan kebahagiaan yang 'tak terhingga menyelubungi kediaman keluarga Watanabe. Sekarang dan untuk selamanya, kehangatan itu 'kan merekatkan.