27. Perkiraan

24 7 0
                                    

Lauren tersergap, dengan segera dia langsung terbangun. Terduduk dalam rangjangnya dengan napas yang terengah-engah. Rambutnya yang coklat berantakan, mengembang dan sebagian menutupi wajahnya. Dia sugar rambutnya samblil mencoba untuk bersandar pada pangkal ranjang sambil mencoba membuka matanya yang sepat. Jam berapa ini?

Lauren mulai memandangi jam yang bertengger pada dindingnya, tepat berada di atas pintu. Sekarang, bahkan masih jam setengah tiga pagi! Lauren gelengkan kepalanya sambil mencoba bersandar pada pangkal ranjang. Apa yang dia mimpikan barusan?

Sebuah taman yang menghampar panjang, dengan tumbuhan di sisi-sisinya. Miguel... dan Raphael. Dalam matanya yang sepat, dia mengernyit. Ada apa dengan Raphael. Mengapa bayangan Miguel tergantikan olehnya dan...

Apa Raphael memiliki masa lalu juga?

Ah persetan, Lauren sekarang mengantuk. Dia mulai merebahkan lagi tubuhnya pada ranjangnya yang besar itu sambil membaluti tubuhnya dengan selimut tebal dan memejamkan matanya.

***

"Nerissa," panggil Rafardhan sambil berlarian kecil, mengejar Nerissa yang sedang memunggunginya. Begitu Nerissa mendengar itu, langkahnya terhenti. Dia langsung menengok ke belakang, mengintip orang yang memanggilnya lewat pundaknya. Alisnya terangkat begitu melihat seorang laki-laki bertubuh tinggi ramping berlarian terengah-engah. "Lo mau ke kantor guru kan?"

"Iya, lo dipanggil juga?" tanya Nerissa sambil mendongak, menatapi mata coklat Rafardhan.

"Iya," balas Rafardhan sambil menggaruki rambut coklatnya yang tidak gatal. Dia sekarang sejajar dengan Nerissa. Nerissa hanyalah setinggi pundak Rafardhan. Dia terlihat imut. "Konyol banget emang."

"Biasanya cuma sebatas dikasih tugas kok," balas Nerissa. "Jadi jangan panik. Santai aja. Ini kali pertama lo apa dipanggil ke ruang guru?"

"Masalahnya... kelas gue tadi lagi berisik. Kebetulan gue yang duduk di pojokan, jadi guru langsung ngeliat gue yang lagi berbalik kan, ngobrol sama Raphael. Jadi... gue yang dipanggil deh... semoga gue masih baik-baik aja ye."

Nerissa tertawa kecil. Dia merunduk sambil menutupi mulutnya dengan tangannya. Sementara, rambutnya ddi sekitaran jatuh menjuntai, menutupi wajah manisnya. "Ah, lucu deh lo! Lagian, kok lo doang si yang dipanggil, yang lain mana?"

"Pada bersih-bersih toilet," Rafardhan cengegesan. "Gue yang ke kantor guru. Gue udah ogah mau berurusan sama sikat dan lantai."

Nerissa terkekeh kecil sambil menengadah. Sementara itu, mulutnya terus tertutupi oleh telapak tangannya. "Bisaan lo!" katanya sambil tertawa. Kemudian menoleh pada Rafardhan. Rambut coklatnya yang panjang itu melayang-layang dibawahnya ketika dia menoleh. "Lo kalo mau ke kantor, gue saranin buat tenang sih." Nerissa menautkan beberapa helai rambutnya pada telinganya. "Biar guru gak makin memandang lo buruk."

Rafardhan termangu dalam pandangannya ketika melihat Nerissa yang menautkan beberapa helai rambutnya pada belakang telinganya. Kemudian, dia melihat Nerissa menuturkan senyumannya dan berbalik lagi memunggunginya. Mengetuk pintu dan masuk ke dalam kantor.

Tapi begitu Nerissa mulai masuk, Nerissa mendengar derap langkah yang menjauh. Dia tengok lewat pundaknya, ternyata itulah Rafardhan yang mulai berjalan menjauh dengan gugup. Nerissa mengernyitkan kening, mengapa dia?

Mungkin gugup.

Nerissa mengedikkan pundaknya, berusaha tak peduli kemudian masuk ke dalam kantor.

Raphael [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang