DOR! DOR!
Raphael menelisik sumber tembakan itu yang berada di ambang pintu. Kemudian, bayangan itu hilang kemudian. Matanya kini beralih pada anggota dan teman-temannya yang terduduk di kursi menghadap panggung. Mereka semua terdiam menganga dengan mata mereka membulat ke arah Lauren.
Raphael dengan tubuh merinding perlahan menoleh ke arah Lauren yang sekarang mulai berdiri sempoyongan. Kemudian, dia ambruk telentang. Raphael menganga untuk sebentar dan menoleh lagi ke arah pintu.
"KEJAR DIA!" teriak seseorang asal, yang jelas dia bukan Raphael. Sebab Raphael sekarang mulai berdiri dengan sempoyongan dan berjalan dengan gontai ke arah Lauren yang sekarang telentang terbatuk-batuk sambil menyemburkan darah segar ke atas.
Raphael bersimpuh di sisi Lauren. Dia melihat ada dua luka yang menganga lebar di pundak kirinya dan juga di bagian kiri atas dadanya. Raphael dengan gemetaran mengelus pipinya yang tertempeli rambut itu. Mulutnya dengan gagu memanggil Lauren. "Lauren...."
Lauren sekarang terbatuk-batuk. Semburan darahnya memuncrati wajah Raphael, tapi dia tidak seka itu. Di belakang mereka, Rafardhan kini tengah menghubungi ambulans sambil berjalan bolak-balik. Dia terlihat gugup, dia berdeguk berkali-kali.
Seketika, aula kosong. Mereka semua mengejar sang penembak itu... yang mungkin telah lenyap dalam kegelapan.
"Raphael...," panggil Lauren lirih sambil menoleh dengan lemas. Matanya setengah memejam, tapi dengan setengah mati dia tahan. Sehingga kelopak matanya bergetar-getar. "Aku ngantuk banget...."
"Lauren," panggil Raphael dengan suara bertanya yang parau. Sekarang dia terisak-isak, tubuhnya merinding setengah mati. Salah satu tangannya bertangkup pada pipinya yang mulus dan kemerahan itu, menyibak rambutnya lagi. "Jangan tidur...."
Raphael menggeleng-geleng. "Lauren, kamu harus kuat, Lauren!" Mata Raphael basah. Dia sekarang menangis dan tangisannya terdengar bagaikan gumaman. Raphael menangis dalam kesunyian.
Lauren tersenyum dengan terpaksa sambil sesekali terbatuk. "Raphael...," katanya dengan lemas, seakan-akan dia berada di ujung nyawanya. "Maafin Lauren." Kemudian mata kelopak mata Lauren yang bergetar itu tertutup.
Lauren telah tidur sekarang.
Raphael menampar halus pipi Lauren berkali-kali. Membangunkannya. "Lauren," panggil Raphael dengan suara beratnya yang tidak percaya. Dia kemudian melihat ke samping, darah merah segar menggenang di sekitar Lauren. Dada Lauren sekarang masih naik turun, dan Lauren menoleh dengan lemas sementara matanya masih terpejam.
"LAURENN!!!!" teriak Raphael tidak percaya. Dia menangis sejadi-jadinya. Terisak-isak pendek sementara sedu sedannya itu terus tertahan. Sedu sedannya bagaikan orang yang berteriak tanpa punya suara. Matanya banjir dengan air mata yang turun membasahi pipinya dan turun bercampur dengan genangan darah Lauren.
Rafardhan di belakangnya berlari dan menghampiri Raphael. Dia sekarang bersimpuh di samping Raphael dan merengkuh dengan hangat Raphael yang sedang menangis.
Secara samar, Raphael dapat mendengarkan isakan halus Rafardhan. "Ikhlas, El."
Raphael menggeleng. "Enggak Dhan, dia enggak mati."
Dalam rengkuhan Rafardhan, sekarang Raphael merunduk dan melintangkan tangannya pada tubuh Lauren dan merengkuhnya sambil terisak-isak. Hingga beberapa saat, dia dapat mendengar sirine ambulans yang datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raphael [SELESAI]
Fiksi Remaja[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Raphael, seorang ketua Geng Tevandez yang kokoh, dingin dan kuat ternyata memiliki sejuta luka dan misteri di dalamnya yang bahkan Raphael sendiri tidak dapat pecahkan apa isinya. Dia terlalu menutup diri tentang masa laluny...