14. Perplexity

1.4K 191 51
                                    

JUNGWON tidak tahu harus memberikan julukan apa lagi pada Jay. Profesor itu masih berada di atas tubuhnya, menghimpit dengan menahan kedua tangan Jungwon di kedua sisi kepalanya. Tatapan lapar nampak jelas dari sorot mata sewarna langit mendung dari Jay.

"Kenapa kau takut? Bukankah kau juga menyukaiku, Yang Jungwon?" tanya Jay dengan suara seraknya yang dalam, memberi efek luar biasa besar terhadap syaraf-syaraf sekujur tubuh yang lebih muda.

Detik berikutnya, sapuan bibir Jay menjelajahi leher jenjang Jungwon. Penyihir itu menahan desahannya sekuat tenaga agar suara laknat itu tidak lolos dari mulutnya. Bagian bawahnya kebas, entah sudah berapa kali Jay melakukan itu padanya saat ini.

Rasanya masih penuh karena belum dikeluarkan. Warna merah keunguan memenuhi leher dan area selangka Jungwon. Bohong jika penyihir itu tidak menikmati bagaimana Jay menyentuh dan memperlakukan tubuhnya. Bagaimana cara Jay membuatnya hampir mengeluarkan desahan dan erangan berkali-kali yang terus ditahan.

Bersenggama adalah hal yang baru untuk Jungwon dan ia sudah mulai terbiasa dengan rasa memabukkannya. Namun sayang, bukan ini yang hatinya inginkan. Meski tubuhnya menerima, tak memberi penolakan, Jungwon ingin Jay hanya memandangnya, memikirkannya dan tidak berstatuskan menjadi kekasih orang lain.

Trauma itu masih ada. Namun ia tak berdaya menyuarakan bagaimana ketakutannya. Tidak ada siapapun yang ia kenal di Lugia. Tidak ada kakaknya maupun ayahnya yang selalu membela dan melindunginya.

Jungwon sendirian.

Ia hanya punya Jay.

Hanya percaya pada Jay tapi profesor itu sudah menyia-nyiakan kepercayaannya.

"Kau tau? Kau terlihat sangat cantik jika sedang berada di bawahku, Wonnie." Jay mendorong lagi, melepaskan erangan yang terdengar melengking dari mulut kecil Jungwon.

Beberapa gerakan dilakukan dalam balutan selimut yang hanya menutupi tubuh polos keduanya, masih bergumul mencari kenikmatan. Hingga beberapa hentakan, Jay dan Jungwon menemukan surga dunia mereka bersamaan dengan suara geraman Jay yang menggema memenuhi kamar.

"Kau bajingan ..." 

Setelah kegiatan melelahkan itu selesai, Jungwon hanya bisa terbaring dan menaikkan selimut untuk menutupi tubuhnya sampai sebatas dagu.

Jay memilih berjalan dengan bertelanjang dada dari ranjang, menuju ke bar kecil di ujung kamar setelah menaikkan kembali celananya. Ia mengabaikan julukan Jungwon yang jelas-jelas ditujukan padanya.

Sebuah gelas wine diraihnya dari rak di dekat bar. Kemudian botol hitam pekat berisi air berwarna merah, berlogo SOLO dituangkan isinya pada gelas itu dan menenggaknya disana.

"Ahhh, nikmat sekali," desahnya merasa puas. Ia menawari Jungwon dengan membalik diri, mengangkat gelas itu cukup tinggi namun yang ditawari hanya acuh tak peduli.

Air mata Jungwon keluar lagi, semakin membengkakkan mata indahnya dan melukai bibir bawahnya yang mengering, terlalu sering digigit agar tak melepaskan suara laknat ketika Jay menidurinya.

Menuangkan lagi isi gelas kedua, jam tangannya berkedip tanda Niki mencarinya. Jay memencet tombol jam tangannya dan memunculkan sosok Niki dengan jubah lab dan kacamata bening menatapnya dengan binar gembira.

"Ada apa?" sapa Jay sambil menengguk sedikit isi gelasnya.

"Aku sudah meneliti kandungan tongkat sihir Yang Jungwon. Awalnya kukira kita memang membutuhkan bantuan Lee Heeseung tapi setelah aku mengobrak-abrik berkas kapten Renjun, sepertinya kita sudah bisa selangkah lebih maju, profesor."

Jay tersenyum lebar, Niki memang selalu bisa diandalkan daripada Heeseung. "Lanjutkan."

"Ada semacam kandungan batu asteroid di tongkat sihirnya. Energi yang tidak stabil juga berkumpul menyerupai inti materi disana. Aku tidak tahu batu apa itu. Saat ini aku masih terus menyelidiki kenapa hanya Yang Jungwon yang bisa memanfaatkan energi materi itu."

Lugia ✦ JaywonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang