JAY mengaduh sakit seiring tumpukan buku menjatuhi badannya yang baru saja terpental ke rak yang menempel pada tembok. Serangan mendadak baru saja ia terima dari tongkat sihir Jungwon.
"Kurang ajar sekali kau!" seru sang penyihir marah. Wajahnya dipenuhi rona merah yang menjalar sampai ke daun telinganya.
Heeseung yang baru datang dan sempat menyaksikan kelancangan Jay mencium tamu baru mereka, malah tertawa semakin terbahak, mengolok dan mencemooh mantan bos kerjanya itu sepuas hati.
"Ugh, kau benar-benar kolot. Apa salahnya jika aku menciummu bodoh!" Jay yang merasa dipermalukan, menggeleng untuk merapikan rambut.
Beberapa buku yang menjatuhinya, ia singkirkan satu per satu. Beruntung tumpukan buku itu hanya mengenggelamkan tubuh jangkungnya sampai area dada, membuat ngilu tulang rusuknya. Sehingga tak butuh waktu lama bagi Jay untuk menyingkirkan buku-buku itu dari sana.
"Tentu saja salah! Kita tidak ada hubungan apapun kenapa aku harus mau kau cium!" Jungwon sudah tidak tahan lagi berada disana.
Daripada wajahnya semakin merah dan mempermalukan diri sendiri, penyihir muda itu memilih berbalik dan pergi keluar dari rumah Heeseung.
Heeseung sudah biasa dengan sikap individualis nyerempet tidak punya otak yang dimiliki para penduduk Lugia, kini berjalan membantu Jay untuk berdiri. Ia menepuk-nepuk bahu Jay seraya memberikan saran.
"Kalau menyukai orang, bukan seperti itu cara menyampaikannya dasar durian."
Jay mendecak kasar. Jemarinya dibawa menyisir helaian rambut pirangnya ke belakang. Lidah menjulur keluar membasahi bibir bawah yang terasa mengering, masih menyisakan manis bibir Jungwon yang beberapa saat lalu berhasil ia cium.
"Hipotalamusku sepertinya sudah menghasilkan banyak sekali dopamin sampai-sampai testosteronku mau meledak dan ingin segera mencumbunya." Jay menyebutkan hormon-hormon yang biasanya mempengaruhi orang ketika tertarik pada lawan atau sesama jenisnya.
"Yang benar saja? Jungwon bukan orang Lugia, dia tidak seperti mantan-mantan pacarmu kebanyakan dan cara jatuh cinta orang-orang seperti Jungwon bukan seperti itu. Ketertarikan membutuhkan proses panjang, Jay."
"Persetan dengan proses. Jika hormonku sudah meledak-ledak begini, aku hanya akan pusing sendiri menghadapinya. Lagipula jatuh cinta itu proses biologis yang wajar. Jika aku suka, aku akan menciumnya, mengajaknya tidur bersama dan jika kami bosan, aku dan dia bisa berpisah dan melanjutkan kembali hidup masing-masing."
Heeseung menghembuskan nafas kasar, mengutuk Jay dan segala obsesinya dengan ilmu pengetahuan. Ia sedikit membenarkan bahwa hidup di kota ini dalam waktu yang lama juga sedikit mempengaruhi pandangan dan cara hidupnya. Tetapi untuk masalah cinta, Heeseung masih belum bisa menambatkan hatinya pada siapa-siapa.
"Jungwon berasal dari tempat yang sama denganku. Kehidupan disana jauh lebih tertinggal daripada disini. Kau harus biasakan dirimu jika ingin mengetahui lebih banyak tentangnya dan juga sihir yang dikuasainya. Jangan membuatnya marah dan pergi darimu begini."
Setelah mengucapkan itu, Heeseung keluar rumah untuk menyusul Jungwon. Ia meninggalkan Jay seorang diri dengan pikiran yang berkecamuk sendiri. Profesor yang terbiasa bekerja cepat dalam waktu singkat itu sepertinya harus belajar sabar untuk mendapatkan hati Jungwon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lugia ✦ Jaywon
FanfictionA JAYWON STORY ft. JAKE SIM Jake yang sudah sekarat, berhasil melarikan diri dari kejaran prajurit kerajaan yang dulunya bernama Dinasti Matahari. Ia dikejar oleh seorang penyihir yang membawa keduanya terjebak di dalam kota bernama Lugia. warning...