Tubuh yang seakan remuk juga terasa sakit digerakkan. Brian berusaha membuka matanya yang berat. Samar-samar ia mendengar suara tangis. Laki-laki itu terbangun. Hal pertama yang dia lihat sebuah ruangan gelap yang hanya diterangi sedikit cahaya dari celah-celah dinding maupun atap.
Satu hal yang seketika membuatnya terkejut setengah mati. Dia tidak sendiri di tempat ini.
Matanya melihat beberapa teman-temannya yang terpasung, sama sepertinya. Teman-temannya yang terdahulu di culik--menghilang. Mereka benar-benar ada di sini sekarang. Di depan matanya sendiri.
Apa lagi kini, suara tangisan seorang gadis membuatnya bergeming tak percaya.
Casha, gadis itu terisak pilu dengan luka di kepalanya. Bahkan, darah kering masih terlihat melekat dan sedikit mengenai wajahnya. Sedangkan Adera yang duduk sedikit jauh dari Casha terlihat tengah terdiam entah melamunkan apa. Sudut bibirnya lebam.
Agam. Laki-laki itu masih pingsan.
"Akhirnya bangun juga. Gue kira lu bakal mati."
Suara itu mengalihkan tatapannya. Seketika Brian dibuat menjerit tertahan. Sosok yang hilang saat di hutan. Kini, tertawa di hadapannya.
"Ar ... khan," lirih Brian tak percaya. Dia tak menduga, bahwa laki-laki itu benar-benar ada dan masih hidup ternyata. Walaupun Brian sadar, terdapat banyak luka di mana-mana. Bercak darah kering di baju, wajah yang penuh lebam, bahkan mata kiri Arkhan bengkak membiru.
Arkhan lagi-lagi terkekeh. "Kaget ya?"
Brian meringis. Tak habis pikir, dengan kondisi buruk seperti itu Arkhan masih bisa bercanda.
"Arkhan, lo--"
"Iya, gue masih hidup."
Ingin sekali rasanya Brian memeluk Arkhan kalo tidak melihat kondisinya sekarang. Brian sangat bersyukur, teman yang ia duga sudah berakhir di tangan para monster, kini masih bernyawa.
Tapi.... Ada satu hal yang Brian baru sadar sekarang. Tentang Aya dan Anes. Bukankah mereka berdua sama-sama menghilang bersama Arkhan di hutan.
Lalu, kemana mereka berdua? Kenapa hanya ada Arkhan.
Brian berusaha mencari keberadaan kedua teman gadisnya. Menelusuri setiap ruangan. Tapi nihil, tetap tidak ada.
"Arkhan, Aya sama Anes mana?"
Hening. Brian menatap Arkhan yang seketika terdiam. Sorot mata Arkhan tiba-tiba berubah tajam. Brian menunggu kejelasan.
"Brengsek!" Arkhan mengepal tangannya hingga tubuhnya bergetar seakan menahan amarah yang membara.
"Orang-orang itu. Mereka ... Setan!"
Hanya dengan perkataan itu, Brian langsung memahaminya. Tentang siapa 'mereka'. Siapa lagi kalau bukan para warga?
"S-siapa mereka sebenarnya?"
Arkhan menatap Brian. Dari mata itu Brian menangkap kalau Arkhan tau tentang maksud semuanya.
"Penjelajah tumbal." Arkhan mengucapkan dengan suara getar yang tertahan. Brian terdiam. Dari sini, dia butuh kejelasan.
"Jelasin yang lo tau," ucap Brian.
Arkhan menarik nafasnya berat.
"Kita semua terjebak. Para warga itu, iblis, dan monster," jelas Arkhan. Brian berusaha mendengarkannya.
"Mereka memburu kita untuk ditumbalkan. Kita dialihkan ke dunia laknat ini! Para warga itu, di bantu iblis, mereka yang menciptakan para monster itu untuk menyerang kita."
Brian tak bisa berkata-kata. Jadi dugaannya selama ini benar. Dan Sean pun juga sudah menduga kalau monster dan para warga memang ada hubungannya.
"Gue, Aya sama Anes di culik dan tiba-tiba dibawa ke sini."
"Monster itu nyulik kalian?"
"Bukan."
"Terus apa?"
Arkhan menggeleng lemah. "Gak tau."
"Waktu itu, pas kita lari tanpa cahaya sedikitpun. Gue tiba-tiba serasa ditarik, lalu langsung kehilangan kesadaran. Gue gak nyangka tiba-tiba berada di sini, dan malah gue ngira gue udah mati. Ternyata pas gue sadar, gue kaget Aya sama Anes ada di hadapan gue."
"Satu hal yang bikin gue benar-benar syok adalah ..." Arkhan menatap Brian dalam dengan sorot mata yang menyakitkan
"Tubuh Lea, Dara dan Abi, ternyata mereka mengambilnya, dan dengan mata kepala gue sendiri, mereka ngebakar tubuh itu. Gue liat semuanya."
Arkhan terisak. Tangannya yang mengepal memukul tanah dengan kasar. Brian tak bisa berkata-kata. Pengungkapan dari Arkhan seakan mengunci mulutnya.
"Arkhan, jadi Aya sama An--"
"Mereka sudah ditumbalkan."
DAM!!!
Runtuh sudah pertahanan Brian. Bahkan kini ia sudah meneteskan air matanya. Tentang teman-temannya. Kehilangan. Tumbal. Dan kegagalan untuk menjaga.
"Kalo lo mikir kenapa gue belum ditumbalkan, jawabannya karna mereka menumbalkan kaum perempuan terlebih dahulu."
Lagi-lagi ucapan Arkhan membuat isi kepala Brian berkecamuk.
"Tapi Abi?"
Mendengar nama Abian terucap seketika membuat Arkhan terkekeh, namun air matanya semakin menderas.
"Abi sudah dalam kondisi mati. Siapapun yang kondisinya sudah mati terlebih dahulu ditumbalkan."
Brian langsung teringat dengan Sean. Apakah tubuh laki-laki itu juga diambil dan segera ditumbalkan. Dia benar-benar marah sekarang. Tapi kondisi mereka sudah tidak memungkinkan. Di sini, mereka hanya berlima dengan tiga laki-laki dan dua perempuan. Seketika pandangan Brian teralihkan pada Casha dan Adera. Ucapan Arkhan yang mengatakan bahwa kaum perempuan yang terlebih dahulu ditumbalkan membuat Brian tak tega dan tidak pernah terbayangkan apa yang selanjutnya akan terjadi.
"Berarti Sean ..."
"Jangan bilang Sean udah mati?" tanya Arkhan. Brian mengangguk menanggapi.
"Ya, warga itu membunuhnya waktu kami bertiga berusaha mencari tau desa ini. Dan kami di jebak."
Arkhan menghembuskan nafasnya. "Sudah pasti mereka akan mengambilnya dan langsung membakarnya."
"Kapan waktu pertumbalan itu dilakukan?" tanya Brian.
"Terserah mereka, kalau memang sangat di inginkan," jawab Arkhan.
Itu berarti, mereka tidak tau kapan terjadinya, yang pasti tidak ada kemungkinan kalo saja mereka datang dan melakukan pertumbalan sekarang.
Tangis Casha pecah. Wajahnya yang penuh darah semakin memerah. Brian dan Arkhan tau, kalau itu adalah bentuk ketakutan yang gadis itu rasakan. Cemas, sudah pasti. Takut, apalagi. Tapi, mereka tidak bisa melakukan apa-apa sekarang. Menunggu takdir yang bisa menyelamatkan saja mereka pikir itu sudah terlalu mustahil untuk datang. Mereka sudah di ambang kepasrahan.
"Gue berharap yang lain bisa selamat, dan bantu kita."
Ucapan Brian mengubah suasana. Arkhan langsung mengoleh.
"Yang lain?" tanyanya.
"Gama, Aziel, Arum sama Zanna," jawab Brian.
"Di mana mereka?"
"Gue, Agam sama Sean nyuruh mereka buat tetap di rumah singgah. Tapi apa ada kemungkinan mereka bisa lolos, buat sekedar tau rahasia warga aja gue gak yakin mereka akan curiga."
Arkhan bergeming. Seperkian detik kemudian tersenyum kecut.
"Gue gak yakin, Bri. Mereka sudah terperangkap dalam desa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Teror Dunia Sebrang
FantasyPercayakah kalian dengan adanya dunia lain? Dunia luar yang mungkin tidak kita ketahui. Jika memang benar-benar ada, bukankah tidak mustahil bagi ciptaan Tuhan yang satu ini? Lalu, apa jadinya jika tiba-tiba kalian terjebak di dunia yang tidak kalia...