Part 13: Penjelasan

4 6 0
                                    

"Salam, kakek."

Gama, Aziel, Arumi, dan Zanna hanya bisa duduk diam, tidak tau harus mengatakan apa-apa ketika Feri tiba-tiba bersuara dan menunduk sopan, diikuti kedua temannya saat sesosok laki-laki tua berjanggut putih panjang datang dan kini berdiri di hadapan mereka.

Dengan ramahnya sosok yang dipanggil kakek itu tersenyum sembari mengangkat telapak tangannya. "Diberkatilah."

Sepertinya kakek ini sangat di segani. Sebagian rambutnya sudah beruban, tapi dia terlihat bijaksana dengan rahang kokoh dan suaranya yang berat, namun terkesan lembut.

"Kami berhasil menemukan mereka, Kek," ucap David dengan senangnya dengan tangan yang masih merengkuh pinggang Arumi.

Kakek itu mengangguk. Lalu matanya menatap satu persatu remaja di depannya. Tatapan yang teduh.

"Bawa mereka istirahat, obati dulu luka-lukanya. Kalau sudah membaik, pertemukan denganku lagi." ujar kakek, masih dengan senyum ramah di bibirnya.

"Feri, antar mereka ke rumah lindung"

Feri mengangguk kemudian bangkit. Ia berjalan keluar terlebih dahulu di ikuti Gama dan yang lainnya. Mereka berjalan bersama, menyusuri jalan setapak yang lumayan sepi hingga tiba di gubuk sempit yang sederhana.

"Ini rumah lindung. Buat sementara kalian tinggal di sini. Kalian bersihin badan kalian dulu. Di dalem ada pakaian kalian bisa pake itu, saya gak tau pas atau nggak. Nanti saya balik lagi bawa makanan sama obat," jelas Feri tanpa di minta.

Gama mengaguk, "Makasih, maaf juga gue sempat gak percaya sama lo," ujar Gama tulus.

"Tapi kalo gue boleh tau, siapa kakek itu tadi?" Gama menatap Feri penuh penasaran.

Feri tersenyum

"Akan dijelaskan besok."

Setelahnya ia pergi meninggalkan empat remaja yang tengah dilanda kebingungan.

*****

"Gimana masih sakit?" tanya David melihat Arumi yang mencoba menyentuh kakinya yang kini sudah terlapis ramuan obat. Oh iya, Feri tidak jadi datang, katanya ada keperluan, jadilah David yang datang membawa makanan dan ramuan obat.

"Obatnya bekerja cukup cepat, rasanya gak sesakit tadi. Tapi kalo di gerakin memang perih," Arumi menjawab jujur.

"Kalian di panggil kakek."

Di tengah obrolan keduanya, Tio yang entah kapan datangnya berujar begitu dengan kepalanya yang menyembul di pintu.

Arumi mengaguk, ia memegang bilik terdekat dari tempatnya duduk berniat memanggil Gama dan Aziel di halaman belakang serta Zanna yang sepertinya masih di kamar mandi.

"Biar saya saja," ujar David yang sudah bangkit dari duduknya dan berhasil menghentikan pergerakan Arumi. Tanpa berkata apa-apa lagi dia langsung melangkahkan kaki ke halaman belakang karena Zanna sudah datang sebelum di panggil.

Beberapa menit kemudian David kembali dengan Gama dan Aziel di belakangnya.

"Langsung kesana?" tanya Arumi.

"Kaki kamu?" Kehawatiran jelas tergambar di mata David yang memandang kaki Arumi. Suaranya terdengar lirih.

"Gapapa, masih bisa jalan," jawab Arumi yang mencoba berdiri. Sepertinya lukanya masih sakit saat di gerakan.

Aziel tanpa basa basi berjongkok di hadapan Arumi, "Naik," ujarnya.

"Gak usah-"

"Biar saya saja, lengan kamu luka, tubuh kamu juga pasti sakit saat jatuh ke jurang," potong David yang sudah ikut berjongkok di hadapan Arumi.

Teror Dunia SebrangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang