~16~

10 1 0
                                    

Suara mobil polisi terdengar nyaring di telinga semua orang yang berada di sana. Dira hanya memalingkan wajah nya ke arah suara itu dengan datar. Ia tak takut sama sekali. Ia akan membuat semua polisi itu yang takut.

Lima mobil polisi baru saja terparkir di halaman rumah Arkan yang luas. Pintu mobil paling depan tampak terbuka dan keluarlah seorang polisi yang tampak sudah berumur tapi tetap nampak tegas. Lalu di susul oleh polisi-polisi lainnya.

Tiba-tiba, semua wajah polisi itu terlihat pucat dan kaki nya seakan tak bisa mereka angkat. Semua itu karna melihat siapa pelaku yang akan mereka tangkap kali ini.

Sebuah keluarga mavia yang mereka tak akan bisa mereka tangkap. Terlebih lagi ketika melihat seorang gadis yang merupakan ketua gengster terbesar di dunia.

Semua polisi itu mulai melangkahkan kaki mereka dengan perlahan.

"Maaf, apa mereka semua membuat anda risih?" tanya ketua polisi itu dengan takut pada Dira.

Semua warga dan kepala desa terlebih lagi  wanita tadi terkejut bukan main. Bukannya langsung menangkap pembunuh itu, malah menanyakan keadaannya. Ada sesuatu yang salah.

"Ehh pak, dia itu pembunuh. Kenapa malah nanya sama dia?!" ujar kepala desa lalu diiringi dengan sorakan warga lainnya.

"Kalau kalian sayang sama nyawa kalian, mending kalian bubar. Mereka itu keluarga mafia, GENGSTER! Mereka risih dikit bisa di bantai kalian satu kampung! Mau?" jelas ketua polisi itu.

Semuanya langsung bungkam.

"Bagaimana pak kepala desa? Mau ngejabat sebagai kepala desa tapi nggak punya warga?" sinis salah satu polisi di sana.

"Sekarang kalian bubar! Lupakan kejadian ini seakan nggak pernah terjadi!" seru ketua polisi itu lagi yang membuat semua warga lari berkerumun kembali ke rumah mreka.

"Kalau begitu, kami permisi dulu. Maaf atas ketidaknyamanannya." ucap Polisi itu dengan tunduk lalu bergegas pergi dari tempat itu.

"Raa," panggil Raka pada Dira.

"Huff.... Araaa bakalan usahain, tapi masih banyak urusan yang harus Araa selesaiin dulu."

"Pah, Mah, bang, Kaa. Dira pulang duluan, ada sedikit masalah di markas, Diraa bakalan balik lagi kalau udah selesai." lanjut Dira yang dijawab anggukan oleh kedua orang tuanya.

"Pake apa Dir? Naik mobil butuh waktu lama loh baru nyampe," ujar mamah Risa.

"Heli Dira udah di perjalanan kok mah," jawab Dira yang membuat Arkan melototkan matanya mendengar kata Heli, atau lebih tepatnya helikoper.

"Tajir bener, heli aja ada apalagi pesawat!" seru Arkan dalam hati.

Semuanya kembali ke dalam rumah kecuali Dira yang menunggu Jemputannya datang.

"PAHH! MAHHH! DIRA PAMIT!" teriak Dira ketika melihat helikopter nya sudah mendarat di persawahan kosong yang sangat luas.

Semuanya langsung langsung keluar sembari melihat kepergian Dira. Menaiki helikopter nya dengan santai lalu terbang membawa Dira kembali ke Kotanya. Para warga juga celingak celinguk melihat Dira yang terlihat sangat kaya. Biasalahhh. Emak2.

Dalam beberapa menit, Dira sudah sampai tepat atas rumah megah nya. Ia langsung turun dan kembali bergegas ke markasnya.

"Apa ada tanda-tanda mencurigakan?" tanya Dira ketika sudah sampai di markas yang berada di belakang sekolah.

"Sejauh ini belum ada, tapi kita semua merasa kalau kita sedang di awasi." jawab Alvian yang sedang merakit senjatanya.

Dira lalu melangkah menuju ruangan nya untuk memastikan sesuatu. Sesampainya di ruangan nya, Dira menggeser sebuah patung burung kakatua yang berada di atas mejanya.

Terdengar sebuah hentakan dan lemari yang berada di ruangan itu perlahan terbagi dua dan menampakkan sebuah Ruangan rahasia yang di dalamnya banyak sekali alat-alat canggih dan juga berbahaya.

Ia langsung duduk di kursi yang menghadap langsung ke meja yang di atasnya terdapat layar yang terlihat menyala dan menampakkan setiap sisi markas bahkan markas rahasianya.

Ada begitu banyak Cctv yang terpasang di sepanjang sudut dan celah-celah markas Delvaroz. Dira langsung melirik tajam salah satu tangkapan gambar Cctv yang terdapat di bagian belakang markas.

Terpampang sangat jelas dua orang dengan pakaian serba hitam dan juga memakai masker sedang memasang sesuatu di tembok belakang markas Delvaroz. Dan Dira langsung tau kalau yang mereka pasang itu adalah bom.

"Shit!!" umpat Dira dan langsung bergegas ke tempat dua orang itu berada.

Dorrr.....

Dorrr......



Dengan santainya Dira langsung menembak kedua orang itu. Salah satu dari mereka langsung tumbang karena Dira menembaknya tepat di jantung orang itu. Sedangkan yang satu hanya di bagian lengan.

Dira lalu menyeret pria yang terluka itu dengan paksa ke ruangan eksekusinya. Dira menekan sesuatu di jamnya lalu...

"Kesini sekarang!!" ucap Dira lalu melanjutkan langkahnya dan masih menyeret pria itu yang hanya diam dan terus memegang luka bekas tembak yang terus mengeluarkan darah segar.

"Lorids," ucap Dira singkat lalu tersenyum miring di hadapan pria itu.

Beberapa menit setelah Dira menghubungi seseorang melalui jamnya. Alvin tak lama langsung datang dan mengikat pria itu di kursi di ruangan tawanannya.

"Gini, gue lagi baik. Jadi gua bakal tanya lu baik-baik, tapi klo lo nggak ngejawab. Nyawa lo langsung melayang," kata Dira yang sedang menyandar di dinding tepat di hadapan pria itu.

"Apa yang Grisa rencanain?" tanya Dira.

"Grisa bakalan nyerang kalian sebentar malam, cuman itu yang gua tau. Dan bom tadi cuman awalan," jawab pria itu lalu kembali meringis karna lukanya semakin sakit karna ikatan tali yang sangat erat di tubuhnya.

"Ohhh,"

"Kali ini, bukan pertanyaan tapi tawaran. Kalo lo masuk ke Delvaroz, nyawa lo bakalan selamat. Tapi kalau lo tetap bego mau ngikutin grisa, lo bakalan gua kasih penyiksaan yang nggak bakalan lo lupain walau lo udah mati sekalipun!" ucap Dira panjang lebar.

"Gua mau mau jadi anggota Delvaroz," jawab pria itu lalu kembali meringis.

"Tapi, lo harus lewatin sesuatu." ujar Alvin yang membuat Dira tersenyum devil.

Aca mengeluarkan belati kesayangnya, dan Alvin nampak memegang sebuah kotak kaca yang di dalam nya terdapat sebuah liontin berbentuk lambang Delvarozz. Di setiap sudut di dalam kotak itu terdapat sebuah mangkuk kecil yang di penuhi oleh bercak darah.

Tanpa perintah dari Dira, Alvin membuka ikatan pria itu. Aca lalu mendekati pria itu dan menarik tangan pria itu dengan kasar.  Aca langsung merobek telapak tangan pria itu menggunakan belatinya yang sangat tajam.

Sshhhhh

Terdengar suara desihan pria itu tapi Aca tetaplah seorang Aca. Seorang gadis yang tak punya hati nurani, dan itu sudah menjadi hal biasa baginya.

Aca merapatkan tangan pria itu dan mengarahkannya ke kotak kaca itu, tak lupa Alvin sudah membuka kotak kata itu terlebih dahulu. Menitikkan beberapa tetes darah pada setiap mangkuk kecil yang berada di setiap sudut kotak kaca itu. Hal itu merupakan hal yang sakral bagi setiap orang yang ingin masuk ke Delvarozz.

















Setelah beberapa bulan nggak update:)

Pasti nggak ada juga yang nungguin:)

Thak you for READING!!!

~M.F.M~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang