Chapter 8 : Another truth

411 81 34
                                    

Vote and Commentnya kaka~ thank uu ♡

Ada yang masih nunggu ga nih?

Btw guys... i'm so sorry for this late update. Aku ngilang brp lama ya? Wkwk.

Jadi, aku setiap sore selama sebulan ramadhan ini sibuk bantuin mamah :) jadi ga sempet nulis mulu huhuu ಥ‿ಥ

Dan selama brp hari nih setelah terakhir update? Ya intinya semenjak hari itu susah bgt mau lanjut. Sorry guys~

And hope u guys enjoy it~
.
.
.
"....hanya untuk memisahkan kita,"

"Apa?" Jisoo memandang Seokjin bingung

"Dia hanya berakting Soo, ayahku tak menyutujui kita, dia memaksaku untuk memutuskanmu walau aku tak mau,"

Jisoo bergeming. Dia dibohongi? Jadi selama ini mereka putus hanya karena akting seorang pria tua?

Seokjin mengerti kalau Jisoo agak shock, terlihat dari dirinya yang masih diam bergeming. 

"Duduklah, aku akan menjelaskannya," titah Seokjin

Jisoo menurut dan duduk di sofa sementara Seokjin membuang beberapa pecahan lalu menyusul duduk di sebelah Jisoo.

Cukup lama mereka diam berdua. Seokjin memainkan ujung jarinya, dia harus menjelaskannya tapi terlalu banyak hal yang ia tutupi dari Jisoo. Entah dari mana ia harus menjelaskan.

"Ayahku… dia seorang mafia,"

".... dia kejam dan berhati dingin, kau pasti bertanya kan kenapa aku bisa menjadi tukang roti?"

Jisoo melirik Seokjin sekilas. Ya, dia penasaran, dia penasaran dengan segalanya. Dan kini ia sadar bahwa Seokjin menyembunyikan banyak hal darinya. 

"Semuanya bermula disaat aku berumur 17 tahun…."

Washington DC, 10 tahun yang lalu…

PRANNGG!!

Suara guci yang pecah itu memenuhi ruangan tinggi berinterior eropa klasik. 
Pria paruh baya itu mengatur napasnya yang tersengal. Menatap putra pertamanya penuh amarah. 

"Apa kau bilang?! Kau menolak perintah ayah?!"

Pria yang dimarahi hanya bisa menunduk menyembunyikan rasa takutnya. Ia takut, sungguh sungguh takut melihat ayahnya yang begitu marah.

"Kau adalah ahli warisku Kim Seokjin! Kau tak berhak menolak apa yang kuputuskan!"

Putra pertama keluarga Kim, Kim Seokjin semakin menunduk. Ia belum punya rasa berani untuk menentang balik ayahnya. Dia takut tapi dia bingung dan marah. Kenapa? Apa salahnya jika ia menolak? Selama ini ia selalu menuruti apa kata ayahnya. Hanya sekali menolak dan ia langsung mendapat bentakan itu?

"Jangan pernah membantahku lagi dan jangan berani beraninya kau kabur dariku,"

Pria paruh baya yang merupakan ayah Kim Seokjin itu berlalu. Ia pergi dengan amarahnya dan membanting pintu ruang kerjanya.

"Seokjin ah…" seseorang mengelus pundaknya yang bergetar. Ya, ia menangis. Terkesan cengeng memang, tapi ia sudah tak tahan.

"Ibu…" Kim Seokjin memeluk wanita disampingnya erat erat. Ia tau ibunya pun tak bisa berbuat apa apa.

"Jangan menangis putraku…" hibur nyonya Kim

Seokjin tidak menangis lagi, tapi ia masih mau memeluk ibunya. Ia sangat butuh kehangatan ibunya.

MONOCHROME ||JINSOO|| HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang