Chapter 13 : A Dream

418 69 80
                                    

This is Chapter 13!

Sepertinya banyak momen Jinsoo disini, karena aku di part kemarin sengaja ngebanyakin dulu part yg lain. Karena ini kan ga 100% romance, jadi dibagi gtu…

Aku juga sebenernya mau banyakin, cuma bingung aja di bagian mana. Makanya ini udh aku ringkas juga dari bagan yang aku buat, dari catetan tentang 'Monochrome'

Aku pernah ngasih spoiler part kabur bersama kan? Buat yang udah liat komenan aku aja. Itu mungkin baru mulai di chap 15? Atau 14. Intinya ada kok. 

Yah… tetep aja say sorry ya~ thanks buat yang masih mau nungguin :)

Vote and comment nya don't forget!
.
.
.
Jika ditanya kasihan? Tentu saja iya. Jisoo meratapi Seokjin yang sudah tidur. Dari tadi ia sibuk mengelus rambut lebat itu. 

Sebenarnya ia bingung, Seokjin begitu tiba tiba mengatakan hal yang aneh. Seperti memintanya untuk berjanji. Terlebih lagi tadi ia menangis. 

Jin… entah kenapa waktu tidak berpengaruh. Kau masih tetap Kim Seokjin ku yang dulu meski kau banyak berubah. Kau mungkin memang menjengkelkan, tapi aku tak bisa tenang jika kau tak mengoceh. Itu jauh lebih baik jika kau banyak berbicara dibandingkan kau yang diam. Itu menyakitkan. Katakan padaku jika kau membutuhkan sesuatu dan kau ingin menceritakan sesuatu. I'm here for you, even if i betrayed my company, still.. i chose you without hesitation. 

. . .

"Kim Seokjin! Kau berani membawa gadis itu kembali ke hidupmu?!"

Jin, Kim Seokjin. Dia berdiri dengan ekspresi bingung. Hei, dia di ruangan sang ayah? Bukannya ini di Amerika? Kapan ia kesana?

"Kau berani mengkhianatiku? Kurang apa kau hah?! Harta, tahta, bahkan kebebasan, aku sudah berikan!"

Dia dimarahi? Tapi kenapa?. Dan itu semua menyadarkannya ketika ia sadar ada orang yang bersembunyi di balik tubuhnya. 

"Jisoo?"

Kim Jisoo bersembunyi dibalik punggung lebar Seokjin. Wajahnya tampak takut dan dia menggenggam erat kemeja yang Seokjin pakai. 

Seketika ia sadar jika ayahnya tau keberadaan Jisoo. 

"Aku ingin kau berhenti dekat dengannya!"

"Papa! Aku sudah dewasa, aku bisa menentukan pilihanku sendiri!"

"Oh? Begitu? Lalu Sehun? Bagaimana bisa perusahaan pengemis itu menjadi lebih maju dan besar dari kita?!"

Mendengar pertanyaan itu, Seokjin diam. Sehun. Lagi lagi dia yang ayahnya bandingkan. Kenapa? Kenapa harus menjadi yang pertama? Ia tak suka semua ini. Kekayaan? Tahta? Kebebasan? Cih, omong kosong. Semua itu bagaikan item pelengkapnya sebagai boneka permainan. 

"Papa, ini terlalu jauh,"

"Jauh? Apa maksudmu?"

"Kekayaan? Aku akui aku merasa terhormat dengan itu, lalu tahta? Aku sama sekali tak menginginkan hal itu, lalu kebebasan? Aku seorang pria dewasa yang butuh itu, sementara papa terus mengaturku seakan aku boneka hidup,"

"Hei, kau kurang ajar!"

Bakh!

Seokjin tersungkur. Tongkat kayu itu benar benar menghantam tulang wajahnya. 

"Dasar tidak tau diuntung! Pergi lah! Aku tak mau menampung anak nakal sepertimu lagi,"

Seokjin bangkit dibantu Jisoo lalu menatap tajam sang ayah.

MONOCHROME ||JINSOO|| HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang