Chapter 2 : Maid

534 97 48
                                    

As always guys... jangan lupa vote and commentnya. Itu membantu banget buat mood nulis hehe

Enjoy~
.
.
.
Tubuh Jisoo menegang. Apa yang tadi dia bilang? Dia siapa? Kim Seokjin.

Masih dengan keadaan memeluk, pria itu--Kim Seokjin, menangkupkan dagunya di bahu Jisoo yang lebih pendek darinya.

"Kau rindu padaku kan? Sayangku,"

Bulir air mata menetes dari pelupuk Jisoo. Hatinya memanas dan tangannya mengepal.

Seokjin memasang wajah remehnya saat Jisoo mendorongnya. Cukup kuat karena Jisoo pernah menjadi atlet bela diri.

"Kau mendorongku? Kau tega?"

"Brengsek,"

Smirk itu keluar membuat Jisoo bergidik. Ia terus mundur kala Seokjin terus maju, menyudutkannya sampai dia terjatuh ke atas sofa.

Jisoo menahan napas saat deru napas Seokjin menerpa wajahnya. Jaraknya sangat dekat, begitu dekat. Aroma maskulin itu menguar, menyeruak masuk ke dalam penciuman Jisoo.

"Kim Jisoo... kekasihku?" Tangan Seokjin mengangkat ujung rambut Jisoo, menghirup aroma coklat yang menjadi candunya dari dulu.

"Atau... mantan kekasih? Ah bukan... kau kesini karena mau bekerja sebagai maid kan? Kalau begitu... maid ku? Pelayanku? Hahaha!"

Ia menatap benci pada Seokjin. Sorot matanya tajam penuh dendam. Berbanding terbalik dengan hati kecilnya yang entah kenapa merasa lega. Iya, lega bisa melihat Kim Seokjin kembali. Katakanlah jika dia bodoh dan buta cinta, tapi itulah yang hatinya rasakan.

"Ouw... jangan menatapku begitu, aku takut... hahahha!" Ledek Seokjin diiringi tawa. Seketika nyali Jisoo menciut.

"Kau kesini untuk bekerja kan? Baiklah karena aku tau kau 'anak baik baik' maka akan langsung aku terima, sebagai maid,"

Seokjin mengukung Jisoo di sofa. Ia mendekat dan membisikkan sesuatu. Dan itu sukses membuat Jisoo kembali bergidik.

"You're gonna be my personal maid... my dear,"

. . .

Ujung jari Jimin memutih karena ia meremat ujung bajunya begitu erat. Dia gugup saat di interview, hmmm lebih ke gengsi sebenarnya.

Udara terasa begitu panas padahal angin AC kencang dan dingin. Entahlah, hanya Jimin saja yang merasa gerah.

Pria tadi melirik Jimin dan menahan tawanya. Baju nyentrik itu membuatnya ingin tertawa. Melihat Jimin rasanya seperti melihat anak TK.

"Park Bo Gum? Nama aslimu?"

Jimin buyar dari lamunannya, "i..iya,"

"Kau gugup? Haha, wae?" Pria di depan Jimin menyedot banana uyu nya. Jimin mengernyit dan memandang aneh. Yaa wajar saja aneh, pria itu sudah menenggak habis botol ke 4 susu pisang.

"Kau pernah bekerja di tempat lain?"

"Eumm... pernah,"

"Oh iya, tertulis kok di dokumen,"

Terus tadi kenapa bertanya bodoh? Kuyakin itu efek overdosis susu pisang, batin Jimin

"Hmm.. menjadi penjual tteok, penjaga kasir, bartender, cleaning service, satpam dan... tunggu, gigolo?" Pria itu menyipitkan matanya melihat deretan pengalaman kerja Jimin kemudian ia melirik Jimin yang wajahnya sudah tegang

Dia menaikkan alisnya sebelah, "pernah menjadi gigolo huh?"

Wajah Jimin memucat, "i..itu,"

Tapi pria di depannya hanya manggut manggut, "aku paham kok," dia menepuk nepuk bahu Jimin

MONOCHROME ||JINSOO|| HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang