Aeera terduduk lesu tanpa alas dipinggiran trotoar, ia menghela napas berat dan menghembuskannya perlahan.
Setelah pergi ke tempat yang Iyan sebut rumah yang terlihat kumuh, berkenalan dengan teman-teman Iyan, berbicara banyak dengan teman-teman Iyan, ikut mengamen dengan Iyan, hingga ia tertidur karna kelelahan di rumah Iyan yang hanya terbuat dari papan kayu yang tidak terlalu kokoh dengan tikar yang membuat tubuh Aeera terasa nyeri.
Sebenarnya saat mengamen Aeera kembali memakai benda kecil itu untuk menyumpal telinganya karna ia yakin suara lalu lalang kendaraan akan terasa bising.
Dan dengan so-soan Aeera menolak tawaran Iyan yang hendak mengantarkan Aeera pulang karna takut Aeera tersesat. Aeera sangat menyesal telah menolak tawaran bocah laki-laki itu, kini ia benar-benar tersesat, ia tak tau arah rumahnya.
Gadis itu menatap jalanan yang lumayan sepi, meratapi nasibnya yang menolak tawaran Iyan karna Aeera yakin ia pasti tahu arah jalan pulang.
Tapi akhirnya Aeera sadar bahwa ia benar-benar tak tahu dimana ia berada sekarang, Aeera juga tak memiliki uang karna semua uangnya sudah ia bagikan pada Iyan dan juga teman-temannya.
Apa ini balasan karna ia telah terlalu baik pada orang?
Aeera menggeleng, apa-apaan itu. Ia tak boleh berfikir seperti itu.
Aeera menghela nafas lagi dan melihat matahari yang mulai tenggelam, perutnya juga terasa perih karna hanya sarapan saat pagi hari dan belum makan apapun lagi.
Sungguh ia ingin menangis saja rasanya, matanya sudah memerah. Apakah keluarganya khawatir pada Aeera dan mulai mencarinya?
Aeera berharap mereka mencari Aeera dan segera menemukannya disini. Aeera takut, sungguh ia sangat takut, ia tak kenal daerah ini, Aeera hanya ingin pulang.
Saat langit sudah mulai gelap dan harapan Aeera yang sudah mulai pudar, ada cahaya yang semakin mendekat menyoroti tubuh Aeera, ia menghalangi cahaya itu dengan lengannya, gadis itu kini melihat dua orang laki-laki turun dari motor dan menghampirinya.
"Buset beneran Aeera. Lu ngapain disini, Ra? Mau cari pelanggan?" Tanya salah satu dari laki-laki itu.
Laki-laki yang disebelahnya memukul kepala laki-laki yang barusan berbicara. "Lo kira dia ngelonte apa?!"
Mata Aeera berkaca-kaca, Aeera seketika ber-imajinasi melihat sayap yang ada dipunggung mereka tengah membentang dengan lebar dan penuh cahaya. Mereka berdua .... penyelamat Aeera. Aeera sungguh terharu.
"Bian, Ino." Lirih Aeera menatap kedua laki-laki itu dengan bergantian.
"Lho, lho. Kenapa, Ra? Jangan nangis." Ino dengan segera duduk disamping Aeera saat melihat mata gadis itu mulai mengeluarkan air matanya.
"Lo beneran gak laku ya, Ra?" Tanya Bian prihatin dan duduk disebelah Aeera, kini posisi Aeera sedang berada ditengah-tengah antara Bian dan Ino.
Mendengar mereka berbicara membuat Aeera malah semakin sedih, bukan sedih karna sakit hati dengan ucapan Bian, tapi sedih karna Aeera sangat terharu. Akhirnya Aeera bertemu dengan orang yang ia kenal, Aeera sudah merasa ketakutan.
"Lo jangan ngomong gitu napa, Bi. Tuh Aeera makin kejer nangisnya." Ketus Ino menatap Bian geram saat Aeera malah menangis tersedu-sedu.
"Gue salah ngomong ya?" Bian bertanya dengan polos.
"Salah lah bego!"
"Salah mulu gue di mata elo."
Ino menghiraukan Bian dan beralih memegang bahu Aeera dan mengusapnya pelan. "Lo kenapa nangis, Ra? Ucapan Bian jangan lo masukin hati, Ra."
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Temu Rasa
Teen FictionAeera Gladista Ketenangan. Kesunyian yang membelenggu. Kesepian yang kian menjadi kesukaannya. Dan kegelapan yang menenangkan. Akhirnya Aeera dapat merasakannya. Ketika tidak ada yang bisa menemani setiap langkahmu, dan kamu merasa sendiri. Tenang...