"Aku hanya takut dikecewakan oleh diriku sendiri. Semuanya tak berjalan sesuai dengan keinginanku."
~Aeera Gladista~
****
Maya merenung bersama Aryo ditaman rumah sakit setelah berbicara dengan dokter saat mengatakan jika sebaiknya Aeera dibawa ke psikeater atau psikolog klinis.
Bagaimana bisa?
Apa yang terjadi pada putrinya?
Maya baru kali ini menyaksikan Aeera sekacau itu, sama halnya dengan Aryo.
"Yo?" Panggil Maya pelan.
Aryo hanya diam dengan pikiran yang berkecamuk.
"Kenapa ... kenapa Aeera kayak gitu, Yo?" Tanya Maya dengan lirih.
Aryo menatap Maya, "Aryo juga gak tau, mah."
Hening beberapa saat hingga Aryo angkat suara lagi.
"Mamah udah ngasih tau papah?" Tanya Aryo.
"Belum, Yo. Sebaiknya jangan kasih tau papah kamu, biarin papah kamu menyelesaikan kerjaannya dulu diluar kota." Ucap Maya. Suaminya sedang pergi keluar kota untuk mengerjakan sebuah proyek.
Aryo juga kerja dibawah pimpinan Aji, papahnya. Hanya saja Aryo hanya karyawan biasa, lagi pula Aryo yakin jika suatu saat perusahaan yang dimiliki Aji akan diserahkan kepadanya. Aryo hanya perlu mempersiapkan diri. Itu yang pernah Aji katakan.
Aryo memilih menjadi karyawan biasa terdahulu agar bisa mengambil tindakan yang lebih lanjut nantinya.
****
Aeera merenung berbaring di hospital bed atau tempat tidur yang berada dirumah sakit, Aeera tak habis pikir dengan dirinya sendiri.
Bagaimana bisa ia melakukan hal diluar pikirannya, ia sama sekali tak mengerti dengan perilaku nya.
Apa Aeera gila?
Aeera sungguh tidak mau gila, ia ingin hidup normal seperti remaja lainnya, ia ingin bisa bergaul dengan orang-orang seusianya.
Mengapa semua itu sungguh sulit bagi Aeera?
Aeera benci disituasi seperti ini.
Aeera benci berada dirumah sakit, rumah sakit hanya mengingatkannya bagaimana sakitnya kehilangan arti dari kehidupannya. Ibunya adalah segalanya baginya.
Ingatan Aeera akan ibunya membuatnya sesak.
Ia menghela nafas berat saat ada yang membuka pintu dan masuk kedalam dan menghampiri Aeera.
"Kata dokter Aeera udah boleh pulang. Aeera mau pulang sekarang atau besok?" Ucap Maya mengusap lembut surai hitam Aeera.
"Sekarang, mah."
"Yaudah ayo, abang kamu udah nunggu didepan."
Aeera bangun dibantu oleh Maya, Aeera merasa jika dirinya selalu saja menyusahkan Maya, Aeera menyayangi Maya seperti menyayangi ibunya sendiri. Aeera tidak bisa melihat Maya dirundung kesedihan seperti saat ini.
"Mamah jangan sedih ya?" Pinta Aeera, "lagipula, Aeera kan gapapa."
Maya tersenyum, "mamah gak bakalan sedih kalo Aeera gak kenapa-kenapa."
Aeera menunduk, "Aeera nyusahin mamah terus ya?"
Maya duduk disamping Aeera dan mendekapnya. "Kok Aeera ngomongnya gitu, mamah gak pernah ngerasa kesusahan, mamah sayang sama Aeera. Aeera gak boleh ngomong gitu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Temu Rasa
Fiksi RemajaAeera Gladista Ketenangan. Kesunyian yang membelenggu. Kesepian yang kian menjadi kesukaannya. Dan kegelapan yang menenangkan. Akhirnya Aeera dapat merasakannya. Ketika tidak ada yang bisa menemani setiap langkahmu, dan kamu merasa sendiri. Tenang...