Part 15🥥

583 61 6
                                    

Billkin mengusap tetesan air yang menuruni kulit wajah nya dengan telapak tangan.

Ia mengangkat kepala menatap pantulan dirinya sendiri. Terlihat begitu berantakan dan penuh dengan keputusasaan.

Ia menghela napas dan kemudian menghembuskan nya cepat melalui mulut. Terus berulang hingga tiga kali. Setelah memastikan jika dirinya sedikit lebih baik, Billkin memilih keluar dari toilet rumah sakit.

Mata nya melihat ayah dan ibu yang tengah menunggu didepan pintu ruangan rawat PP. Sang ibu terlihat pucat dan sang ayah yang tidak mengatakan sepatah kata pun setelah insiden percobaan bunuh diri PP.

Billkin melangkah kan kaki nya perlahan menghampiri orang tua nya. Ikut menunggu dokter keluar dari ruangan PP.

Cklek

Seketika pandangan semua orang tertuju pada sosok pria yang keluar dari ruangan tersebut. Yang tak lain adalah dokter yang menangani PP.

"Bagaimana keadaan kekasih saya dok?" Billkin adalah orang pertama yang mengajukan pertanyaan, ia tidak peduli dengan pandangan sang ayah yang menatap nya tajam.

"Kondisi pasien untuk saat ini baik-baik saja, untung kalian cepat membawa nya kesini dan stok darah dirumah sakit ini pun lengkap" ujar sang dokter diakhiri dengan senyuman ramah.

Billkin dapat bernapas lega, orang terkasih nya baik-baik saja.

"Terimakasih dok" ucap sang ayah.

Sang ibu sudah tidak bisa membendung air matanya lagi, Billkin dengan sigap memeluk sang ibu.

"Untuk saat ini pasien belum sadar kan diri," ucap sang dokter, kemudian beranjak pergi.

"Sekali lagi terimakasih dok" ucap Billkin.

"Ayo kita lihat PP didalam" ujar sang ibu, yang diangguki oleh Billkin.

~~~

PP belum bangun juga.

Billkin melipat kedua tangan nya disamping kepala PP dan menatap wajah pucat itu dengan lekat.

Tak jauh darinya, ada jayler yang duduk didekat jendela.

"Om Roy kapan kesini?" Tanya jayler.

"Tidak tahu, semalem saya tanya, tidak dijawab"

Jayler mengangguk, ia berdiri kakinya pegal, lalu mulai meregangkan tubuhnya.

"Kalo aja..."

Billkin menoleh menatap jayler yang tengah bergumam.

"...PP engga bangun-bangun gimana?" Tanya pemuda itu.

"Saya bangunin dia dengan paksa"

"Mana bisa bego" jayler mendengus.

Ekspresi Billkin berubah tak senang dengan pertanyaan jayler.

Jayler menelan ludah "Gue pulang duluan deh"

Billkin mengangguk mengiyakan, "Perlu saya antar?"

"Ga perlu, gue pulang dulu ya kalo PP udah bangun jangan lupa kasih tau gue" ujar jayler beranjak meninggalkan ruangan tersebut.

Billkin kembali menggenggam tangan kanan itu, dan mengusap punggung tangan nya pelan.

Dia tak sabar melihat kedua mata itu terbuka, Billkin rindu pada mata indah yang dihiasi bulu mata lentik itu, atau pada ucapan-ucapan kasar yang terlontar dari bibir manis itu.

Lalu gerakan pelan dari pemuda yang berbaring diatas ranjang itu, mengalihkan perhatian Billkin.

"PP?"

Kedua matanya fokus menatap tubuh kurus didepan nya, namun tak ada gerakan lagi.

Billkin kecewa.

Ia kembali menggenggam tangan kanan itu lembut. Lalu mengecup punggung tangan nya pelan, tangan Billkin beralih mengelus rambut itu, bibirnya ia dekat kan ketelinga PP.

"PP...kamu denger aku kan?" Bisiknya pelan. "PP, ini Billkin"

Tangan yang Billkin genggam itu bergerak pelan. Merespon panggilannya, sungguh Billkin sangat bahagia.

"Sayang...ayo bangun" ujarnya lagi, mengelus rambut itu dengan lembut.

"PP" panggil Billkin lagi "Aku merindukan mu"

Dan kedua kelopak mata itu, perlahan terbuka.

Billkin tersenyum bahagia.

"...kenapa?" Suara serak itu terdengar lirih.

"Ya" saut Billkin penuh semangat.

Perlahan PP menatap Billkin, setetes air mata turun dari ujung matanya.

"...kenapa gue hidup?"

Senyuman Billkin menghilang dalam sekejap, hatinya seolah dicubit kuat oleh kalimat itu, apalagi saat air mata PP kembali turun.

Kenapa...dia hidup?

Tentu saja PP harus hidup!! Jika dia mati, Billkin bagaimana? Apalagi PP mencoba bunuh diri didepan matanya sendiri! Apa pemuda itu juga ingin Billkin menyusulnya?!

"PP"

"Kin... kenapa?"

Tanpa dapat dicegah, setetes air mata ikut turun ke pipi Billkin, bibirnya bergetar pelan.

"...maafkan saya, saya tau apa yang saya lakukan itu egois" bisik Billkin pelan.

"Kenapa?" PP kembali bertanya mempertanyakan kehidupan nya, mempertanyakan  arti hidup yang telah diselamatkan ini.

"PP" Billkin melepaskan genggaman tangan nya. Menyentuh pelan pipi yang semakin tirus itu, "untuk kali ini saya mohon. Jika menurut kamu, kamu sudah tidak ada artinya
Di dunia ini...

"...Untuk saat ini tolong jadikan saya sebagai alasan kamu hidup" lanjut Billkin.

PP mencengkeram baju bagian depan Billkin, dengan putus asa.

"Jangan tinggalin gue"

Billkin tersenyum tipis, ia mendekatkan wajah mereka, "Saya tidak akan melepaskan mu, sampai kapan pun kamu harus selalu ada disisi ku"

Kedua tangan Billkin menyentuh wajah PP lembut, "Kamu jangan terlalu banyak berpikir,  kita pasti bisa melewati ini bersama"

"Jangan pergi"

Billkin tertawa pelan "Aku mau pergi kemana memangnya? Saya sudah terlalu nyaman disini, disamping kamu, Rumah ku"

PP tak mengerti kenapa jantung nya berdebar kencang untuk kesekian kalinya saat mendengar kata-kata itu, tangan kanan nya menarik tengkuk Billkin, tanpa sadar menyatukan bibir keduanya.

Billkin melebarkan kedua matanya kaget. Lalu saat bibir mereka terpisah, keduanya saling bertatapan seolah-olah menyalurkan semua rasa diantara mereka berdua.

"Apa gue boleh bahagia?"

Billkin menatap kedua mata itu dengan lekat, "Boleh".

"Buat gue bahagia?"

Billkin mengangguk, "Tentu."

Black Heart-BKPP ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang