BL || Chapter 05

478 132 67
                                    

Happy Reading

Jangan lupa vote dan komen biar aku semangat hehe 😅
:
"Hanya ada beberapa orang yang memuji gue, selebihnya yang menghina gue."

****

Pria tersebut kagum dengan Vanya. Ingat, ya, kagum! Bukan cinta! Pria tersebut bertepuk tangan. "Jarang ada cewek yang kayak lo."

Vanya tersenyum semanis mungkin. "Karena gue langka, hanya ada beberapa orang yang kayak gue, tapi pasti ada perbedaannya dikit."

Vanya berdehem, "eh Jamal nama asli lo siapa?"

Pria tersebut menatap tajam, yang ditatap tajam hanya terkekeh. "Oh iya, nama gue -"

"SUDAH PUAS KENCAN NYA?!" teriak suara bariton dari pintu. Serentak mereka menoleh ke sumber suara. Seorang guru yang membawa pengaris legendaris, memakai kaca mata bulat.

"Eh bapak legen cupu," ucap Vanya spontan. Beberapa detik kemudian dia baru sadar lalu, segera menutup mulutnya. Tamatlah riwayat mereka berdua.

"Kamu tadi bilang apa?" tanya bapak guru itu dengan wajah merah akibat kepanasan.

Vanya mengelengkan kepala cepat, "enggak bilang apa-apa."

"Vanya, saya tidak budek!" teriak Bapak guru memukul meja samping Vanya mengunakan pengaris.

"Bapak legen, saya enggak bilang bapak budek loh. Bapak sendiri yang bilang," tutur Vanya ramah disertai senyuman jahil.

"Nama saya Regen! Bukan legen!" protes Bapak Regen, tak terima namanya diubah apalagi sama murid bandel yang satu ini.

"Iya bapak legen, aduh lidah Vanya suka keseleo. Vanya perbaiki ucapan yang typo tadi." Vanya memukul mulutnya yang suka ceplas-ceplos.

Bapak Regen memukul lengan Vanya mengunakan penggaris walaupun tidak kencang. Vanya tetap mengaduh kesakitan. Ia paling suka menggoda guru satu ini, jika marah pasti memperbaiki kumis dulu lalu melanjutkan marahnya.

"Aduh bapak suka banget mukul saya menggunakan penggaris. Jangan-jangan bapak suka sama, ya? Tapi sayangnya pak, bapak bukan tipe saya."

Bapak Regen kembali memukul Vanya. "Enak aja dikira saya pendopo!"

Dua remaja tersebut menahan tawa, salah satu dari mereka yang tak lain Vanya. Vanya tidak bisa menahan tawanya suara tawa terdengar seperti mbak kunti ingin melahirkan sambil tertawa. "Hahaha, bukan pendopo bapak ganteng, gantengnya ngalahin ubin sampai-sampai ubinnya nages."

"Hahaha bisa aja anak setan. Terus apa dong kalau bukan pendopo?" tanya polos Bapak Regen mengerucutkan bibirnya. Pria samping Vanya menahan tawa. Dia tidak tahu guru BP-nya bisa selucu ini.

"Bapak Regen mulutnya jangan digituin deh."

"Lah kenapa? Mulut-mulut saya, kenapa anda sewot? Kamu iri sama saya? Gara-gara bibir saya mirip V, idola anak jaman sekarang."

"Mohon maaf ya bapak, saya tidak iri. Bibir bapak mirip bebek minta dikawinin sama babi, saya bilang jujur dari hati saya yang tulus loh pak. Bapak itu lebih ke vertigo bukan V BTS."

"Nikah dulu baru kawin!" seru Bapak Regen, lalu mengerjapkan matanya berkali-kali. "Memangnya Bebek bisa kawin sama babi?"

Mereka mengangkat bahu menandakan tidak peduli. Vanya merasa iba saat melihat ekspresi gurunya, dengan berat hati dirinya menjawab pertanyaan gurunya yang tidak masuk akal, "mana saya tau, saya 'kan ikan. Coba bapak praktekkan langsung pak. Kalau udah tau jawabannya jangan lupa kasih tau kita, ya, pak."

BAD LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang