BL || Chapter 21

221 36 11
                                    

🍁 HAPPY READING 🍁

“Persahabatan, diantara mereka pasti ada yang kekanakan. Namun selalu dimaklumi karena itu hal biasa diikatkan persahabatan.”

****

Hari Senin adalah hari yang paling dibenci oleh murid-murid. Terik matahari menyoroti Vanya. Vanya memegangi perutnya, rasa lapar dan mual. Sebagian murid fokus pada pidato upacara bendera, sedangkan beberapa murid bercanda ria di belakang.

Seharusnya Vanya berdiri di belakang, namun dia dihukum sebab dia tidak memakai topi. Vanya menoleh, saat seseorang berdiri di sampingnya.

"Lo ngapain di sini?" tanya Vanya penasaran.

"Lo ngapain di sini?" tanya balik Altair.

"Dihukum, udah tau masih tanya," jawab judes Vanya.

"Yaudah berarti kita sama," balas Altair seraya hormat kepada bendera merah putih kebanggaan Indonesia.

"Ketos gila, seharusnya jadi ketua OSIS yang baik. Bukannya jadi contoh yang jelek."

"Cie perhatian sama gue."

"Jijik!"

Vanya menutupi kepalanya yang terkena sinar matahari. Altair yang melihat Vanya kepanasan dia ingin melakukan sesuatu, namun gengsi. Dulu ia tidak peduli dengan Vanya, tapi sekarang kenapa dia begitu kepada Vanya?

Satu tangan Altair untuk hormat, salah satunya untuk menutupi sinar matahari yang mengenai Vanya.

Vanya berjongkok, dia memegangi kepalanya yang pusing, dia tak tahan. Pengelihatannya kabur. Vanya ambruk, semua pandangan tertuju Vanya. Altair mengangkat tubuh Vanya. Ini alasannya Altair meminta guru untuk menghukumnya karena tidak memakai dasi.

Altair bergegas menuju UKS. Sahabat Vanya yang tau Vanya pingsan. Mereka langsung mengikuti Altair.
Altair membaringkan tubuh Vanya. Dia mengambil minyak kayu putih, saat ingin mengoleskan tangannya di cekal oleh sahabat Vanya.

"No, no, no," ucap sahabat Vanya kompak. Altair mengerutkan keningnya. Dia ingin membantu, tapi mengapa dilarang?

"Kenapa? Temen lo nanti mati, kalau enggak segera ditolong," kata Altair dingin.

"Kalau ngomong dijaga!" cerca Anca. Scarletta mengganguk kepala.

"Lo itu cowok, Vanya cewek. Kalian belum muhrim, jadi tangan nakal lo, jangan meraba kemana-mana!" sentak Anca. Dia menyentak tangan Altair dengan kasar.

"Cik, udah dibantuin enggak bilang makasih, justru gue kena omel! Dasar cewek!" Altair keluar dari UKS.

"Dia juga enggak suka bau minyak wangi," imbuh Anca. Scarletta mencubit lengan Anca.

"Minyak kayu putih, bukan minyak wangi," koreksi Letta.

"Minyak goreng sekalian! Intinya yang di pegang ketos tadi."

Altair mendengarkan percakapan para sahabat Vanya. Altair tersentak saat segerombolan murid laki-laki memukul bahunya.

Altair menoleh, menatap mereka tajam. Mereka menghentikan tawanya. Mereka merasa bosan melihat wajah datar Altair.

"Tumben bos dihukum, biasanya jadi anak kesayangan guru," ucap laki-laki yang sedang memutar topi.

Mereka tertawa, hanya satu orang yang tidak tertawa. Dia sama seperti Altair, memiliki sifat dingin tak tersentuh.

BAD LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang