HAPPY READING 🍁
“Tanpa kalian sadari, ada seseorang yang sangat sayang pada dirimu dan dia selalu menjadi pelindung mu tanpa sepengetahuan mu.”
****
Anca menceritakan semua kepada Vanya, bahwa ayahnya telah dipenjara karena seseorang. Anca terus meninju Vanya untuk melampiaskan semuanya. Vanya menahan rasa sakit saat dipukul oleh sahabatnya, dia rela menjadi pelampiasan sahabatnya. Ia mengigit bibirnya, luka yang diberikan oleh sang Papa belum sembuh dan dia harus menahan rasa sakit ini.
"Kenapa ayah gue dipenjara, Van? Ayah gue enggak salah! Pasti ayah gue difitnah!" raung Anca. Vanya menenangkan Anca.
"Gue bakal balas dendam sama orang itu!" ucap Anca berapi-api. Wajahnya memerah menahan amarah.
Deg!
Jantung Vanya berhenti sejenak, saat mendengar ucapan Anca. Ia langsung mengubah ekspresi wajahnya. Vanya memutar badannya. Dia memeluk sahabatnya dengan begitu erat.
"Maaf," ujar Vanya bersamaan air menetes dari matanya. Dia memeluk tubuh Anca. Anca kaget, saat sahabatnya memeluknya begitu erat seperti takut kehilangan.
"Anca maafin gue, gue sahabat yang enggak berguna! Suatu saat lo kalau tahu, jangan benci gue," ucap Vanya dalam hati. Matanya memerah menahan tangisan, dia tidak mungkin mengatakan sebenarnya kepada Anca.
Vanya mengendurkan pelukannya. "Nanti kita jenguk bokap lo bersama-sama, gue, lo, dan si tukang korban virtual."
Anca mengerutkan keningnya. Dia tertawa lepas membayangkan wajah Scarletta yang terus mengeluh tentang Rangga. Anca turun dari ranjang.
"Maksud lo Scarlett? Pemutih baju. Nama sahabat kita aneh, ya," sahut Anca dengan wajah lesu.
Vanya menyonyor kening Anca. "Scarlett itu pemutih kulit goblok! Pemutih baju itu baru byeclin."
"Nama lo juga aneh njir, sanca ular Sancaka tok," lajut Vanya seraya memakan permen karet.
Anca mendengus. "Enak aja lo hina nama gue! Nama gue bagus, itu nama dari bokap gue. Bagi gue nama Anca itu bagus."
Vanya memutar bola matanya. Dia bersedekap dada. "Nah ini yang gue maksud. Lo enggak mau nama lo dijelekkan terus kok lo ganti nama Letta? Jangan gitu lah, untung si tukang korban virtual enggak ada. Kalau ada mungkin lo udah gepeng."
Anca mencubit perut Vanya dengan keras. Vanya mengaduh kesakitan, cubitan sahabatnya seperti cupi cupita yang suka cubit-cubitan.
"Lo juga suka ganti nama orang njir!"
Vanya mencubit pipi Anca gemas. "Itu udah kebiasaan enggak bisa dihilangkan Sancaka."
Anca mendengus, dia menatap Vanya penuh permohonan. "Nanti lo nemenin gue kan?"
Vanya duduk di atas ranjang. Dia bersedekap dada, lalu mengetuk dagunya mengunakan jari telunjuk. "Gimana, ya? Gue sih mau, tapi lo pelit."
Anca menggoyangkan lengan Vanya. "Gue enggak pernah pelit, njir. Gue cuma enggak mau berbagi."
"Sama aja oneng!"
"Please, temenin gue, ya? Gue traktir cilok sama permen karet." Anca mengedipkan matanya berkali-kali.
"Mata lo kayak orang cacingan," ujar Vanya santai seraya turun dari ranjang kasur.
"Bangke!"
"Makanya mata lo diam aja. Kotoran mata lo keluar semua tuh. Lo pasti kagak cuci mata?" Vanya tertawa terbahak-bahak. Anca menepuk jidatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BAD LIFE
Teen Fiction"Kesedihan, kesendirian, kehilangan, kegelapan, kekecewaan dan tipu daya selalu melekat di kehidupan nya." Seorang gadis cantik memiliki banyak luka dan rahasia. Anak broken home yang selalu salah di mata papanya. Seakan-akan dunia begitu membeci di...