Chapter 3.1

355 68 16
                                    


Dari tempatnya berdiri, pemuda itu dapat merasakan pancaran aura sihir yang luar biasa kuat. Aura itu berpendar kemerahan, bergerak bebas di udara dengan ritme berantakan. Tujuan awal untuk mencari kayu bakar dan batuan energi ia kesampingkan dulu, keberadaan aura ini terlihat lebih menarik. Kakinya melangkah menuju tempat yang ia yakini sebagai pusat dari aura sihir itu. Mungkin anggota regunya akan memarahinya nanti, -seperti biasa- karena telah 'pergi meninggalkan tanggung jawab dan malah mendekati masalah'. 

Hei, tidak semua hal yang menarik dapat menjadi masalah bukan? Terlebih jika hal itu adalah aura sihir.

-oke ralat, mungkin bisa dikategorikan sebagai masalah nantinya.

Tapi apa pedulinya? Dia merasa cukup kuat untuk mengalahkan beberapa Solus tingkat 4 jika monster-monster itu mendatanginya nanti. Regunya tidak perlu mengkhawatirkan dirinya, itu hanya akan membuang waktu. Ia seorang Oracle dan petarung, keahlian bela dirinya cukup baik untuk melawan balik serangan. Apalagi jika saingannya hanya berupa makhluk astral sisa pengumpulan berkas sihir orang lain. Sayangnya -dan untungnya- sejauh langkahnya berjalan tidak ada satu pun Solus yang menampakkan diri.

"Kemana perginya monster-monster itu?"

Monolognya sambil melangkahi akar pohon yang menonjol di atas tanah. Selama itu ia berpikir dan melamun, selama itu juga ia menempuh perjalanan menuju salah satu lokasi favorit para penyihir untuk mengisi ulang energinya.

Tempat terbuka di tengah Hutan Emiris. Pepohonan tidak tumbuh dengan rapat sampai menghalangi sinar bulan menerangi rumput yang tumbuh subur. Biasanya Ia  akan mendapati banyak penyihir yang berdatangan, saling bercengkrama dan membuat pentagram untuk batuannya. Aura sihir warna warni akan terasa, bergerak megudara dan saling bertubrukkan ketika mendekati satu sama lain. Namun sekarang belum musim pengisian energi, terlebih dengan jadwal turnamen yang mendekat. Kakinya melangkah sedikit lebih jauh, mengikuti aura kemerahan yang menariknya ke sini.

Namun pemandangan di hadapannya sungguh berada di luar perkiraannya.

Tiga ekor-buah? Entahlah ia tak tahu apa satuan yang tepat untuk monster itu- Solus berukuran besar sedang menyerang tiga orang secara bersamaan, pepohonan bertumbangan dan ada banyak bercak darah pekat milik para Solus. Area yang harusnya rimbun dan dipadati pohon itu kini tampak sedikit lapang akibat pertarungan yang tidak dibatasi oleh Barrier. Biasanya para petarung akan memasang barrier sebelum memulai perkelahian, berbeda dengan mereka bertiga. Tiga orang yang terdiri dari dua pemuda dan seorang perempuan. Kondisi ketiganya tidak baik, lebam dan bekas cakaran menghiasi tubuh mereka yang terekspos. Pakaian mereka dikotori oleh cairan pekat, terlihat berantakan dan lusuh.

Pemuda itu menaikkan alisnya heran. Belum pernah ia melihat Solus sebesar ini, terlebih dengan mata sebanyak ini. Solus tidak menyadari kehadirannya, masih gencar menyerang tiga orang itu. Sedangkan yang diserang sudah mulai kewalahan, terutama satu pemuda yang tidak menggunakan senjata sihir seperti dua temannya yang lain. Orang awam akan menyimpulkan bahwa pemuda itu hanya orang biasa yang sedikit memahami teknik bertarung, meski harus ia akui kemampuan menghindar si wajah kelinci-ya ia baru menyadari paras pemuda itu mirip kelinci- cukup bagus. Namun aura sihir kemerahan yang ia ikuti tadi berasal darinya.

Menarik.

"Bantu atau tonton saja ya? Hmm..."

Pemuda manis itu menyentuh dagunya, memasang ekspresi berpikir sambil menatap ke arena pertarungan dihadapannya. Kedua manik terangnya mengamati bagaimana si kuncir kuda-perempuan satu-satunya disana- melepaskan cakram sihirnya untuk menyayat Solus sebesar bus kota. Beberapa dari serangannya mengenai target, memotong bagian tubuh monster dan membuat gumpalan hitam dengan darah pekat berjatuhan disekitar Solus yang sedang meraung marah.

Semakin menarik.

Ia tampak mempertimbangkan pilihannya ketika sebuah cakram sihir melesat tepat di samping telinganya, memotong sedikit dari surai pirangnya. Seinchi lagi cakram kekuningan itu menyentuh daun telinganya, maka cupingnyalah yang akan terpotong. Piringan itu menancap pada pohon dibelakangnya, yang kini mulai terbelah. Sihir pada piringan itu menumbangkan pohon tua dengan suara bedebam yang khas.

Ekspresinya berubah datar, lalu dengan cepat kedua alisnya menukik tajam. Tampak ia meraba bagian rambutnya yang terpotong, lalu meraih helaian yang berjatuhan pada bahunya. Terdapat kilatan marah pada manik biru terang yang kini menatap si pelaku. Lantas ia menatap sengit Solus yang menyerang pemuda tadi-si pelaku.

"Bedebah sialan.. Kau akan membayar mahal untuk ini,"

Astaga, ini benar-benar menarik.

0o0


Haloooo

Apa kabar kalian semua?? puasa aman? hehe semangat bentar lagi lebaran :D

Apa masih ada yang nungguin apdet dari book ini? :'D

wkwkwk maap kalo chap ini pendek, lagi galau gue tuh ;-;

anyways ada yang mau tebak siapa si pemuda manis ini? dan btw chap ini khusus lebih cenderung pake sudut pandang si manis kita ini :3 

Gimana kalo pake vote?

kira-kira siapa yang paling mungkin jadi pemuda manis nan tukang marah-marah nan uwu di chap ini menurut kelean?

Choi Chanhee (The Boyz)

Huang Renjun (NCT Dream)

Kim Jungwoo (NCT 127)

yak dan kita tunggu jawabannya di chapter berikutnya :D

Makasih dah mau mampir, moga betah!

-Nol

-Nol

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Once Upon a Bunny [JaeDo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang