Kayu bergemeletuk dilalap api. Derak khas suara komponen tersebut dibakar memenuhi pendengaran empat orang yang sedang menikmati makan dalam diam. Sang tuan rumah tampak terlalu fokus pada semangkuk bubur pada genggamannya, hampir mengabaikan kehadiran tiga pengguna sihir lainnya. Sampai suara batuk mengusik, membuatnya menoleh pada pemilik suara yang kini sedang menepuk dadanya dengan sedikit brutal, berharap agar penafasannya membaik.
Segelas air minum disodorkan kepada Hendery, yang masih terbatuk menahan perih pada kerongkongan imbas tersedak tadi. Tak butuh waktu lama untuk mengembalikan gelas dalam kondisi kosong pada sosok itu, disusul gumaman terima kasih pelan.
"Pelan-pelan saja, tak ada yang akan meminta bagianmu," Sangyeon berujar menahan geli, sikap penyihir muda itu sedikit menghibur baginya.
Kembali mereka makan dalam diam. Tak ada pembicaraan, tiga tamu itu merasa segan jika satu-satunya pemuda bermarga Lee disana tidak memulai dialog. Acara makan mereka hanya ditemani hangatnya perapian dan sahutan burung hantu.
Mangkuk kini kosong. Jisoo, sebagai yang tertua mengamati suasana dalam ruangan itu dan memutuskan untuk berbicara,
"Tuan Lee, terima kasih untuk makanannya. Aku dan mereka berdua akan segera melanjutkan perjalanan pulang,"
Pemuda itu mengangguk-angguk paham. Ia membawa dirinya bangkit menuju salah satu rak yang dipenuhi aneka macam serbuk dan warna. Sebuah tabung reaksi kecil yang berisikan cairan keunguan ia berikan kepada Hendery.
"Untuk mempercepat perjalanan dalam portal,"
Pertanyaan yang belum sempat ia ucapkan sudah dijawab, membuat pemuda itu tersenyum kikuk. Ia sempat melirik pada Doyoung yang tampak sibuk memperhatikan isi toko kelontong milik Sangyeon. Pemuda manis itu terfokus pada satu benda yang tergeletak di tengah-tengah meja rakitan.
Sebuah kalung dengan bandul besi.
Hendery menyadari tatapan Doyoung terlihat sedikit kosong. Baru saja ia hendak menegurnya, sebuah tarikan kuat pada lengan baju membuatnya hampir terjungkal ke belakang dan menghantam anak tangga. Namun bukan rasa sakit yang tubuhnya terima, melainkan terpaan angin kencang dan pemandangan sekelilingnya yang tampak melebur buram. Butuh beberapa detik untuk menyadari bahwa mereka kini berada dalam portal, entah menuju ke mana.
Namun rasa penasaran akhirnya membuatnya bertanya -dalam teriakan-
"Kita akan tiba dimana?"
"Lihat saja nanti!"
Jawaban sosok yang menariknya tidak cukup memuaskan Hendery. Kini ia berbalik, berhadapan dengan pemuda itu. Sedikit terkejut dengan wajahnya yang pias, peluh menuruni dahinya.
"Doy?! Kau kenapa?"
"Diamlah," suaranya serak, seperti baru saja bangun, "kita akan tiba lebih cepat jika kau meminum cairan dari Sangyeon,"
Dahi Hendery berkerut. Jarang sekali pemuda disampingnya langsung menampilkan kepercayaan pada orang asing, dengan menyuruhnya meminum ramuan dari Sangyeon.
"Apa itu aman?"
Tak ada jawaban langsung, hanya anggukan samar dari Doyoung yang semakin memucat. Kepala Hendery semakin dipenuhi berbagai macam pertanyaan, Namun dalam kondisi melayang jatuh seperti ini membuatnya tak memiliki banyak pilihan selain menuruti perintah Doyoung. Ia menelan cairan hambar itu langsung dari tabungnya, tidak menyisakan setetes pun. Tabung kosong itu melayang, melawan arah gravitasi jika masih ada sedikit di dalam portal penuh anomali ini.
Kini sekitarnya terasa semakin memburam. Ia hampir tak lagi merasakan deru angin pada wajahnya. Rona kemerahan perlahan memenuhi sudut pandangan, hingga akhirnya ia menutup kedua matanya sendirian dalam lorong portal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Once Upon a Bunny [JaeDo]
FantasyJAEDO | BXB | NCT | FANTASY | AU Doyoung tidak lagi memiliki pilihan selain tinggal di akademi setelah melewati beberapa kejadian yang hampir merenggut nyawanya. Awalnya ia mengira akan menjalani keseharian yang membosankan sendiri dengan tenang. Na...