Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Doyoung. Ia tersentak sedikit, lantas merapikan buku sihir yang sedari tadi ia biarkan terbuka sebelum meraih gagang pintu kamarnya.
"Kau sudah siap? jam 10 nanti kita berangkat Doy."
Ucapan Jisoo membuatnya menoleh pada jam dinding di kamarnya. Waktu menunjukkan pukul 9:50. Ia mengernyitkan alisnya bingung. Berapa lama waktu yang ia habiskan untuk memikirkan masa lalunya? Sepertinya waktu berlalu terlalu cepat baginya.
"Doy? kau baik-baik saja?"
Sadar dengan kehadiran Jisoo, Doyoung mengangguk, lantas mempersilahkan perempuan itu untuk masuk selagi ia mengemas beberapa botol ramuan dan kertas jimat yang sudah ia kumpulkan jauh-jauh hari.
"Bagaimana dengan bukunya?"
Ia menoleh pada Jisoo yang kini sedang membuka-buka halaman secara acak, membaca singkat apa yang tertera pada buku itu. Perempuan itu duduk di pinggiran kasur Doyoung. Pemuda itu hanya mengendikkan bahu tak tahu.
"Entahlah, aku belum membacanya Dok,"
Sepertinya panggilannya kepada Jisoo membuat perempuan itu kesal, terlihat dari caranya menghembuskan napas dan menggembungkan pipinya.
"Sudah kubilang panggil saja aku Jisoo atau Kakak jika hanya berdua,"
"Aku merasa tidak sopan Dok-"
"Dan aku tidak menerima penolakan. Berhenti bersikap seformal ini Doy, kita masih satu marga,"
Pernyataan Jisoo membuatnya bungkam. Memang, seharusnya mereka bisa bersikap seperti saudara mengingat nama depan mereka sama. Namun entah sejak kapan pemuda manis itu memutuskan untuk menggunakan panggilan formal yang sesuai dengan jabatan perempuan itu; Dokter.
Berakhir dengan Jisoo yang marah-marah akibat merasa terlalu dijunjung tinggi oleh Doyoung selayaknya tetua di Asrama. Ia merasa enggan untuk disamakan dengan pria-pria tua itu, meski secara teknis posisinya setara dengan mereka.
"Kau yakin masih akan membawa ramuan sebanyak itu?"
"Iya, sihirku tidak berfungsi di dalam Hutan Dimensi asal kau ingat Do-Kak," buru-buru Doyoung memperbaiki akhir kalimatnya, tak ingin menjadi sasaran timpuk buku yang ada di tangan Jisoo.
Yang lebih tua menghela napasnya.
"Untuk malam ini, setidaknya cobalah menggunakan sihirmu Doy," Ia membuka-buka buku pada tangannya, mencari halaman yang sesuai. "Disini ada penjelasannya,"
Doyoung hanya mengangguk-anggukan kepalanya, masih berkutat dengan berlembar-lembar jimat yang sedang ia rubah agar volumenya mengecil. Dengan cekatan ia memasukan semua barangnya ke dalam tas selempang miliknya, lantas mengancingnya dan bangkit menuju pintu kamar. Hampir melupakan Jisoo yang sibuk dengan Buku Sihir Keluarga Kim.
"Kak? Ayo, sudah hampir jam 10,"
Jisoo yang masih membolak-balikkan halaman mendecak kesal, tidak berhasil menemukan apa yang ia cari. Sedikit kasar ia meletakan-membanting- buku itu ke atas kasur. Meski begitu, kedua kakinya segera bergerak ke arah Doyoung.
"Ya sudah, ayo berangkat,"
0o0
Setelah menempuh perjalanan selama 30 menit, mereka bertiga sudah tiba di area lapang dalam Hutan Dimensi. Ya, bertiga-Hendery merengek ikut saat berpapasan di lorong menuju kantor dan Jisoo tidak memiliki alasan untuk menolak. Sedangkan Doyoung hanya memutar matanya malas ketika mendengar penjelasan dari Hendery,
KAMU SEDANG MEMBACA
Once Upon a Bunny [JaeDo]
FantasiJAEDO | BXB | NCT | FANTASY | AU Doyoung tidak lagi memiliki pilihan selain tinggal di akademi setelah melewati beberapa kejadian yang hampir merenggut nyawanya. Awalnya ia mengira akan menjalani keseharian yang membosankan sendiri dengan tenang. Na...