Namjoon, juga Hanbyul kembali ke Seoul saat itu juga, setelah menerima pesan dari sekretaris pribadi Namjoon mengenai surat panggilan kepolisian Metro Gangnam.
"Apa ada masalah? Panggilan kepolisian itu-." tanya Hanbyul di perjalanan mereka menuju Bandara Internasional Jeju.
"Tidak apa-apa. Surat itu pasti dari Taemin, mengenai pemukulan yang kulakukan terhadapnya." jawab Namjoon dengan tenang.
"Pemukulan itu bukan masalah sepele. Kenapa Oppa bersikap biasa? Bagaimana kalau Oppa harus dipenjara? Aku tidak mau itu terjadi." ujar Hanbyul, berusaha menahan kesedihan dan ketakutan untuk berpisah kembali dari Namjoon.
Satu minggu yang baru saja berlalu penuh dengan kehangatan yang selalu dia cari selama 1 tahun terakhir ini. Sulit bagi Hanbyul untuk kembali melepas kemungkinan terciptanya momen-momen tersebut. Menyadari Namjoon mungkin harus menghabiskan sedikit waktu di penjara hanya karena mengungkapkan kekesalannya terhadap Taemin, Hanbyul meneteskan air mata dalam diamnya.
Namjoon yang sedari tadi memperhatikan jalan di hadapannya, menyadari bahwa Hanbyul hanya memperhatikan pemandangan di luar jendela, menyelipkan jari-jarinya, mengisi kekosongan jari-jari Hanbyul sambil tetap memberi perhatian penuh pada tugasnya menyetir mobil, "Kenapa? Kamu masih ingin berlibur?" tanya Namjoon, mengelus punggung tangan Hanbyul dengan ibu jarinya.
Hanbyul menggeleng pelan, menjawab pertanyaan Namjoon tanpa kata, hanya dengan meraih tangannya lebih dekat, membungkusnya dengan genggaman tangan lainnya dan membiarkan tangan mereka beristirahat di atas pangkuannya.
"Kamu tidak ingin kembali ke Seoul? Ingin tinggal di Jeju?"
Hanbyul kembali menggelengkan kepalanya. Wanita itu berusaha menahan jatuhnya air mata yang sudah menggenang di pelupuk matanya dan berusaha tidak memperdengarkan isak tangisnya yang bisa saja terdengar saat dia mengucapkan jawaban, meski hanya dengan sepatah kata.
"Lalu?"
Hanbyul menghela napas, menyiapkan dirinya untuk menjawab pertanyaan Namjoon yang untuk kali ini membutuhkan jawaban lebih dari sekedar gelengan ataupun anggukan kepala, "Tidak apa-apa. Aku hanya sedang menikmati pemandangan." jawabnya dalam satu tarikan napas.
Mendengar jawaban Hanbyul, Namjoon tidak bertanya lagi. Membiarkannya hanyut dalam memori euforia yang baru saja mereka rasakan selama 1 minggu ini. Pasti sulit baginya untuk merubah mood begitu saja dalam waktu singkat, apalagi wanita biasanya selalu mengandalkan perasaannya.
[---]
Namjoon memarkirkan mobil sewaannya di lahan parkir yang sudah diberikan, yang menjadi tempat parkir sewaan pemilik rental mobil di bandara internasional Jeju.
"Tunggu sebentar ya, Sayang. Jangan turun dulu." ujar Namjoon setelah memarkirkan mobilnya dengan rapih.
Pria bertinggi sedikit lebih dari 180 cm itu bergegas turun dari mobil, berlari kecil menuju bagasi dan menurunkan koper-koper berisi pakaian dan keperluan yang mereka beli secara mendadak setelah memutuskan berbulan madu di Jeju. Sementara Hanbyul tetap berada di kursinya, berusaha membuat dirinya terlihat tenang dan baik-baik saja meskipun pikiran dan hatinya mulai tak menentu, memikirkan apa yang akan terjadi dengan Namjoon setelah pemanggilan dirinya.
Suaminya bukan pria yang suka bermain kotor seperti Taemin. Dia tidak akan menyuap para oknum yang disebut penegak keadilan hanya untuk meloloskan dirinya dari jeratan hukum. Atau bahkan hanya sekedar bermulut manis. Namjoon jauh dari itu semua. Tapi, tak peduli bagaimana dia berusaha bersikap tenang, air matanya terus mengalir tanpa dia inginkan.
Cklek.
Namjoon membuka pintu Hanbyul tanpa disadari olehnya, menangkap basah dirinya dengan lelehan air mata di kedua pipi.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's You, Right?
FanfictionSeo Hanbyul tinggal bersama dengan suaminya, Gong Taemin. Setiap harinya dia selalu diperlakukan bak seorang Ratu. Status suaminya sebagai salah satu pengusaha top di Seoul membuatnya memiliki kemampuan untuk membanjiri Hanbyul dengan kelimpahan mat...