1. one month before the-day

13 1 0
                                    

Terlalu banyak hal berharga untuk di jadikan highlight hidup
.
.
.

"Gimana kabar lo Na?" Tanya laki-laki berambut coklat gelap, sebut saja Sanja.

"lo kuker banget nanyain kabar, Baru juga ketemu kemarin." Kata gadis berambut coklat terang dengan mata hazel, sebut saja Senja.

Mereka berdua bukan kembar. Hanya mirip pada nama saja. Senja-sanja, serasih bukan. Aruna tahu kalau senja suka pada sanja, Begitupun sebaliknya. hanya saja, mereka terlalu gensi untuk mengungkapkan bahwa mereka saling suka.

Aruna tersenyum sambil mengambil sebotol air mineral di vending machine.

"Kabar gue? Hmm, bisa dibilang baik bisa dibilang nggak." Jawabnya seraya membuka segel air mineral lalu meneguk air mineral dingin itu.

Dia menghembuskan nafas kasar dan mengalihkan pandangannya ke ruang guru. Ada murid baru disana. Kalau di dunia novel sih anak baru = gebetan baru.

Mereka berjalan menyusuri koridor A dan memasuki kelas. Aruna duduk di bangku tengah barisan ke 3, tahta anak ranking sedang.

Saat duduk, Aruna tidak sengaja melihat tulisan di meja tempat ia belajar.
"tugas hari Rabu.
Fisika hal 166
Biologi hal 152
Jangan lupa di kerjain!"

Sang empu tersenyum, dia tahu orang yang menulis note ini adalah teman sebangku nya, Haka.

Dia sudah pasti mengerjakan tugas-tugas itu. Aruna tidur di meja tanpa sadar kalau bangku disebelahnya sudah di tempati, tapi bukan Haka yang ada disitu, melainkan murid baru... YA MURID BARU!.

Anak baru ini sangat tampan. Memakai seragam SMA putih abu, dilengkapi rompi biru dongker dan sepatu NB.

Bisikan dan pujian membanjiri kelas kami tatkala murid baru ini duduk di kelasku. Aku heran mengapa 'dia' sangat hits. Ya kalau dilihat wajahnya sih memang tampan, tapi kan gak mungkin cuma wajah saja.

Telinganya di sumpalkan earpods mungkin karna itu ia gak menoleh ke sumber suara yang sangat bising.

"Haiii sayangnya Haka." Aruna mencari sumber suara itu. Ah.. itu Haka, manusia random yang sudah sedia menemaninya dari masa SMP.


"Aku gak suka dipanggil sayang, tapi kalau kamu aku rela dipanggil sayang selama-lamanya." Oh jelas sekali itu bukan jawaban Aruna, melainkan Saka.

Saka juga bocah random dan receh semuka bumi, masa karna balon jatoh aja dia tertawa sampai nangis. Sungguh, itulah Saka Agustina.

"Hii, tumben telat." Jawab Aruna. Haka mengeluarkan kotak makan berbentuk semangka dan menaruhnya di atas meja.

"Gue tahu lo pasti gak sarapan. Makanya gue siapin roti selai kacang sama koko kran."

Entah Aruna yang terlalu kalut atau Haka yang terlalu khawatir, sampai-sampai mereka melupakan si anak baru yang tengah berada di antara mereka berdua.

Anak baru itu mengambil roti selai di kotak makan Haka lalu memakannya.

"Heh anjir! enak aja main makan! Gue udah susah-susah buat ini dari subuh, lu main makan aja!!" Haka mengambil setengah roti yang masih tersisa di ujung mulut anak baru lalu membentaknya.

"INI TUH ROTI KESUKAAN Aruna sayang." Haka memelankan suaranya ketika menyebut nama Aruna. Aruna? Dia malah terkekeh geli.

Anak baru itu menyenderkan bahu nya pada kursi dengan tangan di atas dada lalu menatap Haka datar seolah-olah berkata "terus masalahnya apa?"

Ending SceneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang