Tidak ada yang tak mengenal seorang Arganta Airgamma. Meskipun beberapa orang menganggapnya sebagai manusia yang tertutup, namun tak dapat dipungkiri bahwa Argan adalah pelukis muda berbakat yang tersohor dari kalangan kampusnya. Argan nyaris tak pernah hadir di dalam kelas, namun bukan berarti ia absen, Argan mengikuti setiap mata kuliahnya secara online.
Pagi ini Argan dibuat cemas. Semua kuasnya berada di mesin cuci. Tentu saja pelakunya adalah Lea. Argan sudah menebak hal itu. Dan dengan wajah tak berdosanya, Lea bahkan bangun siang membuatnya hampir terlambat.
Ini pertama kalinya Argan nekat mengikuti kegiatan di kelas secara langsung. Beberapa mahasiswa langsung menatapnya kagum, bahkan terkejut saat Argan berjalan sambil menenteng backpack hitam. Yang membuat sebagian kecil dari mereka bertanya adalah; kenapa Argan menggunakan kaca mata hitam? Mereka tak pernah mengira jika style Argan seperti itu. Sedangkan sebagian banyak yang lain tak peduli dengan style Argan kali ini, menurut mereka itu adalah keren!
Seorang perempuan langsung berlari mendekatinya, membawa Argan lebih cepat menuju tempat yang sepi. "Arganta! Kamu ... gila?" tanya perempuan itu, panik.
Argan tersenyum dan menurunkan kaca matanya. "Iya, gue gila karena udah dua hari nggak lihat lo," candanya. Argan lalu memeluk perempuan itu lama. "Miss you so bad."
Felix melepaskan pelukannya. Ia memakaikan Argan kaca mata lagi. "Bilang kalau itu cuma becanda. Kita bahkan video call setiap empat jam. Ayo, nggak baik kalau kamu lama-lama di sini!" Felix menarik Argan sambil membawanya menuju galeri kampus yang lumayan sepi pagi ini.
"Ada masalah?" tanya Felix begitu Argan meletakkan backpack miliknya di meja.
Argan mengangkat bahu, ia memaksa wajahnya untuk terlihat santai. Namun, sesantai apapun itu, Felix masih bisa menemukan kerutan di dahi Argan, pertanda bahwa lelaki di depannya sedang berbohong.
"Nggak mungkin, deh. Kamu nggak biasanya gini. Apalagi turun langsung di kerumunan kampus. Sekarang kamu takut ... atau cemas?" tanya Felix bertubi-tubi, wajar saja, Felix menyadari bahwa statusnya sebagai tunangan Argan membuatnya merasa Argan di atas segalanya.
"Selama nggak ada keributan, gue nggak papa. Lo nggak perlu khawatir apapun tentang gue. By the way, gimana sama anak-anak panti itu?" Argan mengalihkan pembicaraan, tak ingin Felix bertanya terus menerus tentang kedatangannya yang tiba-tiba.
Memang, ada alasan tersendiri bagi Argan mengapa Felix begitu khawatir jika ia berada di kampus, terlebih lagi di tengah keramaian. Mungkin, orang-orang sangat mengaguminya karena Argan tampan dan berbakat. Namun, mereka tak mengetahui kenyataan bahwa sebenarnya Argan fobia dengan keramaian.
"Oh, mereka seneng banget. Cat yang kita beli langsung habis dalam sehari, sayang banget kamu nggak lihat secara langsung gimana antusiasnya mereka belajar melukis. Ibu Panti sampai ngebolehin aku datang tiap Minggu. Kalau nanti kamu membaik, kamu mau 'kan datang ke panti?"
Argan mengangguk. "Pasti. Gue jadi tambah yakin kalau lo emang bener-bener bisa nyembuhin gue." Lalu, Argan memeluk Felix erat membuat perempuan itu kesusahan bernapas.
"Aku bukan dokter, Argan. Itu tuh, Dokter Teraza yang bakal nyembuhin kamu," sahut Felix, melepaskan diri dari pelukan maut kekasihnya.
"Om-om sok kegantengan itu? Najis. Udah dua minggu gue nggak ke tempatnya," aku Argan, Felix pun langsung menepuk bahunya dengan keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARGALEA
Teen FictionArgan tak mengira bahwa Lea, adiknya yang super manja, menye-menye, berisik, dan segala sikapnya yang childish itu ternyata adalah alasannya untuk bisa sembuh dari fobia yang ia hadapi. Argan selalu percaya bahwa kekasihnya, Felix, yang dapat menyem...