ARGALEA : 07

54 15 5
                                    

Lea berjalan menyeret kaki seolah kehilangan seluruh tenaganya. Tiba-tiba ia kehilangan nafsu dan hanya sedikit memakan sarapan yang dibuatkan Bibi. Padahal sebenarnya ia ingin makan lebih banyak karena semalam ia hanya makan tak seberapa. Tak seberapa. Namun, suasana di sana membuatnya ingin segera pulang dan bersiap ke sekolah.

Nata sudah berdiri dengan rapi, lengkap dengan seragam dan tas hitam di punggungnya. Tiba-tiba saja cowok itu berdiri di depan pagar dan tersenyum lebar. “Pagi!”

“Nata ngapain?”

“Bukannya kalau pacaran kita harus berangkat bareng, ya, Lea?”

Telinga Lea bergemuruh. “Oh, iya. Tungguin Lea ganti baju dulu. Masuk aja.”

“Lea udah sarapan belum? Nata juga bawa bekal buat Lea!”

“Nanti di sekolah aja. Lea udah makan di rumah Kak Felix.”

“Kak Argan mana?”

“Belum bangun. Masih di sana.”

“Lea nggak perlu buru-buru, Nata siap nungguin!”

“Ya gimana enggak buru-buru, Nata dari tadi nanyain Lea terus!”

“Oh iya, maaf.”

Cowok itu pun diam dan menggerak-gerakkan kakinya menunggu Lea. Cukup memakan waktu lima belas menit, Lea kembali dengan seragam dan menjinjing tas di salah satu lengannya.

“Nata juga udah sarapan?”

“Udah. Ayo!”

Lea tersenyum ketika Nata dengan berani menggenggam tangannya dan mereka berjalan bersama. Aura aneh benar-benar muncul di antara keduanya. Apa yang mereka lakukan memang berkebalikan dengan suasana hatinya. Benar-benar remaja yang malang.

“Woi kalian! Tungguin gue!”

Tiba-tiba Gebi dan motornya menyamai langkah Nata dan Lea. “Kerasukan apa, dah, kalian sampai mau berangkat bareng? Biasanya Lea kan nunggu lo berangkat duluan, Nat. Itu pakai acara gandengan segala jangan-jangan ada sesuatu? Kalian pacaran?”

“Emang yang boleh gandengan tangan cuma yang pacaran? Gebi juga bisa gandengan sama Nata!” balas Nata yang seketika membuat Gebi menjauhkan motornya dari mereka.

“Gebi juga bisa gandengan sama Kak Adrian, kan!” teriak Lea dan menertawakan Gebi bersama Nata.

“By the way, Lea....”

“Kenapa?”

“Sekolah kita kan lumayan agak jauh. Kenapa kita jalan kaki?”

“Alurnya tadi salah. Nata harusnya nungguin Lea pakai motor, bukannya malah kayak satpam di depan gerbang.”

“Nata lupa, harusnya sih gitu. Tadi motornya baru Nata panasin mesinnya.”

“Sekarang gimana, dong?”

“Belum jauh, Nata ambil motor dulu. Lea tunggu di sini, oke?”

Lea hanya menunjukkan ibu jarinya dan tersenyum memandang Nata berlari. Setelahnya, ia menampar pipinya. Menyadari bahwa Nata adalah pelampiasannya.

◇◇◇

Semakin dekat, Lea semakin menyadari kebaikan Nata kepadanya. Sebelumnya, ia tak pernah memperhatikan Nata sama sekali. Terkadang malah menjahili niat baik cowok itu. Sekarang, justru Nata melakukannya tanpa ia jahili.

Nata diam saja membuatnya ingin mencubit pipi cowok itu, saking gemasnya. Terlebih ketika Nata tertawa. Rasanya Lea ingin mengempit kepala itu di bawah ketiaknya. Lea menggeleng, membuang jauh-jauh pikiran konyolnya terhadap cowok manis di depannya yang sedang menyedot mojito.

ARGALEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang