11. Siblings with Benefits

146 8 1
                                    

"Maaf-maaf, saya buru-buru. Kamu nggak papa?"

Sebuah tangan terulur berniat membantunya berdiri. Suara berat yang membuat Lea menyadari bahwa ia baru saja salah menggunakan toilet pria. Pikiran Lea berkecamuk. Ia penasaran dengan laki-laki yang menabraknya. Lea yang tersungkur di lantai perlahan menengadah dan terdiam melihat wajah laki-laki itu.

"Maaf, ya. Saya tadi ketinggalan sesuatu, pasti tertinggal di dalam."

Wajah cemas hendak segera masuk dan mencari barangnya yang tertinggal, namun di sisi lain menunggu Lea mengatakan saya baik-baik saja. Karena ada sedikit perasaan bersalah. Benar-benar laki-laki yang baik hati.

Netra Lea tak berhasil menutupi bahwa dirinya tertegun melihat wajah di depannya yang tak asing itu.

Laki-laki di dalam lukisan.

"Siapa nama Kakak?" tanya Lea alih-alih berdiri.

Lelaki yang berjongkok itu mengedipkan mata. "Eh?"

"Temannya kakakku, kan?"

"Eh?"

"Oh, salah orang. Maaf," ucap Lea dan berdiri untuk kembali ke meja.

"Tunggu," sela orang itu. "Kamu adiknya Felixia Parera?"

"Hah?" Lea tak habis pikir. Mengapa orang itu menganggapnya adik dari musuhnya? "Leana, Kak, adiknya Arganta. Jadi, kalian dulu berteman, kan? Saya tidak salah orang. Siapa nama Kakak?"

"Kean," ucap lelaki itu sambil menerima jabat tangan dari Lea. "Tolong rahasiakan dari Argan kalau kita bertemu, ya."

"Kenapa? Tadi bukannya sudah ketemu Kak Felix juga?"

"Saya akan bercerita kalau kita bertemu lagi. Sampai jumpa, Leana."

Laki-laki sopan bernama Kean itu pergi. Ransel hitamnya terlihat penuh. Lea bahkan tak peduli barang lelaki itu yang katanya tertinggal di toilet. Lea masuk ke dalam lagi, ia ingat melihat gelang tali tergeletak di samping wastafel.

Benda itu masih di sana, namun ketika Lea hendak menyusulkannya, sosok Kean sudah tak ada. Lea menatap gelang itu, terlihat usang dan talinya hampir putus. "Ini seperti sesuatu yang berharga. Padahal terlihat sepele." Lea menyimpannya di dalam saku.

"Lea."

Gadis itu menoleh. "Kak Argan? Kenapa ke sini?" Ia terkejut dan panik.

"Harusnya gue yang nanya kenapa lo di depan toilet cowok? Ekspresi lo itu kayak tertangkap basah aja."

"Nggak, ya!"

"Lo nggak papa?" Argan mendekat dan memegang kedua bahu Lea. Badannya sedikit menunduk dan memeriksa hidung adiknya itu. Lea tak menyadari jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Ia bahkan tak mendengar detak jantung Argan yang cepat seperti ketika Argan memeluknya.

Ia yang terlalu berharap Argan memiliki perasaan yang sama dengannya. Bagi Argan, dirinya hanya adik yang harus dijaga.

"Tunggu, Kak Argan baik-baik aja?"

Argan terkekeh setelah sekian detik ia diabaikan, Lea justru menanyakan keadaanya. Adiknya benar-benar tak berubah.

"Novel tadi ..."

"Syukurlah. Lea emang paling tau kalau benci keramaian itu harus menyibukkan diri. Makanya Lea kasih novel ke Kak-"

"Novel tadi banyak adegan dewasanya. Kenapa lo beli novel kayak gitu?"

"Eh?" Lea terkejut. "Judulnya bukannya-"

"Siblings with Benefits."

"Ehehe, Lea sepertinya salah ngambil tadi. Di tas Lea kan ada banyak novel, bahkan bacaan action, laga, thriller aja Lea beli jaga-jaga kalau Kak Argan mau baca."

ARGALEA [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang