-Delapan-

500 97 11
                                    

"Cen, sini kamu."

Aku ngangguk begitu Ibu manggil di ruang keluarga. Di sana udah ada Ayah juga yang baru pulang dari luar kota. Tadinya aku ngga ngerasain hawa apa pun, tapi kok setelah liat raut muka orang tuaku, jadi punya firasat ngga enak ya?

"Ya, Bu?"

Ibu hela napas lalu ngelipat dua tangan di depan dada, "Kemarin Ibu udah liat nilai hasil ujian kamu. Kenapa di kelas dua belas ini nilai kamu justru jadi anjlok sih? Dua tahun kemarin kamu selalu dapet nilai A atau B. Tapi kenapa sekarang dapet B aja cuma satu mapel?"

Ah, akhirnya masalah ini diungkit juga. Iya sih, aku akuin kalau belakangan aku semakin malas belajar. Apalagi waktu Jimmy sering ngajakin main dan ngga pernah bantuin aku ngerjain tugas.

"Ayah sering merhatiin kalau sekarang Icen lebih suka pergi sama Jimmy ya?" Aku ngangguk sebagai jawaban dari pertanyaan Ayah. "Emang kamu lagi musuhan sama Yuga?"

"Ngga kok, Yah. Icen baik-baik aja sama Yuga."

Ngga sepenuhnya bohong kok, toh waktu itu kan aku emang cuma rada ngejauhin dia biar berbaur sama yang lain. Tapi emang sih, kalau ngga sama Yuga, pasti aku ngga bakalan belajar.

"Ibu rasa, Icen harus ambil les privat lagi sama kakaknya Juna."

"Oh, si Surya?" Ayah nyahut, Ibu ngangguk.

"Tapi Bu, Bang Surya kan lagi skripsian sekarang. Ngga enak kalau minta tolong dia."

"Nanti Ibu yang bilang sama Mamanya Surya, biar dia ngeluangin sedikit waktu buat jadi tutor kamu."

Ibu nih ya, kalau uda punya kemauan pasti harus diturutin. Ngga peduli sama kesibukan orang lain.

"Omong-omong, kamu udah mutusin mau kuliah di mana, Cen?"

Aku tersentak, ngga siap sama pertanyaan ini.

"Belum, Bu. Icen masih bingung," jawabku jujur.

"Duh kamu nih, Yuga aja udah tau dia mau kuliah di mana dan ambil jurusan apa, masa kamu belum sih?" Ibu berdecak, "Pokoknya Ibu ngga mau tau, mulai minggu depan kamu mulai sesi tutor lagi sama Surya. Dan selama itu kamu juga harus pikirin lagi soal kuliah kamu nanti. Kalau masih bingung juga, biar Ibu yang nentuin masa depan kamu."

Aku hela napas lesu. Sebenernya kalau bisa jujur, aku ngga mau Ibu ngatur soal masa depanku. Tapi di sisi lain, aku sendiri belum tau mau jadi apa. Pernah kubilang kan, aku iri sama Yuga yang bisa menata rencana hidupnya dengan rapi. Ngga kayak aku yang mau nentuin bakal kuliah di mana dan ambil jurusan apa masih bingung.

...

"Jadi lo bakal minta ditutorin lagi sama abang gue?" Juna nanya pas kami lagi main playstation di kamarnya. Aku ngangguk.

"Ibu bahkan udah bilang sendiri sama Bang Surya kemarin, dan dia setuju."

"Ah, pantesan kemarin gue liat Bang Surya ngobrol sama Mama," Juna naruh joysticknya sembari berdecak, "Kalo gini ceritanya, gue pasti disuruh ikutan belajar bareng lo juga dong?"

"Iyalah masa engga?!"

Aku sama Juna tersentak bersamaan dengan munculnya kakak sulung Juna di balik pintu.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Vincent & Yuga (VGa) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang