-Empat belas-

440 88 5
                                    

Yuga marah besar. Kemarahannya belum juga reda meski udah sepuluh hari berlalu sejak kejadian di pesta ulang tahun Nathan. Berkali aku nyoba minta maaf dan meminta kemakluman, tapi Yuga selalu menanggapinya dengan dingin. Wajahnya nampak ngga bersahabat tiap kali aku mengajaknya ngobrol. Dia bahkan ngga peduli ketika aku nyamperin ke rumahnya demi memperbaiki hubungan kami. Yang dia lakukan justru pergi entah buat latihan basket atau kelayaban seorang diri.

Jujur, aku menyesali perbuatanku hari itu. Aku kesal sama diriku sendiri karena dengan bodohnya melakukan sesuatu tanpa persetujuan Yuga, hanya demi ngga dibilang pengecut. Iya, aku merasa tertantang karena Juna dan beberapa teman lain meremehkan soal kejantanan seorang Vincent Van Tarra. Ngga paham juga kenapa aku harus merasa demikian. Atau mungkin dalam hatiku, aku ingin melakukan pembuktian. Bahwa aku pun bisa 'nakal', bahwa aku bukan cowok yang polos dan manja sebagaimana anggapan mereka selama ini.
Tapi ternyata, perbuatan sembronoku itu berhasil merusak hubunganku dengan Yuga.

Bego kan, gimana bisa aku bikin dia suka sama aku kalau kelakuanku semenyebalkan itu?

"Yah, Abang udah pergi dari tadi," Yosi yang menyambutku di pintu pas aku berniat mengajak Yuga ke toko buku.

"Sama siapa, Ci?"

Yosi gendikkan bahu, "Ngga tau. Lah, biasanya kan ke mana-mana sama Bang Icen? Ini ngga lagi marahan sama Bang Yuga kan?"

Tebakan Yosi mungkin bisa dibilang bener, tapi sedikit kurang tepat juga. Karena sebenernya yang marah cuma Yuga, sedangkan akulah pihak yang membuat kemusuhan ini terjadi.

"Emang Bang Icen mau ngajakin Abang ke mana sih?"

"Ke gramedia, nyari referensi buat bikin makalah."

"Umm, sama Oci aja mau ngga? Kebetulan Oci mau beli perlengkapan buat ikut acara pramuka."

Sebenarnya niatku ngajak Yuga pergi cuma buat alasan kami ngobrol lebih banyak. Bukan benaran nyari tugas buat makalah. Tapi berhubung sudah begini, ya apa boleh buat. Toh udah mandi sama dandan rapi, ya masa mau balik lagi ke rumah trus main playstation?

Aku ngangguk kecil nanggepin Yosi. Dia senyum girang. Mirip banget Yuga kalau abis dapetin sesuatu yang dia mau.

"Asyiiik! Oci ambil jaket sama dompet dulu ya Bang!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Asyiiik! Oci ambil jaket sama dompet dulu ya Bang!"

Aku ngangguk sekenanya. Sembari nunggu Yosi, aku buka akun instagram dan liat ada story Yuga yang rupanya belum lama diunggah. Di situ nampilin sebuah lapangan basket yang aku sendiri ngga tau ada di mana. Dahiku ngernyit bingung, ngga biasanya banget Yuga latihan selain di GOR atau lapangan kecil dekat sekolah.

"Ci, kamu tau ngga ini di mana?" Begitu liat Yosi datang, aku langsung nanya soal tempat yang dipost Yuga di instagram.

"Oh?" Yosi keliatan agak kaget, "Itu lapangan deket rumah nenek ngga sih? Oci lupa-lupa inget. Tapi kayaknya emang di sana deh. Soalnya lapangan itu deket taman bermain bocah TK gitu."

Aku kembali merhatiin gambar, cukup kagum sama daya pengamatan Yosi karena dia bisa ngeh ada semacam perosotan dan permainan jungkat-jungkit sebagai background di situ.

"Rumah nenek kamu di mana emang?"

"Perum Mandala V. Sejam perjalanan dari sini. Tapi kok tumben amat ya abang main ke sana? Padahal kan bisa latihan di GOR kayak biasa."

Pertanyaan kita sama Ci. Aku pun penasaran sendiri jadinya.

"Ci, gimana kalau abis dari gramedia kita susulin Bang Yuga?"

"Hah?"

"Mau ngga? Sebenernya Bang Icen mau ngomongin sesuatu sama Abang kamu. Tapi keknya kudu ditemenin deh."

Yosi menggumam sembari mikir, "Imbalannya apa dulu nih?"

"Peralatan pramuka Oci, Bang Icen yang bayarin deh," kataku tanpa ragu. Yosi geleng kepala.

"Ngga ah. Gimana kalau Bang Icen bantuin Oci buat deket sama David?"

Alisku naik satu, "David yang mana?"

"David Valletta, kembarannya Dobby Valletta. Adiknya Bang Harris ituuu!"

Bentar. Kok aku lupa ya kalau Harris punya sepasang adik kembar?

Dan tunggu dulu, ini kenapa si Yosi minta aku bantuin dia deket sam-

.. oh ya ampun.

"Ci, kamu serius?"

"Iya! Oci udah suka sama David dari lama. Cuma ngga berani deketin. Oci malu."

Aku terhenyak. Jujur aja langsung kehabisan kata-kata. Seorang Yosi yang notabene masih 14 tahun aja bisa sejujur ini soal perasaannya. Dia bahkan ngakuin dengan lugas seolah ngga ada beban di hatinya.

Yang bikin miris, aku ngga bisa sejujur dan sesimpel Yosi.

"Oke. Bang Icen coba bantuin. Tapi Oci juga bantuin Bang Icen supaya bisa ngobrol sama kakakmu ya."

"Nah kan, kalian berantem ya?"

"Cuma- sedikit salah paham aja. Yayaya, bantuin Bang Icen yaa?"

Yosi tanpa pikir panjang nganggukin kepala. Yang seketika buat sedikit resah di hati berkurang.



-Chapter fourteen; done-





Maap yaaa lama banget dianggurin. Sekalinya apdet malah gini doang. Huhu
Abisnya masih blom nemu kliknya nih. Jadi cuma nulis sekenanya doang.

Ehe

See u when I get my inspiration back yaaaaa

Vincent & Yuga (VGa) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang