Setelah kejadian kemarin, Rose dan Jimin tidak dilanda kecanggungan lagi. Justru hari ini Rose sedang berkemas.
Jimin bilang, ia ingin pulang namun tak ingin berpisah dengan Rose. Entah apa alasannya yang pasti itu membuat Rose sangat senang.
Rose pun melipati pakaiannya dan mengemasi sedikit barang yang ia butuhkan disana sambil menyengir tak jelas. Tentu saja hal itu akan jadi sangat menyenangkan, bisa menginap di Rumah idolamu. Ahh ya ampun, rasanya senang sekali.
TUK
"Sebegitu senangnya kau, sampai-sampai aku tak melihat senyummu luntur walau sedikitpun." Tegur Jimin yang juga sengaja mengetuk kepala Rose dengan gulungan majalah.
"Aaiiss .. Yak! Jangan memukul kepalaku sembarangan. Aku bahkan lebih tua darimu." Kesal Rose.
"Hanya beberapa bulan, dan kau membicarakan perkara siapa yang lebih tua? Aahh benar-benar kekanakan." Balas Jimin dengan wajah innoncent khas miliknya.
"Yang penting aku yang lebih dulu melihat dunia, menginjakkan kaki ditanah, makan beratus-ratus butir nasi sebelum kau! Ara!" Jimin tak membalas, ia terlalu malas berdebat dengan gadis didepannya ini.
Yaa setelah mereka berbaikan, mereka memang lebih sering bertengkar tentang hal-hal kecil. Tapi bagi Jimin itu sangat menyenangkan, mengingat dirinya yang selalu kesepian tapi malah terhibur dengan ekspresi lucu Rose ketika kesal.
"Pastikan tidak ada barang yang tertinggal." Ujarnya kemudian meninggalkan Rose.
"Aku tahu! Aish dia pikir aku seceroboh itu sampai meninggalkan barang-barangku?."
SKIP
"Jimin-ah kumohon kembali ke Rumahku! Ku mohon! Ku mohon!" Rengek Rose pada Jimin yang sibuk menyetir.
"Aaahh sudah kubilang, pastikan tidak ada barang yang tertinggal. Tapi kau malah meninggalkan ponselmu?! Aahh yang benar saja." Cerocos Jimin.
"Aku tidak meninggalkannya, tapi aku hanya lupa membawanya. Kumohon, ponselku sangat penting." Rose masih memohon.
"Memangnya ada apa di ponselmu, sampai sepenting itu. Kita bahkan sudah separuh jalan menuju Rumahku, dan kau baru mengingatnya." Sergahnya lagi.
"Sangat penting! Jika aku tidak membawa ponselku, bagaimana bisa ayah dan ibuku menghubungiku eoh! Orang yang cuek sepertimu, apa bisa mengerti?" Rose.
Jimin terdiam. Ada yang salah dengan hatinya. Dadanya terasa sesak saat mendengar kata ayah dan ibu. Hingga sepersekian detik kemudian, ia langsung memutar arah. Rose yang melihatnya langsung terkejut.
"Yak! Kau ingin bunuh diri? Kalau memang benar, setidaknya jangan membawaku." Pekik Rose kesal.
"Kalau aku ingin bunuh diri, sudah dari dulu aku lakukan." Rose bungkam, ia seperti sudah kalah telak dengan sanggahan Jimin.
Setelah sampai di Rumah, Rose segera berlari mencari ponselnya yang ia ingat ditaruh di nakas dekat sofa. Benar saja, ponselnya memang ada disana.
"Jimin-ah, ponselku sudah ketemu. Ayo kita berangkat." Rose.
"Apa .. Ayah atau ibumu menelpon?." Tanya Jimin pelan.
"Mhh? Sepertinya tidak." Jawabnya sambil melirik ponselnya.
"Kenapa kau tidak menghubungi mereka?." Jimin.
"Memangnya kenapa? Apa kau ingin berbicara dengan orang tuaku?." Goda Rose yang tak menyadari bahwa Jimin menatapnya berbinar, penuh harap.
"Bolehkah?"
Rose tersentak, ia kira Jimin tak serius menanggapi perkataannya. Namun yang ia lihat malah raut wajah memohon yang diperlihatkan tanpa disengaja.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY FANS IS MY DESTINY || jirose [END]
Teen FictionKisah cinta Park Jimin yang berpropesi sebagai seorang Idol, dan bertemu dengan cinta sejatinya tanpa ia sadari. Jangan terkejut, sebab cinta sejatinya adalah penggemarnya sendiri. Roseanne Park namanya, gadis manis dengan pipi chubby, mata bulat, s...